2. Agen Mata-Mata Penjaga Balita yang Cantik

26.8K 3.2K 91
                                    

Sebelum aku memulai misiku hari ini, aku sempatkan untuk menemani Jasmine bermain dan mengantar bocah kecil itu ke rumah Mbak Maia, kakak keduaku yang juga tinggal di Bandung. Kedua orangtua Jasmine--Mbak Raia dan Mas Rama--kebetulan memiliki acara reuni SMA hingga malam dan tak tega rasanya kalau harus membawa Jasmine yang tampaknya sedang kurang sehat.

Awalnya Mbak Raia ingin aku menjaga Jasmine di rumah, namun mengingat aku memiliki misi hari ini, aku terpaksa menitipkan Jasmine kepada Mbak Maia tanpa sepengetahuan Mbak Raia. Toh, mungkin misiku tidak akan berlangsung lama. Aku bisa kembali ke rumah sebelum Mbak Raia sampai lebih dulu.

Nyanyian suara nyaring Jasmine menggema di dalam mobil. Gadis mungil berambut ikal itu duduk manis di kursinya seraya bertepuk tangan riang. Dari gelagatnya, bocah cilik itu tampak sehat, sama sekali tidak kelihatan seperti bocah yang terserang demam.

"The people on the bus go up and down... up and down... up and down!" seru Jasmine seraya menggoyang-goyangkan kepalanya ke kanan dan ke kiri. Sesekali ia menunjuk jalanan di hadapan kami hanya demi memberitahuku bahwa lampu lalu lintas sudah berganti menjadi hijau dan itu berarti mobil kami boleh kembali berjalan.

"Aunty, kita mau kemana sih?"

"Kita mau ke rumah Aunty Maia, sayang," jawabku lalu tak lama mobil kami berhenti di depan rumah kakak perempuan keduaku. "Nah, sudah sampai. Ayo, turun!"

Aku menggendong Jasmine bersamaku lalu kutekan bell di dekat pagar dan tak lama Mbak Jum, asisten rumah tangga milik Mbak Maia berlari tergopoh-gopoh ke arah pagar.

"Loh, Mbak Kaia?" tanyanya terkejut melihat kedatanganku. "Ibu Maia baru saja pergi dengan bapak, katanya mau periksa ke dokter kandungan."

Aku melongo melas. "Loh, semalam katanya nggak mau pergi kemana-mana hari ini?" tanyaku bingung.

Mbak Jum menggeleng tak mengerti. "Perginya juga seperti nggak direncanakan, Mbak. Tadi sih Ibu sempat pesan, katanya kalau Mbak main ke sini suruh masuk saja, tapi Ibu sama bapak pulang malam, Mbak."

Aku menarik nafas panjang dan pasrah. Entah kenapa bocah kecil dalam gendonganku justru tertawa senang. "Hore, aku ikut Aunty!" teriaknya seraya bertepuk tangan.

Aku tersenyum pasrah ke arah Jasmine kemudian menoleh kembali kepada Mbok Jum. "Ya sudah, Mbok. Kalau Mbak Maia pulang, bilang aja aku tadi mampir sebentar, ya."

Mbok Jum hanya mengangguk singkat kemudian melambai-lambaikan tangannya pada Jasmine.

"Hati-hati, Mbak," ujarnya tepat sebelum aku masuk kembali ke dalam mobil.

Oke, pindah ke rencana B. Kita akan menjalankan dua tugas sekaligus. Agen mata-mata dan babysitter. Ugh!

****

Kedai kopi yang sama, pojok yang sama, dengan kopi yang sama serta partner seorang bocah perempuan cilik berumur 5 tahun rasanya tidak terlalu buruk, kecuali bocah itu merengek meronta-ronta minta dibelikan marshmallow di kedai kopi.

Sedari tadi, sembari menenangkan Jasmine yang mulai rewel minta dibelikan ini-itu, mataku tak berhenti mencari sosok lelaki kedai kopi itu. Siapa namanya? Ah, ya, Rezka.

Maafkan aku. Ingatanku mengenai nama lawan jenis memang sedikit buruk. Bukan karena aku terlalu sering berganti-ganti teman kencan, tapi karena seringkali aku mendapati nama yang sama dari setiap teman kencanku.

Percaya atau tidak aku pernah berkencan dengan Rezka. Rezka yang lain maksudku, bukan Rezka dengan rambut ikal, sikap dingin dan misterius namun menggoda hati itu. Rezka ini teman yang kukenal ketika aku berlibur ke Bali bersama Alana dan Audi. Kedekatan kami tidak berlangsung terlalu lama karena aku memutuskan bahwa pekerjaannya sebagai fotografer yang kami harus selalu berhubungan dalam jarak jauh tidak akan berdampak positif untukku.

The Bridesmaids Tale #2: Portrait of a LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang