CHAPTER 3 - Tiga jam untuk Mawar

15.5K 1.5K 10
                                    

Bunga memeluk figur Irham dalam sebuah bingkai foto. Foto pria yang sudah mengisi hari- harinya. Foto pria yang begitu di cintainya. Wajahnya menampakkan kedukaan yang mendalam. Ia tidak menyangka Irham akan pergi secepat ini. Meninggalkannya tanpa ucapan perpisahan.

"Udah, kak, mas Irham udah tenang." Bunga menoleh dan menatap adik semata wayangnya. Laki- laki itu menyelipkan sejumput rambut ke belakang telinganya lalu mengusap pipinya pelan.

"Kakak nggak nyangka kalau Irham akan pergi secepat ini. Kakak ngerasa belum jadi istri yang baik buat dia." Katanya dengan nada bergetar. Raka memeluk Bunga. Mas Irham yang belum jadi suami yang baik buat kakak. Katanya dalam hati.

"Allah lebih sayang sama mas Irham." kata Raka. Atau Allah lebih sayang sama kakak supaya kakak nggak terus menerus di bohongi mas Irham.

"Kakak cinta banget sama dia." Raka mengelus pundak Bunga pelan. Mencoba mengalirkan ketenangan melalui sentuhannya. Apa kakak masih bisa bilang cinta kalau tahu ada sosok Mawar diantara kalian?

"Udah, kakak nggak boleh sedih lagi. Harus ikhlas biar mas Irham juga tenang. Nanti mama mau ke sini. Raka berangat kuliah dulu ya." Sekali lagi Raka mengusap pelan punggung Bunga lalu menghilang dari pandangan.

Bunga kembali menatap figur Irham yang tengah tersenyum tulus. Bagaimana ia bisa tanpa Irham. Tiap sudut rumah selalu di penuhi jejak pria itu. Bayang-bayang Irham berkelebat cepat memenuhi sela- sela ruangan di rumah itu.

Bunga tidak pernah tahu bahwa Irham bisa benar-benar pergi darinya. Dan sekarang ia harus memulai semuanya dari awal. Tanpa Irham. Ia tidak sanggup membayangkan sudah berapa lama Irham bersamanya dan kini ia harus memulai hari tanpa sosok itu.

***

"Aku juga suka sama kamu. Nanti kalau udah besar kita nikah ya?" seru Bunga sambil mengacungkan jari kelingkingnya. Irham tersenyum lalu mengangguk dan mengaitkan jari kelingkingnya. Menandakan janji yang tidak boleh diingkari oleh keduanya.

Irham tergesa-gesa menghampiri Bunga yang tengah terduduk di taman. "Maaf ya aku telat." kata Irham sambil duduk di samping Bunga yang sudah mengerucutkan bibirnya.

"Ini udah jam berapa, Am?" Bunga menunjuk jam tangannya. Membuat senyum Irham melebar.

"Iya iya maaf. Tadi aku keasikan maen basket. Aku traktir es krim ya." katanya sambil mencubit pipi Bunga. Dia tahu, kalau Bunga tidak akan bisa menolak kalau sudah menyangkut es krim.

"Nggak. Kamu udah kebiasaan telat mulu." Bunga mencebik kesal, membuat Irham semakin gemas.

"Kan aku udah minta maaf. Es krimnya dua deh." bujuknya lagi.

"Oke kalo begitu. Ayuk beli es krim." kata Bunga sambil menggandeng tangan Irham ke toko es langganan mereka.

"Am, tahu nggak, tadi Mika nembak aku." kata Bunga dengan antusias. Irham yang sedang memakan es krimnya terhenti lalu menatap Bunga yang tampak cuek.

"Terus? Kamu nggak terima kan?" tanya Irham.

"Nggak lah, aku kan udah janji sama kamu." jawabnya sambil tersenyum lebar. Tidak sadar bahwa tetesan es krim mengenai dasi biru tuanya.

Irham dan Bunga saling mencintai. Itu yang mereka tahu sehingga bertahun- tahun lamanya mereka menutup hati mereka dari laki-laki atau wanita lain. Bunga hanya fokus pada Irham. Tidak peduli bahwa di luar sana ada yang bisa mencintainya lebih dari Irham, begitupun sebaliknya.

Mereka terikat janji sewaktu kecil dan sejak saat itu, Bunga dan Irham hanya punya satu cita-cita. Menikah dan hidup bahagia. Bukankah terdengar mudah dan indah. Persahabatan mereka berubah menjadi cinta yang semakin mengikat mereka. Betapa Bunga begitu optimis walau mereka tidak pernah menyandang kata 'pacaran'. Yang Irham tahu, ia harus menikahi Bunga dan yang Bunga tahu, ia akan di nikahi Irham.

Dia Mawarku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang