CHAPTER 1 - Mawar bukan Bunga

35.2K 1.9K 31
                                    

"Aku bukan simpanan." Mawar menatap lekat laki-laki di depannya. Matanya menyalang tajam. Berusaha tidak menangis walau ia sadar sudah ada lapisan bening di kedua bola matanya.

"Terus apa namanya kalau bukan simpanan? Dari mana kamu bisa kuliah kalau kamu aja nggak kerja. Kamu yatim piatu dan kamu nggak punya siapa-siapa di sini. Kamu juga bukan mahasiswi pintar yang bisa dapat beasiswa." Tatapan Raka tak kalah tajam. Suaranya menyentak dan gadis di depannya tidak sanggup lagi karena sebulir air matanya lolos. Raka tersenyum, ia tidak menyadari bahwa ia baru saja menusukkan belati tepat ke hati Mawar. Tidak cukup, laki-laki itu mengoyaknya. Menciptakan luka menganga di hati gadis itu.

"Dasar wanita murahan." Raka tersenyum kecut. Berusaha menyadarkan gadis di depannya bahwa ia tak lebih dari sampah, tidak berguna, tidak patut ada dan ia harus tahu bahwa Raka membencinya, sangat membencinya.

"AKU BUKAN SIMPANAN. Beribu kali pun kamu bilang begitu. Aku nggak peduli." Mawar menegakkan bahunya, menatap mata Raka dengan kilatan amarah lalu mendorong bahu lebar Raka dan menjauh dari laki-laki itu.

"Cewek sialan." Raka menendang salah satu kaki meja di ruang kelasnya. Merutuk kasar dan mengumpat mendengar kata-kata terakhir Mawar. "Kamu harus tahu kalau kamu nggak lebih dari pelacur perusak rumah tangga orang."

***

Mawar menjatuhkan diri di taman di belakang kampusnya. Mencoba menarik nafas panjang hingga udara sore itu mulai memenuhi rongga pernapasannya. Kata-kata Raka terus terngiang di kepalanya. Berputar seperti sebuah roll film yang sedang mempertontonkan rekamannya.
Raka salah, omongan Raka tidak benar. Hanya itu kata yang bisa terucap dari mulutnya untuk membantah semua tuduhan laki- laki itu. Raka tidak tahu apa-apa dan tidak seharusnya laki- laki itu mencampuri urusannya. Raka tidak berhak menilai hidupnya. Dia tidak punya hak menodongkan jari telunjuknya untuk menghina Mawar. Ia tidak punya hak menyerukan sumpah serapah demi menghilangkan dahaganya atas kebenciannya pada Mawar.

***

Irham masuk ke apartemen itu dan menemukan Mawar tengah bersantai di rumah tamu dengan sebuah laptop di pangkuannya. "Di luar hujan deras." kata Irham sambil duduk di sebelah Mawar dan mengecup keningnya mesra.

"Aku buatin teh hangat dulu." kata Mawar, tapi belum sempat ia berdiri, tangan Irham mencekalnya.

"Nanti aja." katanya lalu merengkuh Mawar dalam pelukannya. Terasa hangat. Batin Mawar. Pelukan yang sama dengan bertahun-tahun lalu yang berhasil memporak-porandakan hatinya dalam hitungan detik. Mawar tidak pernah bosan biarpun laki-laki itu sudah memeluknya ratusan kali. Mawar selalu merindukannya, bahkan setiap malam.

"Am, kamu pasti capek. Aku bikinin kamu teh, sekalian makan malam ya." kata Mawar tepat di telinga Irham. Pria itu melepas pelukannya lalu mengangguk. "Kamu istirahat di kamar aja." kata Mawar sambil berlalu dari pandangan Irham menuju dapur.

Irham masuk ke satu-satunya kamar yang ada di apartemen itu. Kamar Mawar, kamarnya, kamar mereka berdua. Kamar yang menjadi saksi bahwa mereka saling mencintai satu sama lain. Tempat yang selalu membuat Irham ingin pulang. Tapi ia juga sadar bahwa rumahnya bukan di sini. Mawar bukan rumah yang menjadi tujuannya pulang. Tempat yang ingin dijadikannya rumah hanya menjadi persinggahannya sementara.

Aroma harum yang menguar membuat Irham tergelitik untuk menghampiri Mawar di dapur. "Pas banget. Ayo makan." kata Mawar saat melihat Irham berdiri di ambang pintu.

"Gimana kuliah kamu?" tanya Irham sambil mengunyah.

"Baik, skripsi juga udah tahap akhir." Mawar bercerita lugas. Menceritakan kesehariannya di kampus tentu saja minus mengenai kejadiannya bersama Raka. Kegiatan ini rutin mereka lakukan. Setelahnya, Irham akan menceritakan kesehariannya di kantor. Bercerita mengenai klien- kliennya yang menyebalkan.

Dia Mawarku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang