Tamara kini sedang berada disebuah taman, ia tidak habis pikir kenapa ia terus-terusan bisa bertemu dengan Deffian. Yang lebih menyebalkan lagi dia selalu mencium keningnya. Tamara sebenarnya tidak ingin berdekatan dengan pria untuk saat ini karena trauma masa lalunya. Ara, ya Tamara menyebut Tamara kecil dengan panggilan Ara. Tamara sangat merindukan Ara sudah beberapa bulan ini ia belum menengok Ara. Tamara memiliki keinginan untuk mengadopsi Ara ketika ia pulang nanti.
Tanpa terasa Tamara menitikan air matanya. Air matanya selalu menetes ketika ia mengingat Andrea dan mendiang mamanya. Tamara juga merasa sedih bila mengingat papanya, papa yang sangat ia sayangi yang sekarang malah sangat membencinya.
"Kenapa menangis?" tanya suara berat disebelahnya yang belakangan ini mengisi hari-harinya.
Tamara menyeka air matanya, "Ngapain disini? Gak ada kerjaan lain selain ngikutin aku?" tanya Tamara dengan masih memandang kedepan.
Deffian menjadi terkekeh, "Aku kebetulan sedang jalan dan melihat seorang wanita yang sedang menangis karena seorang pria? Dasar bodoh."
Sontak Tamara menghadap Deffian, "Sok tau sekali anda. Memangnya kau tau apa tentang aku, dengar ya tuan Deffian yang terhormat anda tidak mengenal dengan baik siapa saya." ucap Tamara berapi-api.
Deffian tersenyum kecut, "Tamara, masih banyak pria diluar sana yang jauh lebih baik, kenapa kamu masih aja mikirin pria yang udah nyakitin kamu? Kalau bukan bodoh, apa lagi namanya?" sindir Deffian lantas pergi meninggalkan Tamara. Tamara terus memandangi punggung tegap Deffian yang terus menjauh. Tamara merasa heran kenapa Deffian bisa tau sebagian pikiran Tamara? Apa dia bisa membaca pikiran orang?
*********************
Tamara sudah kembali kekantornya dan duduk dibangkunya. Ia terus memikirkan kata-kata Deffian tadi. lagi-lagi Tamara merasa bingung kenapa ia bisa terus-terusan bertemu dengan Deffian.
"Tamara, kenapa kamu melamun?" tanya Qila yang sudah duduk dihadapannya.
Tamara tersentak kaget, "Eh, engga kok. Aku gak melamun."
"Gak ngelamun gimana, emang kamu inget barusan aku ngomong apa?" tanya Qila penuh selidik.
"Eh, hehehe." ucap Tamara yang malah menyengir kuda, Qila hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Nah, bener kan. Kamu lagi ngelamunin apa sih? Ngelamunin Mr. Deffian ya?"
"Apaan sih kamu, Qila. Siapa lagi yang lagi ngelamunin dia?"
"Ah ngaku aja sama aku. Pasti waktu diruangan Mr. Deffian tempu lalu terjadi sesuatu antara kalian, ia kan?"
"Apaan sih Qila, gak terjadi apa-apa tau. Udah ayo kerja lagi." ucap Tamara sebal karena terus diledek oleh Qila.
*********************
Malam harinya Tamara dan Qila berjalan-jalan. Tamara meminta Qila untuk menemaninya berjalan-jalan untuk lebih mengenal tempat ia tinggal. Sedang asik Tamara memandangi sekeliling jalan, tau-tau matanya melihat sosok Deffian yang sedang malam dengan beberapa pria. Deffian terlihat santai dan tampan menggunakan kemeja lengan panjang berwarna hitam yang ia gulung sampai dengan sikunya. Rambutnya ia sisir rapih kebelakang, garis rahang yang tegas mempertegas bentuk wajahnya. Bibir Deffian melekuk pas, tiba-tiba pipi Tamara menjadi panas mengingat ciuman Deffian dapa keningnya. Tamara menggeleng-gelengkan kepalanya dan melanjutkan perjalanannya dengan Qila.
"Kita mau kemana lagi nih?" tanya Qila.
"Gimana kalau kita makan aja?"
"Ah, boleh. Kalau gitu kita makan disana aja ya." unjuk Qila.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny Hero
Non-FictionTamara Gentala. Perempuan cantik yang periang, ceria, mudah bergaul, dan sangat sayang dengan keluarganya. Tamara menjadi anak kesayangan di rumahnya. Ia anak ketiga dari tiga bersaudara, memiliki dua orang kakak, Gavin Gentala dan Selma Gentala. Pa...