"Iya gue suka tahu, bukan tempe macam lo!" balasku sekenanya. Aku memilih bangun dari tidurku dan mengambil handuk untuk mandi.
Sebelum aku menutup pintu kamar mandiku, aku mendengar Tania mengatakan "Jangan menangis di bawah siraman air."
Kampret! Tahu aja aku mau nangis. Duh Gusti, aku sayang Qidham hanya sebagai sahabat yang begitu dekat hingga aku menganggapnya sebagai kakakku. Tapi rasa sakitnya sama seperti pacar yang diselingkuhi.
Lagian salah Qidham juga, aku yang sering minta tapi malah dikasih. Padahal dia juga tahu sifatnya Tania seperti apa tapi kenapa malah dia lebih miring ke Tania sih? Emangnya aku kurang apa coba?
Benar sih Tania lebih unggul di fisiknya. Mana ada laki-laki yang nolak Tania. cantiknya dari ujung rambut sampai ujung kaki. Darah yang mengalir di tubuhnya juga buka murni Jawa Sunda, masih ada darah Belanda yang menurun dari Om Albert.
Gatal rambut aku kalau kelamaan mikirin Qidham. Aku buru-buru menyiapkan air untuk mandi.
Your sugar
Yes, please
Won't you come and put it down on me?
Suara Adam Levine mengalun indah begitu saja. Tanpa aku melihat ke layar handphoneku, aku sudah tahu siapa yang meleponku.
"Dimana May?" suara laki-laki terdengar di sebarang sana.
"Di rumah. Lagi mandi." Jawabku sekenanya. Aku tahu, tidak baik membawa handphone ke kamar mandi, tetapi bagaimana lagi, daripada nanti handphoneku di pegang sama Tania saat aku mandi. Mana tahu dia iseng dan memeriksa handphoneku saat aku mandi, dan menemukan hal yang iya-iya di dalamnya.
Bukan masalah hal dewasa, tetapi masalah aib Qidham yang suka aku ambil secara diam-diam. Seperti saat dia tidur di kelas dengan ekspresi yang lucu. Atau saat bibirnya penuh dengan sambal kacang karena ulahku.
"Gue ke rumah lo ya. Bosan gue di rumah sendirian."
"Jangan!" jawabku cepat. "Tunggu gue di depan kompleks aja. Kita jalan, sekalian ada yang mau gue tanya ke lo."
"Sayangnya gue udah ada di depan rumah lo." Terdengar kekehan Qidham di ujung sana. Tidak haya itu, aku mulai mendengar suara Tania.
Gawat. Aku langsung mematikan sambungan dan menyelesaikan ritual mandiku.
Aku memilih baju dengan turtle neck berwarna merah maroon, dipadu dengan rok berwarna hitam selutut. Rambut hitamku, aku kuncir kuda seperti biasa. Dan memilih aksesoris kalung dengan liotin cincin yang pas di bajuku.
Baru saja aku sampai tangga, aku, langsung disuguhkan pemandangan yang menjijikan. Tania sedang duduk bersebelahan dengan Qidham dan berlaku manja sehingga membuatku mual. Sedangkan Qidham mengelus kepala Tania dengan lembut.
"Maaf rumah gue bukan tempat mesum!" kataku kesal sambil duduk di depan Qidham.
Aku mengambil toples berisi keripik ubi kesukaanku. Menggigitnya dengan kasar sehingga menghasilkan bunyi 'kriuk kriuk' yang terdengar sangat jelas.
"Siapa yang bilang ini mesum? Kita gak ngelakuin yang iya-iya kan." Aku melirik Tania dengan sebal.
"Katanya kita mau jalan? Mumpung masih belum terlalu malam." Giliran Qidham yang mengeluarkan suara yang langsung disetujui Tania.
Aku terus mengekori sepasang insan yang bergaya romantis. Qidham sama sekali tidak menungguku seperti biasanya. Dia terus saja jalan dengan tangan kanan yang menggandeng Tania.