1. Kamu Tahu Hubunganmu Harus Berakhir Ketika...

34.4K 3.4K 88
                                    


"Kaia, hubungi sekretaris baru Bu Verina... siapa itu namanya?"

"Darian, Pak."

"Ya... ya... itu... bilang, ada yang harus saya diskusikan mengenai hasil rapat tadi pagi setelah makan siang. Lalu... siang ini kita makan siang di luar, oke?"

"Baik, Pak," jawabku sigap, "apa saya perlu buat reservasi?"

"Ya... Ya... nanti saya kirim alamat serta nomor telepon restorannya. Terus..."

Dengan wajah sedikit menimbang - nimbang ditandai dengan kerutan di dahi lebarnya yang menghiasi wajah bulatnya, Yosi--bosku selama tiga tahun bekerja di sebuah perusahaan telekomunikasi-- berdiri sedikit gelisah dengan satu tangan menggaruk - garuk kepala pelontosnya.

"Tolong kamu hubungi Linda. Bilang, malam ini saya ada dinas ke luar kota jadi tidak bisa pulang ke rumah," pesan sang Bos Besar kemudian buru - buru masuk kembali ke ruangannya.

Sebelah alisku bertaut tinggi mendengar titah terakhir Yosi barusan. Seringkali aku menyesal harus melakukan pekerjaan semacam ini selama lebih dari 3 tahun. Berbohong, kepada istri - istri bosku atau bahkan teman kencannya. Hal yang juga sangat beresiko bagiku apabila para nyonya besar itu mendapati aku ikut bersekongkol dengan Yosi untuk membohongi para perempuan berjambul tinggi itu. Bukan hanya jambul, alis serta nada suaranya pun tidak kalah tinggi setiap kali mereka berhadapan denganku.

Kalau kalian pikir menjadi sekretaris seorang big boss adalah sebuah anugerah, tidak demikian bagiku. Tidak kalau bos kalian adalah seorang lelaki kepala 4 dengan dua istri yang tidak pernah akur dan selalu menjadikanmu antek - antek mereka untuk mengawasi suaminya yang centil dan mata keranjang. Atau yang lebih buruk, Linda, Sang Istri muda bahkan seringkali menyiratkan kecemburuannya padaku.

Tentu, Yosi harus memberikan 'bonus' ekstra untuk 'pekerjaan sampinganku' itu. Paling tidak, seminggu sekali aku bisa menikmati makan malam cantik di Jimbaran.

Aku mendesah lelah. Kuraih gagang teleponku dan kutekan serangkaian nomor di sana. Hanya sekali terdengar nada sambung dan suara berat seorang lelaki langsung menyambutku. Suara lelaki yang paling aku hindari di kantor ini beberapa minggu belakangan sejak awal lelaki itu bergabung di kantor kami.

"Darian, Pak Yosi ingin diskusi dengan Ibu Verina mengenai rapat tadi pagi di ruangan beliau setelah makan siang. Mungkin sekitar... jam 1 atau jam 2 nanti."

"Oke. Ada lagi?"

"Nope," balasku cepat ingin segera mengakhiri percakapan kami.

"Um... Kay? Malam ini ada acara?"

Oh God, not now.

"Yes. Gue ada rencana nge-gym malam ini."

"Oh ya? di tempat biasa?" tanyanya semakin bersemangat. Aku memutar bola mataku seraya menerka - nerka.

"Iya, tempat biasa," jawabku sambil masih mengira - ngira 'tempat biasa' mana yang dimaksud Darian. Seingatku, aku tak pernah mengatakan pada lelaki itu dimana tempat fitness langgananku.

"Gue boleh gabung?" tanya Darian semakin bersemangat.

"Hm... kayaknya enggak deh, Dar. Soalnya... tempat fitness gue itu khusus untuk ladies..." tuturku bohong. Aku memutar bola mataku untuk yang kesekian kalinya. Merasa lelah dengan usaha Darian yang terus mencoba mengajakku pergi keluar bersamanya.

Hell, no. Aku nggak akan berkencan dengan seorang sekretaris. Kenapa?

Sejauh pengalamanku menjadi seorang sekretaris, satu hal pelajaran yang aku dapat secara alamiah adalah... seorang sekretaris harus pintar - pintar mengambil hati bosnya. Bahkan bukan jarang pula jika seorang sekretaris memiliki affair dengan atasannya tersebut demi kelancaran serta kesuksesan karir mereka.

The Bridesmaids Tale #2: Portrait of a LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang