Pelajaran olahraga sudah berakhir lima belas menit yang lalu, tapi Sera tetap tinggal karena ia ingat sejak semester dua, pergantian jadwal pelajaran membuat kelasnya dengan kelas Rian memiliki jam pelajaran olahraga yang sama. Anak-anak lain sudah meninggalkan gimnasium setelah mengambil nilai lompat jauh, tapi tidak dengan Rian.
Pak Ari-guru olahraga yang terkenal keras dan bersemangat-menyuruh Rian untuk berlatih berenang sendirian di sisi lain gimnasium karena O2SN tinggal beberapa hari lagi.
Sera melangkah menaiki tangga menuju kolam renang yang memiliki permukaan lebih tinggi dibandingkan lantai gimnasium, kedua tangannya membawa alat-alat perlengkapan. Ia lupa ia ditugaskan menjadi penanggung jawab peralatan semester ini. Sera memandangi sinar matahari yang tampak jauh namun terlihat jelas dari jendela atap gimnasium.
Deja vu.
Sera berhenti. Sama seperti hari itu. Hari Selasa. Usai pelajaran olahraga. Dirinya melangkahi tangga menuju kolam renang dengan kaki telanjang.
Sera tiba-tiba merasakan tangannya gemetar.
Ia bahkan tidak pernah benar-benar mengenal Rian, tapi ia takut menemui cowok itu lagi. Di dunia ini pada lini masa yang berbeda-cowok itu tidak bernapas lagi. Cowok itu tidak membuka mata, bergerak, mengeluarkan suara seperti semua orang lainnya. Sera merasakan dadanya tiba-tiba sesak. Kalau waktu Rian sudah berhenti di masa depan, waktunya diputar balik untuk menyamai waktu cowok itu. Sera merasakan sesak dadanya berubah menkadi kelegaan luar biasa begitu memikirkan hal tersebut.
Byur!
Sera tersentak, merasakan perutnya bergejolak begitu mendengar deburan air. Ia membayangkan tubuh Rian jatuh ke dalam kolam renang dengan bunyi deburan yang keras.
Sera melangkah lebih cepat.
Ia memandangi air kolam yang tampak berkilau seperti kristal karena seberkas sinar matahari yang masuk melalui celah atap gedung gimnasium. Setengah menit berlalu. Rian tidak kunjung muncul ke permukaan. Perasaan lega yang mengisi hatinya perlahan-lahan berubah menjadi was-was. Apa yang dilakukan cowok itu? Apa kakinya kram?
Sepuluh detik kemudian, Sera mendapati dirinya berlari menuju tepi kolam renang. Ia meringis, merasakan dinginnya air kolam renang seperti es yang menghunjami kulitnya begitu ia melompat.
Sera menyelam, mendapati tubuh Rian melayang di dasar kolam, punggung cowok itu meringkuk membentuk bola. Sera menghampiri cowok itu secepat yang ia bisa, menarik lengan lalu tubuh Rian ke permukaan.
"Wuah," Rian bernapas kasar begitu mereka berdua sampai ke permukaan, memandang Sera dengan raut wajah syok. Kedua mata cowok itu mengerjap berkali-kali.
Sera buru-buru melepaskan cengkeramannya. Ia merasa sangat malu. Apa yang baru saja ia lakukan?
Sera bergerak menjauh, bermaksud untuk berenang ke tepi tanpa melirik Rian sedikitpun saat kakinya tergelincir...dan tubuhnya jatuh tepat ke arah Rian. Rian menahan bahunya.
Sera gelagapan, menarik dirinya seolah-olah cowok itu terbuat dari listrik. Rian mendekatkan wajahnya ke depan, membuat sekumpulan rambut hitamnya yang basah jatuh ke pelipisnya. Ia tidak bisa bergerak semilimeter pun saat Rian kemudian mulai berbicara. Suara cowok itu terdengar dekat, serak dan tidak pernah ia dengar sebelumnya.
"...Serena?"
Sera membulatkan mata, tidak menyangka sepasang pupil coklat terang tengah memandanginya seolah-olah tidak baru pertama kali melihatmya.
"...Ya?" Suaranya gemetar.
Rian menoleh ke arah pintu gimnasium yang sedikit terbuka di sisi lain kolam renang, kemudian kembali ke arahnya. Sera menggerakkan kakinya, merasakan hangat udara luar yang masuk melalui ventilasi menerpa wajahnya. Rian membuka mulut, tampak tidak tahu harus mengatakan apa.
"G-gue...kira lo tenggelam," Sera akhirnya berkata susah payah.
"...Sori?"
Sera memutar tubuhnya lagi dari Rian.
"Tunggu!" Rian menahan bahunya, suaranya bingung, "gue tadi...kenapa...apa?"
"Maaf," Sera berkata cepat, kepalanya berputar persis seperti ketika pertama kalinya ia naik kereta luncur di taman bermain.
"Gue nggak akan tenggelam," Rian berkata perlahan, suara cowok itu nyaring di tengah-tengah gimnasium yang kosong. Sera bergerak menjauh dari Rian, membuat gelombang-gelombang kecil setiap kali ia berenang. Sera tidak mengatakan apa-apa, setiap inci wajahnya hangat begitu menyadari maksud Rian. Atlet internasional seperti cowok itu, yang sudah pernah diundang ke Rusia hanya untuk membelah air-tenggelam? Pasti Rian berpikir ia sangat bodoh.
Ketika ia sudah sampai di tepi, kakinya gemetar dan ia ingin berteriak sekencang-kencangnya. Sera merasakan tatapan Rian dari belakang punggungnya, tapi ia tidak menoleh.
Sera meraih sepatu kets putihnya yang sempat ia lepas sebelum melompat ke air, memakainya kembali. Kakinya basah dan dingin, kaus olahraganya melekat di kulit, tubuhnya terasa berat. Tapi ia hanya ingin secepatnya pergi dari sini.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Lonely Water
Novela JuvenilPada pukul 10.00 pagi, Rian Aditya ditemukan mengambang di kolam renang sekolah, tidak bernyawa. Pada pukul 12.00 siang, Serena Kalista mendapati dirinya berada di kehidupan tiga bulan sebelumnya. Copyright 2018 © All Rights Reserved.