Jeonghan mengayuh sepedanya dengan santai sambil menghirup udara segar kota Leiden. Udara malam kota ini adalah salah satu hal yang disukai pemuda cantik berambut panjang itu.
Sudah setahun dia tinggal di sini. Di negara Belanda, tepatnya di kota Leiden. Kota paling tua yang ada di negara ini. Kota modern yang tetap memegang teguh kebudayaan aslinya. Kota dengan kanal-kanalnya yang terkenal indah. Kota yang sangat Jeonghan sukai.
Di kota ini lah Jeonghan memutuskan untuk memulai hidup yang baru.
Hidup tanpa Choi Seungcheol.
Benarkah?
Jeonghan tersenyum.
Dia memang sudah menjauh dari kehidupan pria tampan itu. Tapi dia tidak dapat mengelak bahwa sejauh apa pun dia menjauh pemuda itu tetap selalu berada di hati dan juga fikirannya.
Sejauh apa pun Jeonghan menghindar, sesempurna apa pun Jeonghan mencoba untuk melupakan, sehebat apa pun Jeonghan menghapus perasaannya, sosok Choi Seungcheol tidak akan pernah hilang dari hatinya.
Bahkan setelah mendengar kabar bahwa Seungcheol akan segera menikah Jeonghan masih mencintai pria itu.
Iya, Seungcheol akan segera menikah. Minggu lalu undangan pernikahan mantan tunangannya itu sampai di kotak surat apertemennya.
Awalnya Jeonghan berencana untuk pulang ke Korea. Untuk datang ke pernikahan itu. Untuk membuktikan bahwa Jeonghan yang sekarang bukanlah Jeonghan yang dulu begitu mencintai Seungcheol.
Tapi Jeonghan salah. Dia fikir hatinya akan kuat melihat pemandangan di mana Seungcheol akan mengikat janji dengan Lee Jihoon. Bahkan dengan hanya membayangkannya saja pemuda cantik itu akan menangis di dalam kamarnya yang gelap. Sehingga dia memutuskan untuk tidak akan datang dan memilih menghabiskan waktu libur musim panas di sini.
Kembali Jeonghan merasakan hatinya berdenyut sakit hanya dengan membayangkan pernikahan Seungcheol esok hari.
Matanya terasa panas. Jeonghan sebisa mungkin menahan air mata yang kembali akan menetes. Setidaknya sampai di apertemen. Dia tidak boleh menangis di muka umum seperti ini.
Apertemen Jeonghan yang memang terletak di pusat kota sudah mulai terlihat. Jeonghan menaikan kecepatan kayuhannya agar segera sampai di apertemennya. Yang sekarang Jeonghan butuhkan memang hanya tempat tidur.
Jeonghan mengerem sepedanya tepat berada di depan apertemennya. Di parkiran khusus sepeda ketika seseorang menyebut namanya.
"Lama tidak bertemu Jeonghan-ie,"
Dengan segera pemuda berembut pirang itu menolehkan kepalanya ke arah belakang, dan sangat terkejut melihat pemuda yang selama ini mengisi hatinya berdiri di sana.
"Seungcheol?" Tanyanya dengan tidak yakin.
"Apa setahun tidak bertemu sudah membuat mu tidak mengenaliku?"
Jeonghan terdiam. Masih menatap Seungcheol dengan pandangan tidak percaya.
"Di sini dingin. Apa kau tidak berniat menyuruh ku masuk?"
.
.
.
.
.
Seungcheol menatap apertemen Jeonghan yang tertata dengan sangat rapi.Sekarang dia sedang duduk di depan tv sambil menunggu Jeonghan yang berada di dapur.
Tak lama setelah itu Jeonghan datang dengan dua gelas coklat panas yang mengepul. Cocok dengan cuaca malam ini yang dingin.
Dengan pelan Jeonghan memberikan segelas coklat panas pada Seungcheol yang diterima dengan senang hati oleh pemuda itu.
Jeonghan kemudian duduk di sebelah Seungcheol dan menatap wajah pria yang sangat dirindukannya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Love You
FanfictionJeonghan memang pria yang naif. Padahal sudah jelas Sengcheol tidak mencintainya, tetapi dia tetap menunggu.