CHAPTER 2 - Pesan rindu untuk Mawar

17.5K 1.7K 33
                                    

Mawar menahan keinginannya untuk mendekat dan memeluk batu nisan yang tengah di kelilingi oleh pelayat yang hampir semua memakai baju hitam. Ia terus menangis, tidak peduli sudah berapa banyak air mata yang keluar dari matanya. Ia mengusap kedua lengannya, menahan dingin yang menyergap kulitnya. Angin berhembus kencang, menandakan sebentar lagi langit bersiap menumpahkan muatannya.

Mawar masih bertahan di sana saat rintik hujan mulai membasahi gundukan tanah itu. Ia menatap orang- orang yang perlahan pergi meninggalkan tempat peristirahatan terakhir Irham.
Setelah memastikan tidak ada sosok yang tertinggal, ia melangkah gontai dan meluruh memeluk tanah basah itu. Menangis sejadi-jadinya, mengindahkan tubuhnya yang sudah basah diguyur hujan.

"Irham..." lirihnya nyaris tidak terdengar. Selama ini hanya Irham satu-satunya alasan untukya bertahan hidup. Tidak ada yang lain karena Mawar memang sudah tidak punya siapa-siapa.

"Kenapa kamu ninggalin aku?" Mawar tidak menyadari bahwa bibirnya mulai berubah warna. Seluruh kulitnya nyaris memucat.

Mawar semakin terisak saat menyadari ia bahkan tidak sempat memeluk Irham sebelum sosok itu masuk ke liang lahat. Ia tidak berada di sisi Irham saat pria itu dalam masa kritis dan menghembuskan napas terakhir. Mawar bahkan tidak sempat walau sekadar melirik Irham di ruang UGD karena Bunga tidak pernah meninggalkan Irham walau sedetik.

Mawar terkesiap saat siluet tegap itu berdiri di belakangnya dan mengarahkan payung di atasnya hingga tetes hujan tidak lagi menyapu kulitnya. Mawar mengangkat wajah dan terkejut melihat Raka menatapnya dingin, tanpa ekspresi sedikitpun. Mengindahkan Raka, matanya kembali menatap nisan Irham.

Mawar tidak berarti tanpa Irham. Dia tahu, bahwa selama ini ia terlalu menggantungkan diri pada laki- laki itu. Irham telah mengatur hidupnya dengan sebegitu rapi. Irham membuatnya menyadari bahwa dirinya masih pantas hidup meskipun masalalunya nyaris membuatnya putus asa. Mawar tidak berharga tanpa Irham dan sekarang Mawar harus terseok-seok menjalani hidup tanpa laki- laki itu.

***

Raka melakukan kegiatannya seperti biasa. Menunggu Irham di depan apartemen Mawar dan mengikutinya hingga sampai di rumah. Di tengah hujan deras dan jarak pandang yang terbatas. Ia nyaris berteriak saat melihat mobil dari arah berlawanan melaju kencang dan menabrak mobil Irham. Suara deru tabrakan mengaung mengalahkan bunyi hujan. Ia dan orang di sekitar langsung keluar. Mencoba melihat kondisi si pemilik mobil.

"Mas Irham." teriaknya. Ia melihat Irham menatapnya lirih dengan darah yang sudah mengucur deras dari kepalanya. Tapi butuh waktu lebih dari lima belas menit untuk menyelamatkan Irham dari posisinya yang terjepit dan mobilnya yang sudah terbalik. Setelah mobil ambulance datang dan sosok lemah itu berhasil di selamatkan, ia ikut menemani Irham di mobil ambulance.

Darah Raka berdesir melihat kondisi Irham. Wajahnya di penuhi darah segar yang tidak henti- hentinya mengalir.

"Raka." Raka memusatkan pandangannya pada Irham yang memejamkan matanya. Tapi ia yakin ia tidak salah dengar, Irham memanggilnya lirih. Raka lekas menggenggam tangan Irham.

"Iya mas. Raka di sini." katanya dan ia melihat Irham membuka matanya dengan susah payah.

"Mawar... Dia bukan simpanan... Dia istriku... Istri sahku... Istri pertamaku." kata Irham dengan terbata-bata. Raka menajamkan mata dan telinganya. Mencoba mencerna apa yang baru saja disampaikan sosok lemah di depannya.

"Dia Mawarku... Tolong jaga dia... Kalau perlu nikahi dia.. Dia tidak punya siapa- siapa..." Irham kembali memejamkan matanya dan Raka memandanganya dengan tatapan kosong.

***

Untuk pertama kalinya ia mengirim pesan singat ke nomor yang sudah begitu lama ada di ponselnya tapi selalu ia abaikan. Ia lebih puas menghina Mawar di depan wajah gadis itu langsung dari pada menerornya melalui pesan. Reaksi Mawar bahkan tangisannya merupakan hiburan paling mewah buatnya. Salah satu tujuannya setelah mengetahui si tokoh abu-abu itu adalah menguarkan kebencian untuk Mawar. Apapun yang bisa menyadarkan Mawar bahwa ia adalah wanita yang tidak punya harga diri. Dia adalah perempuan murahan. Dia tak lebih dari pelacur perusak rumah tangga orang. Rumah tangga kakaknya, Bunga dan Irham.

Dia Mawarku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang