CHAPTER 4 - Bayang-bayang kelam

14K 1.2K 17
                                    

Surabaya, 24 maret 2009

Hujan deras mengguyur kota Surabaya siang itu. Disaat orang-orang sibuk meringkuk mencari kehangatan di hari minggu. Seorang gadis meringkuk di depan sebuah toko yang sudah berbulan- bulan tidak ditempati. Ia menggigil memeluk dirinya sendiri. Mengamati telapak tangannya yang sudah mulai keriput karena kedinginan.

Suara gemelutuk giginya mengiringi rintik hujan yang semakin deras. Ia menatap langit yang tampak muram. Gelap dengan angin yang menghempaskan dahan pohon ke kiri dan ke kanan. Ini bukan kali pertama ia melewati keadaan seperti ini, sepertinya sudah berpuluh- puluh kali dan rasanya tetap sama. Takut dan sedih.

Ia membenamkan wajahnya di lipatan lututnya. Dengan rasa lapar yang meliliti perutnya. Ia menarik napas panjang, berdoa agar udara yang memasuk ke paru- parunya juga masuk ke perutnya untuk memberi efek kenyang. Ia mengigit bibirnya saat menyadari tubuhnya semakin mengigil.

Suara deru mobil yang memekik di depannya membuatnya menengadahkan kepalanya. Sebuah mobil sport berhenti di depannya. Membuat air genangan di pinggir jalan menciprat ke samping.

Seorang pemuda keluar. Berlari kecil lalu meneduh di atap yang sama dengan gadis itu. Ia merogoh ponselnya yang berbunyi.

"Iya, gue tunggu di jalan yang waktu itu mobil gue mogok." katanya lalu mematikan panggilan. Ia duduk di kursi yang ada di sana, tidak menyadari ada seorang gadis meringkuk kelaparan di belakangnya.

Ia menaruh ponsel di samping lalu mengeluarkan rokok dari saku celananya. Memantik api dari korek dan membuat ujung benda panjang itu terbakar.

Asap mengepul di sekelilingnya. Ia asik memainkan rokok hingga sebuah mobil berhenti di depannya. Ia lekas berdiri lalu mendekati trotoar.

"Nih." kata pria yang baru saja turun dari mobil dan menghampiri si perokok. Ia menyerahkan sebuah laptop yang langsung berpindah tangan.

"Thanks ya. Gue males mau balik lagi." katanya sambil tersenyum.

"Udah kan? Gue langsung balik ya." katanya.

"Iya, gue ngabisin rokok dulu." katanya sambil melambaikan tangan ke sahabatnya yang sudah masuk ke dalam mobil.

Gadis lusuh itu memicingkan matanya. Meneliti pakaian si pria yang tampak rapi lalu ke mobilnya yang tampak mewah dan nyaman. Tatapannya kembali ke pria yang sedang asik memainkan asap dari rokoknya. Setelah hampir habis, pria itu menjatuhkan rokoknya asal lalu menginjaknya dan beranjak dari bangku.

"Ponselmu." katanya lirih. Membuat pria itu berbalik dan menatap ponselnya yang masih ada di atas bangku. Ia melirik sekeliling, dia tidak mungkin salah dengar. Ia mendengar seseorang barusan.

Ia mengambil ponselnya dan sekali lagi melirik sekeliling hingga akhirnya matanya terpaku pada seseorang yang ada di pojok. Dengan rambut acak-acakan, ia bisa melihat bahwa gadis itu meliriknya.

Kalau biasanya orang akan langsung pergi menjauh saat melihat sosoknya yang lusuh menyerupai orang gila, laki- laki bernama Irham itu justru memberanikan diri mendekat.

"Kamu baik- baik saja?" Irham mendekat lalu Menyentuhkan punggung tangannya pada si gadis yang tampak pucat dan acak-acakan. Suhu badan gadis itu panas dengan rintihan kesakitan dan terdengar mengiris hati.

"Aku lapar." Setelah bersusah payah, kata itu berhasil meluncur mulus dari mulut kecilnya. Irham menuju mobil dan kembali dengan sepotong roti dan air mineral.

"Ini." Roti dan air mineral itu berpindah tangan. Ia menatap si pria yang tersenyum lalu mengangguk. Dengan tangan gemetaran, ia membuka plastik pembungkus roti dan gagal. Tangannya terlalu lemah dan gemetaran karena menahan lapar.

Dia Mawarku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang