Halo. Ah, sebenarnya ini permulaan yang terasa canggung. Aku tak tahu harus memulainya dari mana, mungkin aku tak akan pernah memulai. Baiklah, itu hanya satu dari ribuan gurauan tak bermutu buatanku. Aku adalah Kris Wu, ya, hanya itu. Tidak, tentu saja aku berbohong padamu. Hmm... aku manusia biasa yang tinggal seadanya di dalam lingkup kota bernama Vancouver. Yup, itu di Kanada, aku blasteran Cina-Kanada (dan itu yang menyebabkan aku bermarga Wu).
Sebenarnya itu masih informasi umum, yang lainnya masih kusimpan rapat-rapat. Kau tahu, masalah personal. Tapi, untuk melengkapi kisah hidupku yang menjemukan ini, kau akan menemukan satu situasi di mana aku benar-benar merasa beruntung bisa hidup dan dilahirkan sebagai seorang manusia. Ya, aku bersyukur—setidaknya sebelum peristiwa itu terjadi.
.
.
.
Aku baru berumur 19 tahun, baru saja menempuh semester pertama dunia kampus. Oh, aku tak akan menyebutkan namanya, yang pasti kampusku itu besar dan terkenal di Kanada. Baiklah, kembali lagi pada keadaanku. Rasa-rasanya kau tak akan mau melihat penampilan keseharianku. Ketahuilah, aku bukan pangeran tampan yang dipuja banyak orang. Lelaki sepertiku—yang memakai kemeja kotak-kotak yang dimasukkan ke dalam celana katun hitam, sepatu pantofel hitam mengilat yang berdecit, kacamata besar yang bertengger di hidung, dan kawat gigi. Itu sudah jelas, bukan?Aku adalah si dungu yang senantiasa mendapat perlakuan 'istimewa' di sini. Kampusku memang terkenal dengan orang-orang pintarnya, namun juga terkenal akan kebengisan mereka dalam menindas makhluk dengan jenis sepertiku.
Sebenarnya ini terlalu klise, karena aku merasa ini adalah hal yang wajar dalam dunia perkuliahan. Program pendewasaan diri, mereka biasa menyebutnya. Aku tak tahu apanya yang membuatmu dewasa jika setiap hari wajahmu bertemu air kloset atau setidaknya disiram minuman biru bernama Slushie. Mungkin setelah itu kau akan merasa menyesal telah masuk universitas ini.
Tapi aku tak pernah menyesal.
Aku senang berada di sini, karena itu berarti aku masuk golongan orang pintar. Yah, walau harus tertindas kaum barbar. Setidaknya aku dapat kebanggaan tersendiri menjadi bagian dari universitas ini. Keluargaku pasti bangga jika aku berhasil lulus dengan predikat cumlaude. Hah, aku bahkan bisa merasakan harumnya kebanggaan itu saat kini aku mulai memasuki pelataran kampus.
"Kau Kris Wu?"
Langkahku terhenti dan beralih melihat seseorang di hadapanku. Ah, siapa ini? Seniorku?
"Um, ya, aku Kris Wu. Ada apa?"
Dia tersenyum kepadaku dan mengulurkan tangannya. "Aku Brian Revine, seniormu di semester 3."
Sebenarnya aku masih heran dengan semua ini, namun apa boleh buat, aku tetap harus membalas uluran tangannya sebagai tata krama. Selanjutnya dia dengan ramah mengajakku untuk pergi ke laboratorium tempatnya melakukan penelitian untuk ujian akhir nanti. Omong-omong, aku memang mengikuti jurusan Kimia dan Teknik Fisika. Sebenarnya aku sudah tak asing dengan yang namanya laboratorium, tapi aku tak pernah ke laboratorium di lantai 3 kampusku. Para mahasiswa semester 1 dan 2 biasa menggunakan laboratorium di lantai dasar. Aku tak menyangka jika ruang laboratorium ini akan sebegitu menakjubkannya sampai-sampai membuatku terpana hingga mulutku terbuka sedikit. Brian mengajakku lebih ke dalam dan dia menjelaskan beberapa proyek milik temannya dan hingga akhirnya otakku memunculkan suatu pertanyaan: kenapa ia tak kunjung menunjukkan penelitiannya padaku?
Saat dia tengah menjelaskan salah satu robot bernama 'KOKI EINSTEIN SERBAGUNA' milik temannya, aku menghentikan langkah dan berpaling padanya. "Brian, dari tadi kau terus menunjukkan proyek teman-temanmu, di mana proyekmu? Kudengar kau yang paling cerdas di angkatanmu, jadi pasti penelitianmu akan lebih menakjubkan!" Aku berujar dengan semangat karena yah, aku agak gila jika menyangkut segala hal tentang 'penelitian'.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vehement
FanfictionTentang suatu kejadian gila yang melingkupi kehidupan si culun maniak sains, Kris Wu.