"Abe?Apa kau sudah menemukannya?" Tanya Aby yang baru saja bangun dari tidurnya dan sedang menuruni tangga.
Tak ada jawaban.
"Abe?"
Abe tetap tak bergeming. Dan saat Aby memandangnya, Abe masih terlelap di depan laptopnya.
Perlahan Aby menghampiri Abe. Dan memijat pelan pundak Abe, yang saat itu Abe masih tertidur.
Merasa ada yang menyentuhnya, dan tau bahwa itu Aby, Abe langsung memegang tangan Aby pelan.
"Maaf aku ketiduran" ujar Abe masih dengan suara yang tidak jelas karena baru saja bangun.
"That's fine, Im gonna make breakfast, just stay where you are" ujar Aby yang sambil berlalu menuju dapur.
Abe mengangguk pelan dan memijat pelan dahinya. Ia meraskan pusing yang di alaminya. Dia tak ingat apa yang terjadi tadi malam seolah-olah ada yang datang ke rumahnya. Tapi dia tak ingat siapa yang datang.
Flashback on.
1:00.a.m
Tok
Tok tok
Suara pintu di ketuk terdengar oleh Abraham. 'Siapa yang datang malam-malam begini?' pikir Abe beralih dari laptopnya dan berjalan menuju pintu.
Dia di depan pintu, dan membuka pintu yang sudah terkunci dari tadi. Saat membuka pintu ada seorang gadis bertubuh kecil. Dia membalikkan badannya.
"What are you doing, in this midnight?" Tanya Abe dengan aksen British-nya.
Gadis itu tidak bersuara. Masker yang dipakai menutupi sebagian wajahnya dan hanya matanya yang terlihat.
Tanpa sadar ada benda yang menancap di leher Abe, dan saat itu semua menjadi gelap.
Flashback Off.
Dia ingat ada yang datang tadi malam. Tapi dia tidak ingat lagi apa yang terjadi. Dia memegang lehernya yang terkena benda semacam jarum. Tak ada bekas luka tapi dia masih merasakan pusing yang amat sangat. Apa dia bermimpi tadi malam.
"Aby bisakah kau bawa aspirin kemari?" Teriak Abe di ruang tamu yang tidak terlalu jauh dengan dapur.
"Wait a minute?" Teriak Aby yang sedang membuat pancake.
Abe kembali ke laptopnya dan menyalakannya. Betapa terkejutnya dia saat melihat pelacak yang di taruh oleh Aby di badan Lisa, benda itu ada di rumahnya.
Ternyata benda itu berada di saku celana Abe yang di pakainya.
Aby mendatangi Abe dengan membawa aspirin yang diminta dan melihat ke arah benda yang di pegang oleh Abe.
"Abe, bukankah itu?" Tanya Aby sedikit tidak yakin.
Abe pun hanya terdiam saat melihat benda itu. Tangannya sedikit gemetar.
"Bagaimana bisa pelacaknya ada di kau?" Pekik Aby.
"Aku tidak yakin, tapi sepertinya Lisa mengetahuinya?" Ujar Abe yang sedikit berkeringat meski di luar udara sangat dingin.
Aby membulatkan sempurna mata birunya.
"Jadi semua ini sia-sia, kita tak akan pernah bisa bergabung dengannya." Aby sedikit berteriak.
"Ku rasa semalam dia ke sini, tadi malam ada yang datang tapi aku tidak terlalu ingat, dia menggunakan masker dan tiba-tiba semuanya gelap, aku pikir itu hanya mimpi" jelas Abe yang masih kebingungan.
"Bukankah seharusnya kau melihat di layar monitor jika dia ke sini?" Tanya Aby.
"Aku masih melihat layar monitor dan pelacaknya sudah pergi sekitar 10 block dari sini, dan pelacak itu hanya diam di sana." Abe sedikit kesal dengan Aby yang secara tidak langsung menyalahkannya.
"Sial, dia pasti menaruh pelacak itu, dan menuju kemari dan saat kau tidak sadarkan diri dia mengambil alat pelacaknya lagi lalu menaruhnya di kantung celana mu." Aby sedikit menerka bagaiman itu bisa terjadi.
"Hei tunggu, apakah itu tidak memakan waktu jika dia berlari, apa dia menyuruh seseorang?"
"Dia tipe pekerja sendiri, dan dia tidak percaya kepada siapapun."
"Wah dia sangat pintar rupanya, bahkan dia rela berlari sejauh itu hanya untuk mengejek kita."
"Itulah yang membuat aku jatuh cinta pada dirinya." Ujar Aby sedikit mengejutkan Abe.
Abe yang mendengarnya hanya terkekeh. Aby menaruh aspirin yang sedari tadi di pegangnya lalu kembali menuju dapur.
'Lisa,aku akan mendapatkanmu' batin Abe.
"Abe sarapanmu sudah siap, kau akan memakannya atau membiarkan diriku menghabiskannya?" Teriak Aby masih sedikit kesal.
"I'm coming!"
Mereka berdua akhirnya memakan pancake buatan Aby. Tak butuh waktu lama Aby sudah menghabiskannya.
"Aku haru bergegas, Charlie sudah menungguku" ujar Aby sambil berlalu.
Sedangkan Abe hanya mengangguk dan masih menyantap pancake-nya.
Aby keluar dari rumah dan menggunakan coat hitam berbahan kulit untuk menghangatkan badannya di musim dingin ini.
Dia berjalan menuju toko bunga milik Charlie yang hanya berjarak sekitar 3 block.
..
"Morning, Charlie" sapa Aby saat masuk toko bunga.
Lelaki paruh baya itu tersenyum menyambut kedatangan Aby.
"Morning, Ms.Lestrade".
"Apa ada pesanan?" Tanya Aby yang sedang membuka coat-nya.
"Tidak banyak, Tristan yang akan mengantarnya"
"Oh, dimana Tristan?Apa dia belum datang juga?"
"Hei! Memang aku ini kau yang selalu terlambat" Tristan tiba-tiba muncul dari pintu belakang.
Aby hanya menggerutu saat di cibir oleh Tristan, teman satu kerjaannya.
Aby masih memikirkan kejadian tadi pagi, dan dia jadi sering melamun.
"Ada apa denganmu? Kau seperti baru saja kalah main judi" Tristan membuyarkan lamunan Aby.
Untuk mengusir kejenuhannya Aby menyalakan televisi yang tergantung di dekat meja kasir tempat Aby menerima pelanggan.
"Pagi tadi di temukan mayat tewas di sekitar Croydon, mayat laki-laki yang diidentifikasi di temukan dengan kepala bagian belakang yang berlubang akibat senjata api, polisi masih melakukan penyelidikan." Penyiar televisi menyiarkan aksi pembunuhan yang di lakukan oleh Lisa, targetnya. Dia hanya menyunggingkan senyumnya karena terlalu fokus, Aby tidak menyadari ada yang datang.
"Hai,Aby"
Aby yang merasa di panggil pun akhirnya menoleh ke arah sumber suara. Gadis muda dengan tubuhnya yang kecil terbalut coat panjang selututnya berwarna coklat cream.
"Lisa?" Aby membulatkan matanya sempurna.
-----------------------------------
Tbc.Maaf baru update cerita ini. Ya karena The Key aku rewrite jadi aku nunda cerita WDTFH.
Author terlalu terlena dengan ff baru author. Jadi sampe ngelupain cerita ini.
Semoga pada gabosen ya. Yang mau nanya soal The Key langsung chat author aja ya.
Vomment and Share for goodness sake.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Do This For Her
Mystery / ThrillerSatu perintah dari satu kepala, meninggalkan banyak luka, fisik maupun batin, tak pernah disangka bahwa kita berdualah penyebabnya. Tapi kita hanya menjalankan perintah , entah sampai kapan kepuasan ini akan berhenti, mungkin sampai Sang Kepala mati...