Assassin

30 5 0
                                    

Saat sebuah bangkai yang kau timbun dalam-dalam mulai tercium baunya, apa yang akan kau lakukan? Apakah kau akan menimbunnya lebih dalam atau kau akan pergi sejauh mungkin dari bangkai itu agar orang tak mengira kaulah sang tersangka? Tak pelik, jika saja kau terbuka. Namun, semuanya sudah kepalang basah, tak dapat menjadi persoalan tabu yang menjadi rahasia.

Semuanya mulai terungkap ke permukaan.

.

.

.

"What the hell are you doing with your hair, Dude?"

Aku menggaruk tengkuk dengan canggung saat Ayah, Ibu, dan Diana memberikan tatapan terkejut luar biasa. Dan yang pasti, omongan penuh umpatan itu dilontarkan oleh Diana.

"Ah, a-aku hanya merubahnya sedikit."

Terdengar helaan napas dari ayahku. Oh, itu berarti tanda 'sudahlah, jangan dibesar-besarkan' dari ayahku. Lantas aku merajut langkah menuju kursiku walau Diana masih saja menatapku dengan bola mata yang nyaris keluar. Tapi aku tak peduli. Jadi, aku duduk di sebelahnya dengan tenang dan mulai menyantap sarapan yang sudah disediakan oleh Ibu.

"Kris, kapan kau mengubahnya?" bisik seseorang di sebelahku. Aku meliriknya sejenak dari ujung mataku dan melanjutkan sarapanku. "Waktu malam."

"Hell, kenapa tidak membagi cat rambutnya juga denganku? Aku juga mau, bodoh!"

Aku terkekeh sedikit dan kembali berbisikkan dengannya. "Kau mau?"

Diana mengangguk semangat. Beruntungya ayah dan ibuku sedang asik mengobrol dan tak memerhatikan tingkah aneh kedua anaknya.

"Kalau begitu berubahlah jadi mutan berkekuatan api."

"KAU INI GILA ATAU SAKIT JIWA!"

Aku tertawa keras melihat gadis itu dengan reaksinya yang berlebihan. Hasilnya, anak perempuan ini berhasil kena damprat ayahku pada pagi yang cerah ini. Hahahaha.

.

.

.

Jam sepuluh tepat, aku tiba di Metrotown. Penampilanku berubah sekali sekarang, sampai-sampai saat berkaca tadi, aku mengira ini bukanlah Kris Wu. Bahkan saat aku hendak berangkat tadi, obsidian biru Diana memicing ke arahku layaknya melihat seorang asing yang hendak menculiknya. Well... aku sendiri juga merasa asing.

Kaki panjangku berhasil mencapai pintu masuk pusat perbelanjaan yang termegah di Vancouver ini. Sebelumnya Brian berpesan padaku bahwa sesampainya di sini aku harus menyebutkan satu kalimat pada seorang wanita yang berdiri di balik meja resepsionis.

"Selamat pagi, Tuan. Ada yang bisa kami bantu?" Suara wanita itu menggaung dalam telingaku. Aku menatapnya canggung disertai gestur gugup. "Ah... Aku...."

"Ya, Tuan?"

Aku menatapnya ragu. "Um... Kau tahu... Beruang lucu pintar menari dan menyanyi, aku suka beruang."

Terkutuklah Brian dengan kalimat sok menggemaskannya itu. Wanita itu mengangguk mengerti dan akhirnya dia memberi kode pada seorang penjaga yang berjaga di dekatnya. Penjaga itu menuntunku menuju sebuah lift yang terdapat tulisan 'LIFT RUSAK' namun si penjaga menebar pandang ke sekitar dan setelah merasa aman, dia melepaskan tulisan itu dan membuka lift tersebut. Aku dengan langkah ragu mengikutinya untuk masuk. Penjaga itu berdiri di dekat pintu lift yang membawa kami menuju lantai 20. Tapi aku merasakan hal yang aneh, lift ini jelas bergerak ke bawah. Apakah aku akan dibawa ke ruang bawah tanah? Maksudku, lantai 20 di bawah tanah? Yang benar saja!

VehementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang