.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Muklis mendengus sedih. Kini ia dan Nazla sedang berada di warung Mang Udjo. Tadi pagi Nazla merengek jijay jijay minta dibeliin bakso.
"Jangan lupa bayar ya dek!" bilang Mang Udjo.
Sementara itu ditengah hujan Kirana menangis. Ia juga sudah minta pada Gunawan untuk membawanya makan mie ayam.
Tapi Muklis lebih memilih membawa Nazla bersamanya. Kirana sangat sedih, mengingat rasa mie ayam Mang Dedeh itu sangat menggiurkan. Tak terasa liurnya menetes perlahan-lahan.
Sekarang Kirana lagi ada di kelas, membayang-bayangkan mie ayam sampai guru membangunkan lamunannya.
"Woi! Bangun kamu!" ujar guru itu sedih.
"Eh ibu.. Hehe...." ujar Kirana melenggos.
"Hehe, hehe! Kamu ini!" tegur ibu itu sambil menunjuk Kitana dengan telunjuknya.
Lalu Kirana menjawab. "Ibu ini!" katanya sambil menunjuk bapak itu dengan telunjuknya.
"Hah saya?" bapak itu celongokkan. Kirana mengernyitkan dahinya. "iya elo!" sahutnya senang. Wajahnya sangat masam.
Tiba tiba Nazla datang dengan temannya yang pitak, dan dua orang tak dikenal.
"Ada apa ini?" tukas si dua orang tak dikenal secara berbarengan. Kirana melongok. "Lah kalian siapa?"
"Gini kir..." Nazla menepuk bahu Kirana sedih. "Gw.... Gw harus pindah sekolah!!" ujar Gunawan melanjutkan.
"Woy yang pindah sekolah kan gw!" geram Nazla.
"Sebenernya gue ga ngerti loh, apa yang sedang terjadi disini." ucap Guru yang membuyarkan lamunan si Kirana lalu pergi dari sana. Padahal sepuluh menit yang lalu dia bilang bakal nahan ni kelas 2 jam. Wajahnya terlihat sedih, seperti sedang tersiksa. "Dan siapa kalian?" tanyanya pada dua sejoli tak dikenal.
Si cowo mendengus dan maju kedepan kelas. Dengan wajah songong, ia merobek lengan baju kemejanya.
"Nama gue Sunanto. salam pada kalian semua yang tidak mengenal si tampan gue."
"Homooo" teriak seseorang dari belakang. Sunanto mengernyitkan dahinya dan memplototi orang yang memanggilnya homo itu.
"Siapa yang bilang homo?!" geram Nanto. Seorang jangkung dari belakang berdiri dengan anggunnya.
"Gue yang ngomong.." ucapnya lemah sembari menjilat bibirnya. Sunanto terdiam, lalu memerah.
"D-diem lu" jawab nanto sedih.
"Hentikan kehomoan ini." ucap sebelah manto. Itu adalah seorang gadis. Ia mempunyai paras yang biasa aja.
"Nama gue Nadia. Dengan berat hati gue mengatakan bahwa gue ini kembaran si Sukismo." Nadia menunjuk sebelahnya.
"Nama gue SUNANTO ELAH. KAPAN SIH LU INGET NAMA KEMBARN LO SENDIRI?!" GERAM NANTO. Nadia memicingkan matanya. "Tapi kak bukannya nama lu Suparmo?" tanyanya sedih.
"IH GUE SUNANTO." elak nanto jijay.
"Oke." Kirana menengahi. "Siapa nanto yang sesungguhnya disini?!" geramnya sedih.
Baik Sunanto maupun Nadia berpandang pandangan. Lalu mereka menjabat tangan Gunawan penuh haru. Elu! Selamat! Selamat!"
"Ya intinya kita itu kembar. Udah." nadia ucap sambil mengibaskan poninya.
"udah udah capek! Cepat kalian duduk." ucap gurunya dengan nada melengking. Akhirnya nazla gajadi pindah dan malah duduk.
Nanto duduk disebelah si terduga homo itu dengan perasaan dag dig dug.
Si humu, namanya arkan, lagi-lagi menjilat bibirnya dengan wajah seduktif kearah nanto.
"temui aku...dibawah pohon bringin nanti" ucapnya lemah lembut. Nanto deg degan. Baru aaja dia pengen jawab, si Nadia dateng.
"Sukismo, lo ngomong sama siapa?" tanyanya. Nanto mengernyitkan dahinya "dah gue bilang nama gue Sunanto..dan gue ngomong sama orang itu." ucapnya sedih dan pas dia liat kearah si homo, si homo ilang.
Sunanto membeku.
"J-jadi tadi gue ngomong sama siapa?"
Glek.
.
.
.
[ a/n : yey gue ga galau lagi ]
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekali Saja
AléatoireSebenarnya ini cerita apa? Ayo ade ade. Coba bantu. Author jelaskan. . . . . . "Tenang saja Kirana, kau akan baik-baik saja." Tapi apakah Kirana benar-benar baik saja? Jika benar begitu, kemana ia pergi selama sepuluh tahun ini? Alung juga masih tid...