Seseorang merentangkan kedua tangannya. Menghirup udara bersih pagi ini dengan rakusnya seperti baru saja terbebas dari ratusan tahun terjebak dalam penjara bawah tanah. Ia membuka kedua matanya yang semula terpejam. Kilatan semangat dari matanya berubah sendu saat mendapati tatapan permusuhan seorang wanita dari balik jendela sebuah kamar.
Ia memasuki rumahnya menuju dapur, pandangannya kembali bertumbukkan dengan si pemilik tatapan permusuhan.
" Kamu baru mau mandi ya ?. Kamu mau dibuatin sarapan apa, Ju ? " Ia mencoba berkomunikasi dengan pemilik tatapan permusuhan meskipun ia tahu dengan pasti respond yang akan dia dapat. Hingga tubuh itu ditelan pintu kamar mandi tetap tidak ada jawaban untuk pertanyaannya. Gadis itu mengabaikannya. Lagi. Juan menolak keberadaannya. Lagi. Ia tersenyum, menelan bulat-bulat rasa pahitnya. Sesuatu di masa lalu itu akan terus bersamanya sampai mereka menemukan kata kunci untuk membuatnya pergi. Ia mengalihkan rasa nyeri di ulu hatinya dengan memasak.
***
Sebuah ketukan memecah kesunyian di meja makan mereka. Juan sedikitpun tidak beranjak dari kegiatannya, fokus menghabiskan sarapan secepat yang ia bisa. Wanita di depan Juan beranjak dari tempatnya duduk untuk melihat siapa tamu yang datang sepagi itu.
" Bagus, tamu itu menyelamatkan suasana yang enggak nyaman. Siapa malaikat yang datang se-pagi ini ? " Juan menenggak habis segelas susunya dan beranjak dari meja makan sialan itu. Setengah berlari ingin cepat pergi dari rumah sialan itu dan berterima kasih pada malaikat yang baik hati itu.
" Nah, itu anaknya. Ini Haikal udah nunggu katanya mau bareng kamu, Ju ".
Juan membeku, ia seketika menghentikan pergerakan kakinya. Tolong edit kata malaikat dari kalimat Juan barusan. Ia menghampiri Haikal dan ibunya dengan wajah tanpa ekspresi. Jenis pagi macam apa ini ?.
"Kita pergi dulu, Tan" Haikal berpamitan dan dibalas dengan anggukan –plus senyuman (selalu)- oleh ibu Juan. Tampak jelas kekesalan yang tidak bisa disembunyikan Juan tapi ia tetap mengekori Haikal menuju motor lelaki itu dan mereka perlahan menjauh dari pekarangan rumahnya.
Tidak ada percakapan di sepanjang perjalanan hingga tiba di parkiran sekolah yang masih sepi. Juan menyerahkan helmnya –koreksi helm milik Haikal- pada Haikal.
"Lo kenal nyokap gue ?". Kening Haikal berkerut untuk beberapa detik kemudian ia menganggukkan kepalanya menjawab pertanyaan Juan.
"Darimana ?"
"Dari tadi"
"Serius annjj... hmmp.. hmmp". Tahu apa yang akan dikatakan gadis itu, Haikal membekap mulut Juan dengan tangannya. Lagi-lagi sasaran empuk untuk Juan yang omnivora. Gadis itu menggigit telapak tangan Haikal membuat lelaki itu menarik cepat tangannya.
"Dasar karnivora" Haikal berdecak sambil mengusap lembut bagian yang di gigit Juan.
"Sok tau. Gue omnivora, Bung !" Juan menepuk sekali dadanya terlalu bangga akan kemampuannya memakan segala jenis makanan membuat Haikal menaikkan sebelah alisnya dan menggeleng tak percaya. Juan terbahak –yang ia sendiri tak tahu sebabnya- dan melenggang pergi menuju kelas dengan Haikal mengekorinya.
"Kal, elo mulai tertarik ya sama gue ?"
"Gue gay"
Juan berhenti mendadak membuat Haikal yang tepat berada di belakang gadis itu menubruk tubuh Juan "Elo kalau mau berhenti itu minggir jangan menghalangi jalan orang gitu dong". Juan tersenyum lega mengetahui kebenaran bahwa itu hanya kekhawatirannya yang berlebihan.
YOU ARE READING
Keyword.
General FictionJika itu sebuah kesedihan maka sesulit apapun ubahlah menjadi kebahagiaan walau sedikit. Jika itu kebahagiaan, maka berbagilah. Biarkan orang lain merasakannya meski sedikit. Jika tak selalu dapat menjadi sehangat matahari, maka berusahalah jug...