2. Pengedar

493 16 6
                                    

Well di akhir cerita ada Author note, tolong dibaca yah

***

Seperti kata orang awam hari minggu adalah hari untuk berkumpul dan bersantai dengan orang-orang terdekat. Itulah yang kulakukan pada hari minggu yang panas ini. Duduk dipinggir pantai sambil meminum air kelapa yang entah sudah berapa banyak kuminum. Melihat Dee, Mawar, dan Jesika dengan asiknya bermain air asin(?) nun jauh disana. Hiperaktif sekali, pikirku sambil sekali lagi menyeruput air kelapa yang kuminum sedari tadi. Tetapi jika kalian pikir ini adalah kemauanku, kalian salah besar. Sangat salah. Super duper salah. Bisa dibilang. Aku... dipaksa. 3 preman (baca: Mawar, Dee, dan Jesika) ini memaksaku turun dari kasur, melemparku ke dalam kamar mandi, dan memakaikanku pakaian pendek-meskipun cuma celananya aja yang pendek-milik Mawar. Agar berkesan "kepantai-pantaian" kata Mawar dan Dee. Sedangkan Jesika hanya no comment. Cewek berhijab satu ini hanya bisa menepuk-nepuk punggungku dan memberikanku roti saat kami telah sampai di dalam mobil Dee yang dikendarai kakaknya.

***

Mataku menyipit, karena terhampar sinar matahari yang terasa seperti berada di depan wajahku. 3 preman itu masih bermain air asin dengan aura "peduli syaiton dengan hitamnya kulit". Dan aku masih menyeruput air kelapaku yang ke-5, oke, aku bisa kembung gara gara air kelapa. Aku menaruh kelapaku di meja, memakai sendal jepit yang berwarna biru-kehijauan dan berjalan untuk menghampiri mereka.

Oh shit.

INI GILA, INI GILA!

Ini lebih panas daripada pinggir pantai!

Mataku melotot ke arah Mawar, Dee, dan Jesika. Mereka gak ngerasa panas ini?! Dengan langkah yang lunglai (baca: malas) aku masih berusaha menghampiri mereka.

"Woii...! Dee! Mawar! Jesika! Sini dong! Males aku jalan lagi!" teriakku dalam posisi yang masih jauh dari mereka.

Tak ada satupun yang menggubris. Aku kembali melangkah mencoba ke tempat mereka. Dan kulihat Jesika sepertinya menyadari keberadaanku. Demi Tuhan, hanya Jesika yang memiliki hati lembut, menyadari keberadaanku yang lemah di bawah sinar matahari (cerita ini bukan tentang Vampire!), dengan itu aku memblack listnya dari julukan preman.

"Revia! Ayuk sini!" teriaknya sambil melambaikan kedua tangannya.

Semangatku seperti penuh kembali. Aku melangkahkan kedua kakiku lebar, berlari menghampiri mereka. Baru saja sampai di depan Jesika, aku merasakan ada yang mendorongku dari belakang. Membuat aku terjatuh dalam lautan air asin, dengan wajah duluan yang tercebur.

"HAHAHAHAHAHA, ANJAYYY" tawa Mawar menggelegar dengan indahnya.

Sedangkan yang lainnya bertos-tos ria, sambil cekikikan melihat rupaku sekarang.

Okey, aku menarik pikiranku, Jesika masih merupakan seorang preman.

"Sudah bangun, belum Revia?" tanya Dee sambil mengulurkan tangannya.

"Gak, belom, masih tidur aku," jawabku sarkastik, "Ya, sudahlah, gak liat apa?"

"Habisnya kamu lemes-lemes gitu, sih. Yah, sekalian aja diceburin biar segar," balasnya cuek tidak mengindahkan sarkasmeku tadi.

Aku menghela nafas, hampir semua badanku basah kuyup. Baiklah, mungkin aku bisa masuk angin bila terus basah tanpa baju gan-

"Kalau mikir soal baju ganti, aku bawa dua kokk" kata Mawar seperti bisa membaca pikiranku.

Aku melongo menatap Mawar yang nyengir lebar membalas tatapanku. Aku berjalan kembali ke pinggir pantai dengan Mawar, Dee, dan Jesika yang mengikutiku dibelakang seperti anak ayam. Sepertinya mereka sudah lelah bermain panas matahari dan air asin. Bukan sepertinya, mereka memang sudah lelah, tetapi mereka masih dapat berjalan mendahuluiku yang lemah di bawah sinar matahari ini (sekali lagi bukan cerita tentang vampire!).

AADR (Ada Apa dengan Randra)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang