Pagi ini terasa berat bagiku karena hari ini adalah hari dimana aku harus meninggalkan rumahku, sekolahku, teman- temanku, dan bahkan juga sahabatku yang paling aku sayangi.
"Carl ayo cepat !! Penerbangan sudah tinggal dua jam lagi dan kita harus segera bergegas pergi" ucap ibuku memanggilku.
"Baiklah bu" jawabku yang sambil malas-malasan bergerak keluar kamar dengan masih memakai pakaian tidur. Melihatku yang masih memakai pakaian tidur ibu langsung memarahiku dan menyuruhku untuk segera mandi dan bergegas memasukkan barang barangku ke dalam mobil. Aku pun melakukannya dengan sangat berat karena keputusan untuk pindah ke luar negeri bukanlah keputusan yang kusukai.
Sehari sebelum keberangkatanku, tidak lupa aku mengunjungi rumah sahabat karibku sejak kami masih tk. Dia adalah johnson, seorang yang lebih tinggi dan lebih besar dariku serta lebih kuat dan pintar dariku. Dari dulu dia sudah dikenal sebagai jagoan matematika dan fisika semenjak dia duduk di bangku smp akibat nilainya yang tidak pernah dibawah 90.
Pertemuan terakhir kami tidak kusia-siakan dengan hanya bersedih. Kami tetap melakukan aktifitas kesukaan kami berdua yaitu menaiki sepeda berkeliling kota dengan tetap ceria karena kami tahu perpisahan bukanlah akhir melainkan awal dari sebuah hal baru dan kami yakin suatu saat nanti kami akan bertemu kembali di tempat yang lain. Setelah melakukan aktifitas kesukaan kami, kami pun saling memberi kenangan satu sama lain agar kami tetap bisa teringat satu sama lain.
Setelah memasukkan semua barang ke dalam mobil, kami sekeluarga pun berangkat ke bandara untuk menuju kota yang baru dimana ayah dan ibuku akan bekerja dalam bidang bisnis properti. Perjalanan menuju bandara terasa sangat membosankan bagiku karena aku merasa seperti kehilangan sesuatu yang sangat penting bagiku yaitu sahabatku yang paling mengerti aku.
Setelah sampai di bandara, ibu menyuruhku untuk membawa barang keluar dari mobil dan masuk ke bandara untuk menunggu penerbangan. Kami menunggu penerbangan sekitar 1 jam, dan selama itu aku mencoba mengubungi Johnson namun selalu gagal, hingga akhirnya aku mengirimkan pesan kepadanya yang berisi ucapan selamat tinggal dariku dan harapan agar dia bisa menemukan pengganti yang lebih baik dari aku.
Akhirnya penerbangan kami pun tiba dan kami mulai pergi meninggalkan Chicago menuju Los Angeles. Setelah sampai di bandara Los Angeles tidak lupa aku langsung menyalakan hpku untuk mengecek balasan dari Johnson dan ternyata masih tidak ada balasan darinya.
Karena merasa seperti tidak dianggap, aku mulai merasa kesal dalam hati sambil menggerutu "ni anak kalau ada perlunya aja cepet, coba kalo engga?!" Ucapku dalam hati.
Kami pun melanjutkan perjalanan ke rumah kami yang ayah dan ibu beli untuk kami sekeluarga tinggali. Rumah itu memiliki tiga lantai, 1 kolam renang, dan berbagai fasilitas lainnya yang membuat aku terpana melihatnya dan ingin segera mencoba fasilitas itu satu per satu.
Hal ini ingin segera aku beritahukan kepada Johnson, namum mengingat dia tidak menghiraukan pesanku, aku pun mengurungkan niatku terlebih dahulu hingga dia membalas pesanku.
Aku pun bergegas masuk ke dalam rumah itu dan beristirahat dan hari demi hari aku semakin betah tinggal disana dengan segala hal yang baru termasuk sekolah yang baru dan teman yang baru.
KAMU SEDANG MEMBACA
F.R.I.E.N.D
Teen FictionTeman, teman dan teman.... hufft sepertinya tidak ada orang lain yang paling mengerti aku selain sahabatku yang satu ini. Dimulai dari perpisahan kami yang terasa begitu berat hingga kami harus terpisah oleh jarak dan waktu. Namun sahabatku adalah o...