-

37 7 2
                                    

Sialan, aku kepergok tidur dikelas untuk yg kesekian kalinya. Dan lagi lagi aku dihukum di koridor sekolah.

Hukuman klasik, aku disuruh berdiri dengan satu kaki sambil menjewer telingaku sendiri. Namun yah tentu saja aku hanya akan melakukannya saat guru yg menghukumku sedang mengawasiku, tapi setelah itu aku akan bertingkah seenaknya.

Biasanya saat dihukum seperti ini aku akan menjalankannya dengan sungguh-sungguh, yah walaupun sungguh-sungguh dalam kamusku tidak berarti aku benar-benar menjalankannya, setidaknya ada niatan dalam hatiku untuk bersungguh-sungguh. Kurasa itu sudah lebih dari cukup.

Kali ini aku memutuskan untuk pergi ke kantin, meninggalkan hukumanku saat guru yg menghukum tidak memperhatikanku.
Aku membeli minuman dingin dan beberapa bungkus kripik singkong.

Satu tanganku memegang minuman dingin sambil sesekali meyesapnya. Sedangkan yg satunya kugunakan untuk mendekap kripik singkong yg kubeli tadi. Aku membawanya menuju sebuah meja yg berwarna pich tepat disebelah jendela.

Aku memposisikan diriku senyaman mungkin disana, dan menikmati santapan yg baru saja kubeli tadi. sesekali kulihat ibu kantin yg mengelap meja-meja yg identik dengan milikku ini, lalu membawa mangkuk-mangkuk kotor yg ditinggalkan begitu saja oleh pembelinya, membawanya ke dapur dan mencucinya seketika itu juga. beliau benar-benar bekerja keras.

"Hey nona muda, bukankah harusnya kau berdiri di koridor dan menjalankan tugasmu?"

Oh shit! Suara itu lagi. Suara yg sering kali berkoar-koar dengan pengeras suara untuk menertibkan anak-anak bermasalah di sekolahku.
Dan apakah aku termasuk diantara mereka? Ah, kurasa tidak.

Mereka hanya ingin diperhatikan dengan melakukan hal-hal menyimpang, sedangkan aku hanya tidak suka diatur dan terlalu asyik dengan duniaku sendiri.

"Ikut saya ke kantor!"
pria paruh baya dengan kumis tebal di sekitar bibirnya yg berwarna biru itu. kebiasaannya menghisap putung-putung bakau itu merubah warna bibirnya.

Aku hanya menunduk dan berjalan mengekorinya. Kemudian aku mengikutinya masuk ke kantornya dan duduk di depannya, di sebuah kursi empuk berwarna merah setelah ia menyuruhku duduk.

Dia banyak berkomentar tentangku, menilaiku dari sudut pandangnya, dan terus mengoceh tentang semua hal yg menurutku semua itu takkan membuatku menjadi presiden dimasa depan nanti.

Dan begitulah hari ini kuhabiskan waktu ini diruangan yg begitu dihindari setiap siswa di sekolahku.

◇◇◇

Hari ini aku kembali duduk di kursi kesayanganku sambil menatap keluar jendela. Karena kelasku berada di lantai dua, dari sini aku dapan melihatnya keluar dari perpustakaan bersama gadisnya. Dia membawa buku dengan sampul hijau dan bertuliskan.......
Ah, entahlah aku tak bisa membacanya dari sini.

Setelah dia mengantarkan Cisa ke kelasnya, dia akan segera menuju kelasku dan melakukan rutinitasnya, yaitu meneriaki semua orang agar piket. Tentu saja dia juga meneriaki aku, karena hari ini adalah jadwalku untuk piket.

Aku bingung. kenapa juga aku harus piket, sedangkan aku juga tidak pernah membawa kotoran ke dalam kelas. Aku selalu membuang sampah pada tempatnya, aku akan membedakan mana sampah organik dan mana sampah non organik, kemudian aku akan menempatkannya di tempat yg sesuai. Ah, bukankah aku ini warga negara yg baik?

Lalu apabila kelas ini kotor, bukankah disekolah ada tukang kebun? bukankah mereka dibayar untuk bersih-bersih?
Terus kenapa ketua kelas meneriakiku untuk bersih-bersih? Apakah dia juga Kepala Kebun?

LUMPISHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang