My Turn

5.4K 377 22
                                        

Jeonghan mempercepat langkah kakinya. Sebisa mungkin membuat jarak yang cukup jauh dari pria yang tepat berada di belakangnya.

Rasa amarahnya masih di ubun-ubun. Dia benar-benar marah. Dia benar-benar kesal.

Apa maksud Seungcheol mengatakan hal seperti itu padanya.

Setelah selama ini dia mengabaikan perasaan Jeonghan lalu dia sekarang berniat untuk menikahinya?

Heh, jangan bercanda!

Jeonghan masih memiliki harga diri. Tak kan ia biarkan mantan tunangannya itu mengambil sesuatu yang tersisa dari dirinya.

Jeonghan mengembuskan nafasnya dengan kasar. Apertemennya sudah sangat dekat sebenarnya, tapi kenapa terasa sangat jauh? Apalagi dengan kehadiran pria itu yang terus mengikutinya dari belakang.

Dengan kesal Jeonghan membalikkan tubuhnya dan menatap Seungcheol,"Berhenti mengikutiku!" Teriaknya marah. Tak peduli dengan pandangan orang yang juga berada di jalan itu.

Seungcheol menatap Jeonghan dengan wajah polos, "Aku tidak tahu kota ini Jeonghan. Dan satu-satunya orang yang ku kenal di sini hanya kau. Kau tidak berniat mengusir ku kan?"

Jeonghan memejamkan matanya. Menahan amarah yang masih ada di dirinya. Saat ini dia benar-benar ingin memukul wajah -sok- tidak berdosa Seungcheol.

Tidak akan mengusirnya dia bilang? Bahkan saat ini ingin sekali Jeonghan menendang pria ini pulang ke Seoul.

"Jadi kau akan menyuruhku keluar? Di malam seperti ini? Tapi aku tidak tahu harus ke mana lagi? Kau tega membiarkanku menjadi gelandangan di kota ini?"

Kembali Jeonghan menghela nafasnya. Mencoba sekali lagi untuk meredam kemarahannya.

Semenyebalkan apa pun Seungcheol, sesakit apa pun luka yang pernah pria ini buat pada hatinya, pria ini tetap lah sahabatnya, pria ini tetaplah orang yang dicintainya. Mau bagaimana pun Jeonghan tidak akan tega membiarkannya menjadi gelandangan di negara yang memang belum pernah lelaki itu datangi.

"Hanya malam ini. Hanya malam ini kau boleh tidur d rumah ku. Besok kau harus segera keluar." Ucap Jeonghan, lalu melanjutkan langkahnya kembali kembali ke apertemen nyaman miliknya.

Tanpa Jeonghan sadari, Seungcheol yang berada di belakangnya menampilkan senyum getir. Menatap punggung Jeonghan yang mulai melangkah jauh kemudian beralih menatap tiga tangkai mawar merah di tangannya yang sempat diberikannya kepada pria itu.
.
.
.
.
.
"Jeonghan-ah aku lapar, tadi kita belum sempat makan malam,"

Jeonghan yang baru saja membaringkan tubuh lelahnya di atas tempat tidur dikejutkan dengan suara Seungcheol di depan pintu kamarnya.

Ingin rasanya Jeonghan mengabaikan panggilan Seungcheol. Ingin rasanya Jeonghan mengabaikan keberadaan pria itu di apertemennya.

Tapi ini adalah Jeonghan. Pria naif yang selama ini hanya mencintai Seungcheol. Terlalu mencintai Seungcheol. Bukan kah sudah pernah dikatakan bahwa seperti apa pun Jeonghan mencoba untuk mengabaikan pria itu dia tidak akan sanggup?

Lagipula dirinya sendiri juga lapar, jadi dengan pelan Jeonghan bangun dari tempat tidurnya. Melangkahkan kaki telanjangnya pada pintu yang menjadi pembatas antara dia dengan Seungcheol.

CKLEK

"Minggir!"

Seungcheol menurut dan langsung menggeser tubuhnya dari hadapan Jeonghan. Pria itu sadar Jeonghan tidak dalam mood yang baik. Dan itu karena dirinya.

Dengan telaten Jeonghan menyiapkan peralatan untuk memasak makan malam mereka yang sudah sangat tertunda. Sekarang sudah jam 10 malam, sudah sangat jauh dari waktu makan malam.

Just Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang