Ada beberapa hal menyebalkan dalam hidup ini:
1. Potong rambut terlalu pendek atau mungkin hairdresser-mu kurang profesional;
2. Ingin makan mie rebus saat hujan tapi kamu tidak memiliki stok telur di rumah;
3. Memiliki janji bertemu dengan teman tapi tiba-tiba dibatalkan padahal kamu juga punya janji yang tak kalah penting yang sudah kamu batalkan demi bertemu dengan temanmu itu;
4. Di saat orang lain bisa makan satu porsi nasi padang tanpa khawatir berat badan mereka akan naik sedangkan kamu hanya memakan dua potong donat kentang dan beratmu bertambah satu kilogram.
5. Bertemu mantan kekasih yang sedang menemani ibunya belanja di supermarket.
Pada dasarnya aku kurang suka membahas kembali masa lalu, terutama terkait masalah mantan teman kencanku. Tetapi yang namanya kebetulan memang ada dan tak pernah terduga. Ya, namanya juga kebetulan, kalau terduga, itu namanya direncanakan. Dan di antara beberapa hal menyebalkan dalam hidup, kesialanku hari ini jatuh pada pertemuan tak terduga dengan salah satu mantan teman kencan terlamaku, Emeir, cucu keturunan raja minyak dari Timur Tengah.
Spontan aku memutar keranjang belanjaku ke sisi lain supermarket. Sayangnya terlambat, mata setajam burung elang dihiasi bulumata lentik dan panjang itu lebih dulu menangkapku. Pandangan kami bersirobok. Susut bibir Emeir terangkat melihatku.
Sesaat ia berbicara kepada ibunya yang merupakan keturunan Arab-Indonesia kemudian berjalan menghampiriku.
Oh, tidak. Jangan sekarang.
Aku lekas meraih ponselku demi memeriksa apakah ada sisa makanan terselip di kawat gigiku.
"Hai, Kaia," sapa Emeir dengan sedikit aksen timur tengah khasnya seraya mengankat satu tangan. Ia tersenyum manis padaku yang kubalas dengan senyuman memaksa.
"Hai, sama siapa?" tanyaku basa-basi.
Emeir memutar tubuhnya dan menunjuk perempuan yang kini tengah memilih sayuran segar di rak kaca pendingin. "Dengan umi saya," jawabnya kemudian kembali memutar tubuhnya menghadapaku. "Kamu sendirian?"
Sialnya... "Ya," jawabku apa adanya.
Emeir menganggut-anggut kemudian memerhatikan keranjang belanjaku dan tertawa. "Kamu masih seperti dulu, ya."
Aku mengerutkan keningku mendengar perkataannya lalu ia menunjuk beberapa barang belanjaanku sebagai gantinya. "Coklat, es krim, marshmallow, makanan ringan...."
Aku tertawa salah tingkah.
Pertemuanku dengan Emeir bermula dari perkenalan tak terduga di sebuah klub mobil. Kebetulan teman kencanku saat itu--Rendra memang salah satu anggota aktif klub mobil tersebut layaknya Emeir. Kedekatan kami terjalin saat aku seringkali mendapati Emeir mencuri lirik ke arahku dengan malu-malu. Kebetulan saat itu aku mulai jenuh dengan sifat posesif Rendra yang membuatku merasa seperti peliharaannya ketimbang teman kencannya, sampai akhirnya aku memutuskan untuk menyudahi hubunganku dengan Rendra dan mulai menjalin hubungan dengan Emeir.
Memang sempat terjadi persilisihan hebat antara Rendra dan Emeir hingga menyebabkan Rendra yang notabene tidak memiliki pengaruh sekuat Emeir memutuskan untuk keluar dari klub mobil tersebut.
Singkat cerita, kisah asmaraku dengan Emeir berlangsung hampir mencapai satu tahun hingga akhirnya aku menemukan lelaki itu memiliki sedikit masalah dalam hal mengendalikan emosinya sendiri dan selalu mengandalkan uang tak berserinya itu tanpa mempertimbangkan perasaanku. Dipikirnya aku ini hanya perempuan matre yang mengincar hartanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bridesmaids Tale #2: Portrait of a Lady
RomanceBagi seorang Kaia Prisha Nindita menjadi incaran para lelaki sudah menjadi bagian dari hidupnya. Setidaknya sampai ia bertemu dengan Rezka Adinugraha, sang pelukis manis yang juga merupakan pemilik kedai kopi favoritnya. Kaia penasaran setengah mati...