Setelah berganti pakaian, aku pun langsung melakukan kegiatanku selanjutnya, yaitu makan siang sambil menunggu jawaban dari Patrice. Saat tengah-tengah menikmati makanan, tiba-tiba hpku berdering keras karena hpku memang sengaja tidak kubuat hening. Ternyata yang menelfon adalah Patrice.
"Halo??" Sapaku membuka pembicaraan kami berdua di telefon.
"Halo juga, Carl kan?" Sahutnya.
"Iya Pat, bagaimana? Bisa kan kesini?" Balasku kembali.
"Iya, bisa kok. Jam 4 ya aku kesana. Bagaimana? Setuju?" Tanyanya.
"Baiklah jam 4 yaa. Aku tunggu di rumahku. Sampai jumpa nanti jam 4." Jawabku yang kemudian menutup pembicaraan kami di telefon. Kemudian aku pun langsung melanjutkan makan siangku yang masih sisa cukup banyak.
Setelah makan siang aku pun kembali lagi ke kamarku karena kebetulan saat itu masih pukul 2 siang, jadi kuputuskan untuk bermain gadget di kamar sambil tidur-tiduran. Hal ini kulakukan karena untuk menunggu Patrice masih kurang 2 jam dan aku tidak ada kerjaan, selain itu tidak ada orang yang bisa kuajak bermain di rumah.
Setelah 1 jam bermain gadget, nampaknya aku merasa bosan dan ingin melakukan hal lainnya. Aku pun berkeliling- keliling di dalam rumah sambil melihat dan berpikir hal apa yang bisa kulakukan untuk mengusir rasa bosanku ini. Berhubung juga rumahku sepi karena orang tuaku semuanya pergi bekerja, jadi aku diberikan kebebasan oleh orang tuaku untuk menggunakan semua yang ada di rumah dengan syarat tetap menjaga kondisinya agar tidak sampai rusak. Akhirnya setelah melihat-lihat dan berpikir, kuputuskan untuk membuka sosial media di komputerku. Dalam sosial mediaku, terdapat banyak kenangan antara aku dan Johnson yang sama sekali tidak bisa kulupakan, dimulai dari foto-foto yang aku post di sosial mediaku maupun sosial medianya sampai pesan-pesan singkat yang pernah dan sering kami lakukan dulu melalui sosial media tersebut. Setelah kubuka, aku pun mulai melihat-lihat foto kami sambil mengingat kejadian-kejadian itu sehingga seringkali membuatku terbawa suasana seperti gambar yang ada di foto tersebut. Kemudian aku mulai membuka riwayat pesan-pesan kami kemudian membacanya perlahan. Terdapat banyak kenangan di dalam pesan-pesan tersebut yang selalu bisa membuatku teringat dengannya walaupun dalam jarak sejauh apapun.
Saat sibuk membaca pesan-pesan tersebut dengan perlahan, tiba-tiba telfonku berdering. Pertamanya aku mengira bahwa yang menelfonku adalah Patrice, namun setelah kulihat ternyata itu bukan nomor Patrice, namun nomor orang lain yang tidak kukenal. Aku pun merasa bingung, apakah aku harus mengangkat telefon tersebut atau menolaknya.
Pada panggilan pertama, aku tidak mengangkat telefon tersebut. Kemudian pada panggilan kedua, ketiga, dan keempat aku juga melakukan hal yang sama. Namun, saat panggilan kelima, terpaksa aku angkat telefonku untuk menjawab panggilan tersebut karena aku merasa sangat terganggu dengan panggilan tersebut.
"Halo, dengan siapa ya?" Sahutku dengan suara halus karena aku tidak tahu nomor siapa dan takutnya itu adalah nomor orang penting, jadi kugunakan bahasa yang halus terlebih dahulu.
"Halo, apa ini Carl?" Jawabnya tanpa menhiraukan pertanyaanku sebelumnya. Dia juga menggunakan bahasa yang halus sama sepertiku. Dan sepertinya ini adalah suara seorang pria dewasa yang umurnya kira-kira sudah hampir 40 tahun.
"Iya dengan Carl sendiri. Ini siapa ya? Ada perlu apa?" Jawabku dengan sedikit agak kesal karena dia tidak menjawab pertanyaanku yang sebelumnya.
"Ohh baguslah kalau ini Carl. Apakah kau mengenal Johnson? Anak Chicago itu?" Tanyanya kembali sehingga membuatku semakin bingung siapakah orang sebenarnya dibalik ini.
"Kenal, sebenarnya siapa anda dan ada perlu apa?" Jawabku dengan sedikit menggunakan nada agak ketus karena merasa sangat terganggu dengan pertanyaannya dan telefonnya yang membuatku bingung.
"Ohh syukurlah kalau itu kau Carl, teman anakku Johnson. Bagaimana kabarmu? Apakah kau sudah bertemu dengan saudara kembar Carl? Bagaimana kabarnya? Dan bagaimana kabar ibunya? Pastinya kau tentu tahu bukan?" Tanyanya, sehingga membuatku terkejut setengah mati karena yang menelfonku sebenarnya adalah ayah Johnson dan ayah Patrice.
"Ohh maaf sebelumnya om, saya kira om itu siapa karena om dari tadi tidak menjawab pertanyaan saya satupun. Saya kira om adalah orang jahat hehehe. Kabarku baik-baik saja om, Patrice kah om? Sudah kok. Dia baik-baik saja bersama ibunya dan dia adalah anak yang cantik dan baik sama seperti ibunya. Sekali lagi maafkan atas kesalahpahamanku tadi ya om hehehe." Jawabku sambil menahan sedikit rasa malu karena rasa curigaku yang berlebihan terhadap ayah sahabatku sendiri.
"Iya tidak apa-apa kok nak. Memang sengaja om tadi tidak memberitahu dulu, karena om memang mau memastikan bahwa kau benar Carl teman anakku atau bukan. Syukurlah kalau mereka tidak apa-apa. Ngomong-ngomong apakah kamu sudah berteman baik dengan Patrice?" Sahutnya menjawab perkataanku tadi.
"Sudah kok om, berteman dengannya sama dengan berteman dengan Johnson, mungkin karena mereka kembar kali ya, jadi mereka mempunyai sifat yang sama. Oo iya om, akhir-akhir ini Johnson kok tidak pernah membalas panggilanku maupun pesanku ya? Apakah om tau?" Jawabku
"Maafkan soal anakku Johnson ya... dia belakangan ini sibuk dengan berbagai kegiatan di sekolahnya dan selain itu setelah hpnya di jual, akibat kesibukannya itu, dia tidak sempat untuk melihat-lihat hp di toko hp. Tolong maklumi ya nak." Jawab ayah Johnson dengan nada yang lembut kepadaku.
"Ooo iya tidak apa-apa om." Jawabku dengan merasa tenang karena pertanyaanku selama ini akhirnya sudah terjawab mengenai alasan mengapa Johnson tidak pernah membalas panggilanku maupun pesanku.
"Ya sudah nak ya, om mau kembali bekerja dulu. Terima kasih infonya ya. Tolong simpan nomor ini, takutnya sewaktu-waktu om menelfonmu. Sampai jumpa." Jawabnya yang ingin mengakhiri panggilan kami.
"Iya om sama-sama. Akan kusimpan kok. Sampai jumpa." Sahutku kemudian menutup panggilan kami. Tak terasa, kurang setengah jam lagi Patrice akan datang. Aku pun segera mematikan komputerku dan beres-beres ruang belajarku yang akan digunakan kami untuk belajar bersama dan mengerjakan pr bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
F.R.I.E.N.D
Teen FictionTeman, teman dan teman.... hufft sepertinya tidak ada orang lain yang paling mengerti aku selain sahabatku yang satu ini. Dimulai dari perpisahan kami yang terasa begitu berat hingga kami harus terpisah oleh jarak dan waktu. Namun sahabatku adalah o...