Luka 3

65 8 3
                                    

Alza menyukai bagaimana cara angin pantai menerpa wajahnya. Alza juga menyukai bagaimana terpaan angin seakan ikut menghapus masalahnya.

Alza hanya tidak menyukai bagaimana takdir mempermainkannya. Takdir yang seolah olah berkonspirasi dengan semesta untuk selalu memberikan cobaan untuknya.

Pikiran itu selalu menghantui benaknya selama 3 hari ini setelah kejadian itu terjadi.

'Dia tidak datang karena dia tidak peduli Alza' Hati kecilnya lagi-lagi memberi sebuah kepastian yang memang benar adanya.

Alza tidak tahu apa yang akan dia lakukan setelah ini. Masalah apalagi yang datang kepadanya, dan bagaimana takdir mempermainkannya.

Sudah 1 jam Alza berusaha untuk mencoba mengalihkan masalahnya, yang ia lakukan sedari tadi hanyalah duduk diam menikmati terpaan angin yang pelan mengenai rambutnya, sembari memperhatikan beberapa anak-anak yang bersama orang tua nya, anak-anak yang asik bermain bola di bibir pantai mengurai kebahagiaan bersama kedua orang tuanya. Alza tersenyum miris melihat pemandangan itu.

Sesaat kemudian Alza mengeluarkan HP dari saku nya. Alza berpikir mungkin yang kali kali ini ia butuhkan hanya teman untuk mengobrol. Akhirnya Alza memutuskan untuk menghubungi sepupunya, yang mungkin sudah pulang sekolah sekarang.

'Maaf, nomor yang anda tuju sedang sibuk, silahkan mencoba beberapa saat lagi'

'Lah kok?,' Ucap Alza dalam hati.

'Si kutu ga denger kali ya? Gue coba telfon lagi aja deh' imbuhnya heran tidak seperti biasanya sepupunya itu mengabaikan teleponnya.

Saat Alza akan menghubungi Mavida untuk yang kedua kalinya, ada seseorang yang menelponnya. Seseorang yang tak pernah ia harapkan untuk sekedar bisa menghubungi atau sekedar menyapanya.

Alza terdiam memandangi layar HP-nya yang sedari tadi bergetar menunjukan Caller ID seseorang yang sungguh ingin Alza benci. Butuh waktu beberapa detik bagi Alza agar bisa mengangkat telepon dari orang itu.

"Ada apa?" Kata Alza tanpa memikirkan sapaan sekedar basa-basi untuk orang itu

"Kamu hari ini berangkat ke Bandung ikut Papa disini, semuanya udah diurus kamu bisa langsung berangkat nanti sore" Jawab seseorang dingin di ujung telepon, yang juga tidak memikirkan sapaan basa-basi sekedar menanyakan keadaan putri satu-satunya.

'Selalu dingin dan tidak peduli seperti biasa' ucap Alza getir dalam hati yang memunculkan senyum samar di bibirnya.

"Aku masih bisa jaga diri disini, papa nggak perlu sepeduli ini sama aku, Papa bisa bersikap seperti biasanya nggak perlu khawatir. Aku bakalan baik-baik aja tanpa papa" Jawab Alza enteng seolah-olah tidak peduli dengan keinginan-nya.

"Bersyukur Aal. Papa masih mau memikirkan kamu, kamu juga masih tanggung jawab papa. Papa cuma ingin kamu berkemas sekarang dan pergi ke Bandung nanti sore" Kata-katanya terdengar sangat tegas di telinga Alza.

Sebelum Alza bisa menjawab perkataan ayahnya, sambungan telepon itu sudah diputus sepihak oleh-nya.

'Papa masih sama, masih tetep nggak mau dibantah' Ucap Alza sambil tersenyum kecil memikirkan sifat Papa-nya yang tidak pernah berubah.

Saat ingin melanjutkan lamunannya, lagi-lagi terdengar getar dari HP-nya, getar pesan yang terdengar kali ini.

Ampas Tahu: kangen ya? Pesona gue emg mena1 sih jadi kalo lo kangen wajar😚😚

Alza terkekeh melihat pesan dari sepupunya yang lebay jika tau Alza menghubunginya duluan.

Alza: si feses salah minum obat lagi nih

Alza: Ntar jam 7 jemput gue ya di bandara

Ampas Tahu: lah lo ngapain ke bandara? Tempat mangkal lu pindah Aal?

Alza: si tai.

Alza: gue pindah ke Bandung

Alza menyeringai, penasaran ingin melihat reaksi sepupunya setelah tau dia akan pergi ke Bandung.

Ampas Tahu: hAAAH DEMI APAA

Ampas Tahu: SALAH APA GUEEE AAAAL? KALO LO PINDAH KE SINI ANCUR AAL ANCUR!! BANDUNG BAKAL ANCURR KALO ADA LOO!1!1!1

Alza: mati aja lo kerak!

• • • • • • • • • • •

Bandung tidak pernah berubah, Bandung tetap indah. Masih sama seperti dulu.

Alza baru saja turun dari pesawat. Alza tersenyum seraya menghirup napas dalam dalam.

'Semuanya masih terlihat sama' ucap Alza dalam hati sedikit tidak percaya bahwa kota kelahirannya tidak banyak berubah.

Alza berharap bahwa semua yang ia miliki baik dulu maupun sekarang tidak akan pernah berubah, seperti kota kelahirannya ini. Semoga saja hanya dirinya yang berubah. Egois? Memang. Alza tidak pernah mengharapkan perubahan itu terjadi pada dirinya, tetapi Alza bersyukur karena perubahan inilah yang dapat menguatkannya.

Alza berpikir bahwa semua ini adalah awal perjalanan hidupnya yang baru, yang semoga saja bisa seindah pemandangan kota kelahirannya.

LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang