Third

19 2 0
                                    


Yogaswara paling rajin membenahi kamar kos nya. Kebiasaan seperti itu sudah ditanamkan sejak kecil oleh ayah ibunya. Ketika masih bersama mereka di semarang, Yogaswara mempunyai banyak tugas untuk mengatur rumah. Merawat tanaman di halaman rumah, mengepel lantai pagi dan sore, juga harus mencuci pakaian dinas ayahnya.

Kebiasaan itu terus berlanjut setelah ia merantau di Jakarta. Sementara ayahnya dipindah tugasnya ke Jayapura dua tahun yang lalu. Yogaswara tak memandang itu rumah sendiri atau tempat kos. Prinsipnya, tempat tinggal harus selalu bersih dan nyaman untuk di tinggali.
"Bersihkan lingkunganmu seperti membersihkan tubuh setiap hari" pesan ibunya ketika Yogaswara hendak berangkat ke Jakarta. "Menjaga kebersihan mencerminkan pribadi seseorang."
"Benar kata ibumu, Yoga" lanjut ayahnya.
"Berdirilah di kaki sendiri . Jangan selalu menggantungkan diri pada orang lain. Seseorang perantau harus dapat membawa diri dan tegar menghadapi segala rintangan. Pendirian Harus teguh dan penuh mawas diri, Apalagi hidup di kota besar seperti di Jakarta. Benteng iman harus kuat! Belajar hidup mandiri harus ada pada jiwamu. Menimba ilmu untuk mewujudkan cita-cita adalah tujuan pertama dan paling utama."

Ah, orangtua. Mereka selalu saja memberi Petuah-petuah emas bagi anaknya. Mereka memberikan arahan hidup yang begitu berharga dan bermakna. Mungkin inilah ungkapan kasih sayang ibu dan ayah, pikir Yogaswara.

Yogaswara Sadar ayahnya memang seorang lelaki yang tegar. Seorang prajurit yang patuh dan menyerahkan hidupnya untuk negara, Pangkat letnan satu didapatnya menjelang masa pensiun. Tetapi, kedudukan itu tak pernah dikeluhkannya. Menurutnya, pengabdian yang tulus kepada negara lebih berharga daripada sebuah pangkat yang tinggi jika masih pamrih.

Yogaswara menata buku-buku kuliahnya di rak. Sementara Dicky masih terlelap tidur. Cowok itu memang paling getol tidur. Tak heran jika tubuhnya semakin gemuk saja.

Ayah Dicky juga anggota ABRI, seorang perwira menengah. Di Semarang kedudukannya lebih bagus ketimbang ayahnya Yogaswara. Apalagi Dicky anak bungsu dari tiga bersaudara. Itu sebabnya kemanjaan Dicky masih sering tampak manakala menghadapi masalah yang agak rumit. Kedewasaannya masih jauh di bawah Yogaswara kendati usia mereka sebaya.

~~~

"Hoaaahh...!" Dicky menggeliat dan menguap lebar-lebar
"Jam berapa,Ga..?"
"Hampir jam lima. Bangunlah..," sahut Yoga sambil meletakan bukunya yang terakhir pada rak meja belajar.
"Kamu gak tidur ya?" tanya Dicky.
"Tanggung, Dick. Lagi pula kamar kita berantakan begini.."
"Sorry, aku nggak bantuin. Tapi jangan khawatir . Nanti kutraktir makan malam di Warung Padang"
"Kenapa kamu harus membayar jasa padaku," kata Yogaswara. Ditolehnya Dicky yang tengah mengucek-ucek mata "Laksanakan saja piketmu hari ini. Tugasmu kan mengepel lantai"

"Lagi males nih. Badan gemuk seperti aku paling sengsara kalau disuruh ngepel..," Keluh Dicky.
"Paksain dong! Kalau kamu cuma makan tidur saja, badanmu tambah bengkak. Olahraga sedikitlah supaya badanmu berangsur singset."

Dicky mengamati dengan teliti perutnya yang agak membuncit. Konon, berat badannya lebih lima belas kilogram di atas normal.

"Mana ada cewek yang naksir sama kamu kalau badanmu kayak tong begitu," sindir Yoga
"Apa benar pendapatmu itu, Ga?" Dicky kelihatan agak khawatir .
"Cewek manis dan bertubuh langsing seperti Asri ya jelas merinding melihat gemukmu. Coba kamu kurusan sedikit. Kamu kan sebenernya ganteng Dick" Sanjung Yogaswara yang disambut tatap gembira oleh Dicky .
"Duh, ge-er deh aku" Dicky tersenyum lebar.
"Oh, Asri... wajahmu memang asri. Cantik, maniss.. Hidungmu mancung. Bola matamu bagaikan kaca yang berwarna kecoklatan. Bibirmuu...,,hm.., gemas deh aku.."

"Tapi..," potong Yogaswara. Dicky menoleh ke arah temannya, menunggu komentarnya. Namun Yogaswara malah bersiul.
"Tapi apa?" tanya Dicky penasaran. Yoga menghentikan siulannya.
"Asri terlalu cantik buat kita..,"
dicky agak sedikit menganga mendengarnya.
"Buat Kita??"
"Ya."
"Hm. Jangan pesimis begitu, Yoga. Apa kita nggak merasa ganteng? apa kita nggak merasa bangga punya predikat mahasiswa?"
"Itu milik kita sekarang," Dicky mengibaskan tangannya. "Jangan Kuatir. Ayahku dulu berjanji akan membelikan aku mobil kalau nilai-nilaiku bagus. Nah, sekarang aku mau menagih janji itu. Kita akan bisa ke mana- mana naik mobil. Terus aku mau menggaet si Asri!" Ucap dicky penuh semangat .
Yogaswara tersenyum tipis.
"Kalau Asri kecewa dengan tubuhku yang gemuk, aku mau ikutan senam biar langsing. Hehe" lanjut dicky sambil tertawa kecil.

Dicky tak menyadari Kalau sebenarnya Yogaswara juga mulai jatuh cinta pada Asri. Gadis itu mirip sekali dengan Rosa, mantan kekasih Yogaswara di Semarang.

"Mangkannya cepetan ngepel..," kata Yoga dengan nada agak sedikit membentak.
" Yes! oke, Friend!" Dicky langsung meloncat turun dari tempat tidurnya. Diambilnya ember dan kain pel di jemuran belakang.

"Mas Dicky!," panggil seorang gadis dari balik dapur induk.
"Eh kamu Rin,," Dicky menoleh menghentikan langkahnya untuk masuk .
"Mas Yoga sedang apa?"
"Biasa, sedang bersih-bersih" sahut Dicky sambil tersenyum.
"Panggilkan dong sebentar."
"Ada apa sih? Mas Dicky juga mau kalau disuruh membantu Rina." Tawar Dicky. Gadis itu memang selalu ingin diperhatikan apalagi terhadap Yoga . Manja nya minta ampun. Sayang, masih imut-imut!
"Nggak ah rina mau minta bantuan mas Yoga saja. Mas Yoga kan pinter berkebun" elak rina .
"Emang nya Rina mau menanam apa sih? " tanya Dicky yang masih penasaran.
"Ada deh! ingin tahu saja" Sahut rina dengan raut wajah jutek lalu dirubahnya menjadi cemberut.
"Pokoknya panggilkan Mas Yoga. suruh temui Rina di taman!" lanjut gadis itu galak.

Rina cepat cepat menutup Pintu. Dicky nyengir kuda
"Si Rina paling-paling . Kayaknya cewe itu naksir berat sama Yoga" gumamnya sendirian.

Dicky Bergegas menemui Yoga di kamar.
"SSsst..! Kamu di panggil Rina tuh di taman,, " kata Dicky sambil membanggakan senyum menggoda.
"Mau ngapain sore-sore bagini! Lagi pula aku kan belum mandi."
"Katanya sih dia mau menanam sesuatu. Kamu disuruh bantu.."
"Ada ada aja si Rina, Nggak tahu orang lagi Sibuk!," gerutu Yoga kesal.
Dicky menjawil Yogaswara
"Boleh juga tuh si Rina kalau kamu mau bersabar. Kalau sudah gede, oke punya dia!"
"Gombal, ah! Gila apa aku. Dia kan anak ibu kos kita."
"Justru itu. Kalau pacaran nggak mengeluarkan transport!" Jawab Dicky seenak perutnya. Dicky lalu menyengir sambil menatap kepergian Yogaswara.

****

Maaf kalo typo .
Next tap⭐⭐

Love Is YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang