Absorption

49 7 0
                                    

Pernahkah kau berpikir mengenai mutan? Ya, mungkin beberapa film telah mengangkat tema mutan sebagai ulasan yang menarik. Tapi, bagaimana bila kau yang memainkan peran sebagai mutan itu? Sebagai tikus percobaan dari seorang peneliti? Dan pernahkah kau membayangkan jika kau menjadi seorang mutan secara nyata?

Jangan tanya mengapa aku bertanya seperti itu, karena aku sendiri adalah seorang mutan sekarang.

.

.

.

Pemandangan yang pertama tertangkap netraku adalah langit-langit kamarku sendiri. Aku masih mengerjap bingung selama sepersekian sekon untuk mengumpulkan kesadaranku. Kepalaku menengok ke arah jam weker yang berada di nakas, oh, pukul 3 pagi? Baiklah, tanggal berapa sekarang? Oh, bagus. Sekarang aku begitu terkejut melihat tanggal yang tertera di ponsel milikku. Hebat. Hari ini adalah tepat di mana kejadian Brian menjebakku. Hell, apa dia menciptakan mesin waktu juga? Sialan sekali ilmuwan gila itu.

Aku bangun untuk duduk dan seketika punggungku terasa nyeri lagi. Umpatan pun sukses terlontar dari mulutku ketika menyadari Brian menancapkan jarum suntiknya dengan keras di punggungku. Berapa kali lagi aku harus mengucapkan kata 'sialan' untuknya? Sialan.

Ah, tapi aku harus bisa menemukan cara agar aku tidak menjadi mutan. Serum sialan ini pasti sedang bekerja dalam tubuhku dan aku harus segera mengeluarkannya, tentu saja.

Secepatnya, aku harus menemui Brian si berengsek itu.

.

.

.

Kakiku menderap langkah di sepanjang lorong kampus, entah kenapa orang-orang terus menatapku. Ah, mungkinkah karena penampilanku? Well, aku hanya melakukan sedikit perubahan. Serius! Ini hanya sedikit kok. Kemeja kotak-kotak yang biasa kukenakan kini dilapisi kaus putih polos pada bagian dalamnya (yang terpenting aku tidak memasukkannya ke dalam celana), aku juga memakai celana jins, dan sepatu kets hitam. Hasratku dalam berpakaian rapi terasa berubah, aku pun tak tahu mengapa. Tapi sungguh bukan itu masalahnya. Aku harus menemukan Brian sekarang juga.

Tungkaiku semakin kupercepat lajunya ketika aku melihat punggung pria sialan itu bersama salah satu temannya. Aku menepuk bahunya dan dia langsung menoleh dengan senyum hangat—palsu—yang terpampang. Temannya mengernyit sebentar melihatku dan langsung berpamitan pada Brian.

"Ada apa? Apakah aku mengenalmu?" tanyanya dengan wajah penuh senyum. Sialan, aku jadi semakin benci senyum itu.

"Kau, berengsek, apa yang kau perbuat pada tubuhku?!" Aku menggeram dan mencengkeram kerah kausnya. Namun punggungku kembali diserang nyeri.

"Wow, santailah, kawan. Ayo, kita ke laboratorium milikku." Dia mengalungkan lengannya pada bahuku dan secepat kilat pula aku menepisnya. Oh, apa dia pikir bisa menjebakku untuk yang kedua kalinya? Tidak, kawan.

"Hahaha, baiklah, sepertinya kau masih agak 'trauma' terhadap laboratorium. Kita duduk di taman kampus saja, bagaimana?"

Aku berpikir sejenak, memikirkan segala resiko yang akan kudapat jika mengikuti usulnya. Setelah aku melihat dia yang masih tersenyum meyakinkan padaku, aku berkata, "Oke."

.

.

.

"Kris, kau sedang berada dalam tahap proses penyerapan."

Aku mengernyit lantas dengan sengit bertanya, "Apa maksudmu?"

Brian membuka bukunya santai seperti tak berniat bicara secara serius denganku. "Kau baru saja menerima serumku dan setiap sel tubuhmu sedang menyerap segala zat yang terkandung dalam serumku."

VehementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang