CHAPTER 5 - Lembaran baru

16.5K 1.4K 18
                                    

Mawar terpaku melihat begitu banyak kantung plastik yang Irham bawa hari ini. Jam sudah menjukkan pukul tujuh malam, Irham sampai saat Mawar tengah menghabiskan hari di depan televisi ruang tamu. Melihat kedatangan Irham, Mawar masuk ke dapur dan kembali dengan segelas teh hangat.

"Makasih, kamu nggak perlu repot-repot." kata Irham lalu menyesap teh itu pelan. Mereka duduk di ruang tamu dan Mawar melihat Irham mengeluarkan semua barang belanjaannya.

"Ini pakaian buat kamu. Aku harap ukurannya pas." kata Irham. Mawar terenyak melihat potongan- potongan baju yang dibeli Irham. Tidak menyangka Irham akan sebaik ini. Dan dari sekian banyak pakaian yang teronggok di depannya, matanya terpaku pada satu buntelan berbalut tas kecil berwarna putih. Perlahan ia mengambilnya, sebuah mukena.

"Aku berharap kamu membutuhkannya." kata Irham. Karena ia sama sekali tidak tahu apakah Mawar seorang muslim atau bukan. Tapi kalau mengingat dari mana Mawar berasal seharusnya tebakannya tidak salah.

"Aku... terlalu malu." Mawar melirih dan matanya berkaca-kaca.

"Kenapa?"

"Aku merasa terlalu kotor." Butiran bening itu jatuh. Ia tiba-tiba merindukan ayahnya yang selalu menjadi imam dalam keluarga selepas suara adzan berkumandang. Ia merindukan keluarganya yang begitu hangat. Ia merindukan masa kecilnya sebelum, akhirnya Tuhan merenggut kebahagiannya secara sadis.

Irham mendongkak dan menatap Mawar baik-baik. "Allah maha pemaaf. Tidak ada yang sebaik dirinya. Dia menerima semua hambanya. Mantan koruptor, mantan pezinah, bahkan mantan pembunuh sekalipun asal mereka mau bertobat. Ingat, semua pendosa masih punya masa depan layaknya orang suci punya masa lalu. Apa yang bisa di perbaiki hari ini, perbaikilah. Mungkin kamu bisa mulai dengan shalat Isya."

Dada Mawar bergemuruh mendengar kata-kata Irham. Dan butiran bening itu makin deras mengucur dari matanya. Kata- kata Irham mendobrak dinding kesadarannya yang selama ini tertutup rapat. Tapi masih ada yang terasa mengganjal di pikirannya. Ia tidak hanya merasa kotor untuk shalat tapi kadang ia merasa Tuhan begitu jahat karena memberikan cobaan yang bertubi- tubi ke arahnya. Kenapa dari semua ciptaannya, Tuhan memberikan cobaan ini padanya, padanya yang begitu kecil dan lemah.

"Aku kadang merasa Tuhan begitu jahat dan tidak adil. Dia memberiku begitu banyak cobaan." katanya dengan nada tersengal.

"Allah memberikan cobaan karena ia tahu hambanya mampu melewati. Bisa jadi masalah itu pembersih maksiatmu, pencerahan agar terus mengingat Allah, obat tuli telingamu dari ayat-ayat Allah, pembakar sombongmu dan mungkin ia rindu mendengar munajatmu."

Kata- kata itu bagai mantra yang menyihir Mawar. Ia menatap Irham yang tersenyum dengan mata yang masih berkaca- kaca. Perlahan ia merasakan dadanya mengembang dan terasa hangat. Dan untuk pertama kalinya, kepercayaan diri perlahan masuk, menyusup ke sela- sela nadinya.

"Kamu tahu kenapa kita masih hidup sampai detik ini?" tanya Irham setelah mengahabiskan isi cangkirnya. Mawar menggeleng, ia bukan tidak tahu, hanya saja pikirannya belum terkoneksi untuk menjawab pertanyaan tiba- tiba itu. Mawar punya banyak kemungkinan tapi ia tidak siap menjawab kali ini.

"Orang-orang punya banyak jawaban tapi aku cuma punya satu jawaban. Mungkin karena kita masih terlalu banyak dosa sehingga Tuhan masih memberi kesempatan untuk bertaubat."

Dan sekali lagi Mawar meluruh. Ia mencoba tersenyum kaku ke arah Irham. Laki- laki itu tersenyum lalu mengusap pucuk kepalanya pelan. Dalam hati ia berdoa, berterima kasih pada Tuhan karena mempertemukannya pada sosok Irham. Laki- laki yang dalam sekejap mampu merubah pandangannya tentang dunia, tentang masa depannya, dan tentang Tuhan.

Laki- laki itu bisa menjadi penawar luka masa lalunya. Laki- laki itu tidak risih ataupun jijik setelah mengetahui masa lalunya. Laki- laki menatap Mawar dengan tatapan yang begitu hangat. Tidak peduli bahwa Mawar pernah menjadi pelacur dan seorang pembunuh. Tidak peduli dirinya pernah berbulan- bulan terluntang- lantung di jalanan hingga kerap dikira orang gila. Laki- laki itu membuat Mawar sadar bahwa masih ada orang baik di dunia ini.

Dia Mawarku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang