1. Upacara

1K 30 7
                                    


Karena atmosfer yang mulai menipis, sinar matahari dengan mudahnya masuk menembus lapisan lapisan awan, matahari menyapukan panas teriknya di kulit wajahku yang bewarna sawo matang. Peluh peluh keringat mulai berjatuhan dari dahiku dikarenakan berdiri cukup lama di tengah lapangan. Mataku mengikuti pergerakan kedua laki laki yang berdiri berhadapan. Tidak. Mereka tidak homo. Mereka sedang menggerek bendera diiringi melodi Indonesia Raya yang mengalun lembut. Manik hitamku mulai menggeliat ke sana ke mari, menangkap sosoknya yang berdiri dipaling depan barisan. Tubuhnya pendek untuk ukuran cowok, tetapi walau begitu caranya berdiri tegap membuat ia tampak sama besar dengan lelaki lainnya. Aku tersadar setelah mendengar aba-aba regu pengibar benderaku untuk 3 langkah mundur kebelakang. Setelah penghormatan bendera, dengan kaki yang seirama kami mulai meninggalkan tengah lapangan menuju tempat dimana pengibar bendera berada. Mataku sempat melirik sosoknya yang kini menggaruk tengkuknya yang gatal. Behelku terlihat tatkala terkekeh melihat tingkahnya. Beberapa menit kemudian, upacara pun selesai.

***

Upacara telah selesai. Seluruh siswa pergi berhamburan kembali ke kelasnya, entah untuk menyiapkan buku pelajaran atau kembali bermain kartu jitak. Sedangkan kami anggota paskibra dituntut untuk berkumpul setiap usai upacara. Melelahkan. Tanganku sedari tadi menyibak kerah kemejaku. Tampak Mawar, Dee, dan Jesika bercanda gurau di depan kelas. Enak sekali, mereka tak perlu berpengap-pengapan lagi di hall.

"Yo, Via!"

Aku menoleh ke belakang, masih menyibakkan kerah kemejaku. Tampak Kak Bry, Abryanda Kristi, senior paskibraku menyunggingkan senyum khasnya.

"Apa lau?" Aku mengernyitkan dahi, kok hall makin panas.

"Weis, ganas banget mba? Mirip singa kepanasan."

Aku hanya melengos pada candaannya yang garing dan sebutan singa kepanasan itu.

"Memang panas kok," kataku cuek.

"Haduh, kasian banget tuan putri kepanasan, sini abang kipasin," sahutnya sambil menggerakkan tangannya layaknya mengipas.

Labil banget nih anak, tadi manggil aku singa sekarang malah tuan putri. Dengan mengernyitkan dahi sekali lagi aku memilih untuk berjalan menjauhi kak Bry, tidak memperdulikan seribu kata yang keluar dari mulutnya.

Di hall anggota paskibra mulai hilang-hilangan, tampaknya berkumpul seusai upacara ini merupakan suatu hal yang tak berguna. Dengan perlahan aku berusaha keluar dari hall tanpa sepengetahuan anak paskibra yang lain, terutama senior, seperti kak Bry. Dan sudah dapat kalian duga, ya, aku berencana untuk kabur. Aku lebih baik pergi ke koperasi dan minum jus buah seharga 4 ribu daripada berdiri kepanasan di hall tanpa melakukan apapun. Kakiku kembali melangkah pelan, sedikit lagi aku akan keluar dari tempat pengap ini. Tinggal satu langkah lagi dan yes! Aku berhasil keluar. Setelah keluar dari pengap area itu aku berlari secepat mungkin agar tak ketahuan oleh yang lain. Peduli jenggot sama absen ekstrakulikuler atau apapun itu, yang penting aku bisa beli minuman dingin penghapus dahagaku di koperasi.

***

"Waduh, duh, sakit gilak!" kataku saat beberapa mundur setelah menabrak sesuatu.

Memasang ekspresi galak, aku meluruskan pandanganku siap mengomeli orang yang menubrukku. Tetapi ekspresiku luntur saat melihat siapa yang kutubruk. Randra Al Gozali.

Revia, ayo jaim, ayo jaim.

"Maaf ya, kak. Gak sengaja tadi," kataku sambil tersenyum manis.

Sedangkan yang diminta maafin hanya menyipitkan matanya heran, lalu melepas headsetnya. Gila, nih kakak kelas idamanku dengar lagu EDM dengan volume yang terlalu besar. Bahkan aku dapat mendengarnya walau jarak kami cukup jauh.

"Ha? Apa?"

"Aku bilang 'maaf, ya, kak. Gak sengaja tadi," ulangku kembali, masih menampakkan senyum termanis ku.

"Ah, iya, gak apa kok," Jawabnya datar lalu memasang headsetnya kembali dan jalan melaluiku.

Aku menghembuskan nafas lega, tadi itu merupakan tantangan yang sangat besar untukku. Untung tidak kuomelin. Jika iya, doi bisa menjauh. Saat akan melangkah, kakiku terhenti, tatkala melihat sesuatu yang abu abu di lantai. Apa itu? Uang 2 ribu? Mengingat tadi aku menubruk kak Randra, bisa jadi uang ini adalah miliknya.

Aku berbalik, untung dia belum jauh. Karena di berjalan sambil sedikit berjoget seiring lagu EDM di telinganya. Aku berjalan cepat, menghampiri tubuhnya yang sedikit meliuk sembari berjalan.

"Kak! Ini ada uangmu jatuh,"

Dia berbalik dan menatap benda berharga yang terjepit diantara jariku. Lalu memeriksa kantung bajunya, kedua matanya terbelalak.

"WANJIR! IYA, UANGKU ITU!" serunya lalu merebut uang itu dari jariku, "Makasih, yah, dek."

"Sama-sama, kak. Lain kali hati-hati," balasku

Belum aku berbalik sempurna ia kembali memanggilku.

"Tunggu, dek," panggilnya.

"Ya kak?"

"Siapa sih namamu?"

"Revia, kak. Revia Anita Rahayu" jawabku sambil tersenyum manis untuk kedua kalinya lalu berlalu pergi.

Apa kak Randra mulai tertarik padaku?

***

Randra: gak, aku nanya namanya karena nama badgesnya Sarah Yunita Rahayu, mirip sama nama kakak kelasku dulu.




Author note:

Hai hai, terima kasih sudah membaca. Maaf kalau sedikit aneh dan garing.

oh iya, ada sedikit pemberitahuan dari saya, bahwa cerita ini bisa dibilang cerita yang 'slow update' jadi mohon bersabar untuk chap-chap selanjutnya.

DANKE!

AADR (Ada Apa dengan Randra)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang