LIMABELAS

38.4K 2.4K 223
                                    

Ps : Aku ngetik dan berimajinasi chapter ini sambil dengerin lagu..
Dadali- Disaat Sendiri.

*****

Sesampainya di rumah, Ali tidak langsung beristirahat atau mengisi perutnya. Ia langsung menuju ruang yang selalu ia kunjungi, ruang yang di dalamnya terdapat kenangan pahit. Dengan tangan bergetar, ia membuka handle pintu, ia berdiri dengan rapuh di ambang pintu, matanya yang merah dan basah menatap pigura foto berlapis perak yang menempel di ujung tembok, bibirnya bergetar, menahan sesak.

Lama ia memandangi pigura foto tersebut, kemudian dengan langkah tersiksa, ia berjalan, berdiri di hadapan pigura foto tersebut. Matanya berkaca-kaca, penuh luka, bibirnya bergetar dan pucat.

"Mommy...." Ali bergumam dengan suara serak, tersiksa, lalu sedetik kemudian air matanya mengalir tanpa di pinta. Air mata penyesalan yang mendalam. "Daddy..." suara Ali tercekat perih, air matanya berderai semakin deras, seluruh tubuhnya bergetar, "Denia..." Ali bersuara hampir tidak terdengar, tertanam luka.

"Ali.. Ali... Maafkan, Ali" Ali berkata dengan terbata, menahan perasaan sesak, nampak begitu tersiksa, "Ali tidak bisa. Dia bukanlah bagian dari bajingan itu, dia berbeda, dia..." mata Ali berkaca-kaca, bibirnya terkatup, pedih. "....Ali mencintainya" ungkapnya dengan perih. Dadanya penuh sesak, hatinya kosong, dan itu menyakitkan sekali.

Air matanya berderai, semakin deras, tidak tertahankan lagi, ketika memori saat ia menyakiti Prilly berputar di kepalanya. Kenangan pahit, mencuak bagai kepingan-kepingan yang melukai hati, kepingan kebersamaan yang sedikitpun tidak ada kebahagiaan, melainkan raungan yang penuh kepedihan.

Kaki Ali bergetar, matanya terpejam, dan sudut matanya yang tertutup mengalirkan air mata, di penuhi luka, menyesakkan dada. Nafasnya tersengal, tidak mampu menahan rasa sakit. Sakit yang sama sekali belum pernah ia rasakan, sakit yang seakan menyayat jiwanya, merenggutnya hingga meninggalkan luka yang mendalam.

"Aku... Aku menyesal. Rasanya sakit sekali" mata Ali terbuka, merah dan basah menatap pigura foto di hadapannya, tatapannya sendu, di penuhi rasa sakit yang menyesakkan dada, "Mommy... Daddy... Denia.. Kuharap kalian bisa mengerti... Aku.. Aku mencintainya" kata Ali parau, pelan dan serak. Bibirnya pucat, matanya mengabur ketika genangan air mata lagi-lagi memenuhi kelopak matanya.

Hening.

Kemudian, keheningan yang cukup lama itu tiba-tiba saja menghasilkan angin. Angin yang entah dari mana asalnya, angin yang menggetarkan hati, menenangkan jiwa, sangat pelan, membelai kulit dingin milik Ali, menyeruak keseluruh tubuhnya dengan hangat. Ali terperangah, tangannya bergetar menyeka air matanya. Ali dapat merasakan sesuatu yang baik menyelimuti benaknya. Ia tersenyum getir, tidak menyangka, bulu kuduknya meremang. Ia merasakan energi positif, mengaliri hatinya, dan Ali yakini dari ketika keluarganya.

"Apakah... Apakah ini tandanya?" suara Ali bergetar, matanya berkaca-kaca, terharu sekaligus sesak, menahan perasaan. "Ya, Tuhan! Terima kasih.." bibir Ali bergetar, lalu seteres cairan bening mengalir pada pipinya.

Ia terjatuh, dengan kedua lutut menopang berat tubuhnya. Bahu Ali bergetar, kepalanya menunduk, kemudian terdengar tangisannya. Tangisan yang di dalamnya terdapat berbagai rasa, rasa yang bercampur aduk di dalamnya.

"Terima Kasih... Aku mencintai istriku" gumam Ali terdengar tulus, menyentuh hati hingga terasa menyesakkan dada ketika menyadari kalau istrinya sekarang entah berada di mana.

"Tapi...tapi dia... Dia tidak ada, Ali.." Ia tidak bisa melanjutkan ucapannya, semuanya tertelan dengan rasa pahit, kemudian Ali kembali merasakan hembusan angin, hembusan yang memberikannya sedikit ketenangan. Bahu Ali semakin berguncang kuat, merasa tersanjung akan tetapi masih merasa hampa, semuanya kosong, hatinya kembali di renggut, menyakitinya luar dan dalam.

LOVE BEHIND HATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang