Chapter 15 : Kehilangan

9.5K 621 18
                                    

Chapter 15
Kehilangan




****



Aku duduk diam di atas branka-ku, menatap langit mendung di luar dari jendela kamar inapku. Aku baru siuman kemarin malam setelah menggalami krisi blast entah untuk keberapa sekian kalinya, aku tak bisa menghitungnya. Pertama kali yang kulihat adalah wajah Tante Anna yang begitu sembab dan kusut. Matanya begitu merah dan penuh linangan air mata.


"Sayang -" panggil Tante Anna yang menggenggam tangan kiriku, menggusap lembut punggung tanganku. "Mau makan sesuatu?" tanyanya.



Kutatap Tante Anna yang menatapku, tersenyum tipis kepadanya sembari menggelengkan kepala lemah, "Engga deh, Tante. Mulut Nja pait banget," jawabku.



"Dikasih buah apel ya biar ga pait," ujarnya lembut. Kugelengkan kepala lagi, aku benar-benar tak bernafsu untuk menggecap apapun. Tante Anna beralih duduk di tepi branka-ku, menggusap lembut rambutku. "Rambut kamu lepek nih!"




Aku mengganggukkan kepala mengiyakan, "Udah tujuh hari ga mandi atau cuci rambut, tan," ujarku dan kudengar Tante Anna terkekeh geli mendengarnya.




"Gimana kalo sekarang?? Udah kuat kan?" tanya Tante Anna menatapku, aku hanya mengganggukkan kepala -lagi. "Ayok!" ajaknya yang membantu bangkit meninggalkan branka-ku menuju kamar mandi yang tak jauh dari branka.





Tante Anna mendudukkanku di atas kloset, Tante Anna mulai menyiapkan kursi lebih mendekat ke arah washtafel dan menyiapkan sampo.



"Ayok sini!" suruhnya sambil menuntunku untuk duduk di kursi dan menengadahkan kepalaku di washtafel. Dia mulai membasahi rambutku yang sangat kusut dan memberinya sampo yang sangat harum. Benar-benar sangat menyegarkan. "Lebih baik?" tanya Tante Anna yang sedang membilas rambutku.




"Ya, lebih baik tante. Rasanya sangat segar sekali ini otak," jawbaku.



"Oiya, Panji sama Aryo sering dateng kesini waktu kamu masih tertidur,"



"Langit masih belum tahu kan tante?"



Tante Anna menggelengkan kepala sebelum menjawabnya, "Kamu yang minta buat ga ngasih tau Langit bukan?"




"Iya," jawabku lirih. Benar, aku yang meminta semua orang untuk tak memberitahukan kondisiku kepada Langit. Aku belajar untuk merelakan sekarang, lagipula aku tidak akan bisa bersama Langit terus. Ini waktunya aku mengalah untuk segalanya.




"Jangan mikir yang aneh-aneh. Kamu baru sadar, Nja,"


"Iya tante," jawabku yang seperti gumaman.



"Udah selese," pekik Tante Anna yang kemudian menarik handuk yang ada di balik pintu kamar mandi, menelungkupkannya di kepalaku. "Ayo!" Tante Anna kembali menuntunku keluar dari kamar mandi dan mendudukkanku di branka yang sudah rapi, sepertinya perawat datang kemari untuk merapikan kamar inapku. "Mau makan??" tanya Tante Anna yang sedang mengambil sisir di dalam tasnya.




"Nanti aja,"



"Yaudah. Sini Tante keringin dulu!" ujar Tante Anna yang kemudian mulai mnggosok rambutku dengan handuk setelah itu menyisir rambut dengan rapi.




"Bisa bantu Nja ganti baju juga?" pintaku.



"Tante siapin baju kamu ya, kayaknya Omah kemarin bawa baju-baju kamu," ucap Tante Anna yang membuka lemari pakaian dan menggaduk-aduk isi dari tas berukuran besar di dalamnya.


LANGIT untuk SENJA [FINISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang