-Alya-
Aku termenung menatap sekililing kamar. Tubuhku lelah tapi pikiranku menolak untuk beristirahat. Apalagi setelah percintaan panas mereka. Tidak mungkin dirinya dapat beristirahat dengan tenang, sebelum masalah antara dirinya dan Arash menjadi jelas.
Lamunanku terusik ketika Arash memelukku lebih erat. Kami berada di atas ranjangnya yang sangat lebar dengan dia yang melingkarkan tangannya di perutku dan kakinya membelit tubuhku. Posisi yang mustahil untukku bergerak.
"Kamu tidak tidur? Hm?" Arash semakin membenamkan wajahnya pada lekukan leherku. Rahangnya yang agak kasar menyentuh kulit leherku yang lembut, menciptakan rasa geli dan juga begitu intim.
"Aku tidak bisa tidur" kuputuskan untuk jujur. Arash terlalu mengenalku untuk tahu aku berbohong atau tidak.
"Kenapa?" Arash membalik lembut tubuhku menghadapnya. Menjadikan lengan kiri Arash sebagai bantal, tangannya yang lain mengusap pinggang dan punggungku sebelum kemudian merapatkan tubuh polos kami sedekat mungkin.
"Kita bahkan belum bicara apapun" ku sentuh wajahnya, Arash memejamkan mata dan tampak sangat menikmati ketika aku menyentuhnya.
"Ya, kita harus membicarakannya. Aku butuh penjelasan, tentang kau yang meninggalkan ku" ketika dia membuka matanya, sorot mata kesakitan itulah yang aku temukan.
"Maafkan aku" secara impulsif aku mengucapkan permintaan maaf. Aku mencoba menahan tangis ku, namun gagal. Arash menatapku dalam dan menarikku untuk bersandar di dadanya. Aku terisak di pelukannya
"Tidurlah, kita biacarakan besok pagi sayang" Arash mencium keningku dan memelukku erat. Membuaiku ke alam mimpi.
●●●●●
Aku dan Arash bertemu di pesta amal salah satu kolega orang tuaku. Saat itu aku yang baru menginjak usia 17 tahun jatuh cinta dan terjerat pesona Arash, pemuda tampan yang baru saja menyelesaikan pendidikan tingginya di salah satu universitas terbaik paman sam dengan hasil yang sangat gemilang. Dan sangat siap untuk melanjutkan kepemimpinan perusahaan keluarganya.
Arash menjadi sorotan utama di pesta itu walaupun ia adalah tamu, sama sepertiku kala itu. Tampan, pintar, dan merupakan satu-satunya pewaris dari salah satu maskapai penerbangan terbesar di Asia. Siapa yang tak tertarik?
Singkat cerita aku dan Arash bertemu di pesta itu, orang tua kami saling menyapa dan memperkenalkan kami.
Hingga dua hari kemudian, aku menemukannya di ruang makan keluarga ku sedang menikmati sarapan dan obrolan santai dengan kedua orang tua ku. Dia berkata akan mengantarku ke sekolah.Kaget? Pasti.
Dari orang tua ku aku tau Arash telah meminta izin kepada ayah untuk mendekati ku. Sehari setelah pesta pertemuan kami, Arash datang menemui Ayah dan mengutarakan niat nya untuk mendekati ku.
Aku terlampau tak percaya dengan apa yang dikatakan Ayah. Karena saat pertemuan pertama kami di pesta tak ada percakapan berarti!
Hanya ada tatapan intens-nya dan rona merah pipiku yang sialnya tidak bisa ku hentikan. Oh dear..
Aku mengingat jelas saat-saat itu. Well, Arash secara gamblang menyatakan bahwa dia tertarik padaku dan serius dengan hubungan ini jika aku menerimanya di hidupku. Siapa yang tak tersentuh dengan sikapnya?
Hingga akhirnya aku menerimanya dan perasaanku padanya tak terhentikan, begitu pula dengannya. Satu tahun kemudian kami bertunangan, yang menurutku terlalu cepat. God, bahkan aku masih SMA!
Tapi dengan dukungan luar biasa orang tuanya dan orang tuaku tentang pertunangan, tentu aku kalah telak.
Setelah pertunangan hubungan ku dan Arash jauh lebih intim. Apalagi saat aku memutuskan melanjutkan pendidikanku di Singapore dan Arash jauh lebih sibuk dengan perusahaan yang ada di Jakarta-New York, kami bertemu nyaris satu bulan sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
His And Her
RomanceAku memang menyakiti hatinya dengan kepergian ku, tapi haruskah takdir membalas dengan begitu kejamnya? Memilikinya saat dia di miliki orang lain.. Alya Sarasvati Wicaksono Aku mencintainya, tanpa syarat. Dia milik ku. Selamanya akan seperti itu. Ar...