Frans menghisap rokoknya dalam-dalam bersama kawan-kawannya. Sialan! Pak tua itu sengaja menyuruhnya masuk sekolah ini dengan tujuan supaya Frans bisa diinjak-injak oleh cewek beringas itu. Pak tua itu mengenal dirinya dengan sangat baik. Frans tidak mungkin menjotos wajah Annabeth walaupun wajah gadis itu lebih mirip laki-laki daripada perempuan.
"Frans..," panggil Ben alias Benyamin. Supaya terdengar lebih keren.
Yang dipanggil menolehkan kepalanya. "Gue curiga itu cewek beringas emang sengaja disuruh bokap lo buat ngerjain lo deh."
Frans diam tak menjawab. Malas rasanya membahas hal itu lagi. Frans mengepal tangannya erat.
"Nggak usah dibahaslah. Lo nggak liat muka si Frans udah mirip Hell Boy," sahut Ridwan yang badannya tinggi besar seperti bodyguard.
Ketiga temannya yang lain Jose, Kevin dan Putra tidak mau terlibat dalam debat itu. Mereka berlima sudah bersahabat sejak sekolah dasar. Kelimanya berasal dari keluarga berada. Secara sekolah milik ayahnya Frans ini juga memang diperuntukkan bagi mereka yang kekayaannya luar biasa.
"Sekarang apa rencana lo?" tanya Jose yang paling lembut diantara mereka.
Frans membuang puntung rokoknya yang masih tersisa banyak. Lalu menginjaknya. "Gue akan buat perhitungan sama pak tua sialan itu!" jawabnya dengan pandangan penuh amarah.
Kevin dan Putra hanya diam. Takut jadi sasaran kemarahan sahabatnya itu.
***
Setelah rasa pusingnya hilang, Tivania berjalan kembali menuju kelasnya. Ia hendak melanjutkan kegiatan masa orientasinya. Namun sebuah tangan menahan lengannya. Refleks Tivania memutar kepalanya.
"Kamu yakin tidak mau pulang dan kembali ke kelas?" tanya Daffa. Ia sedikit khawatir dengan keadaan adik kelasnya ini.
Tivania menatap lengannya yang masih digenggam oleh Daffa. Sehingga sedetik kemudian Daffa telah melepaskan pegangannya.
"Iya kak. Aku yakin. Trims ya kak atas pertolongannya," ujar Tivania memberikan senyumnya lalu berbalik melangkah menuju kelas. Meninggalkan Daffa yang menatap telapak tangannya yang kosong. Ia sudah membuat keputusan. Ia akan berusaha mendapatkan hati gadis ini.
***
Frans lebih dahulu berjalan meninggalkan teman-temannya yang masih ingin tetap tinggal di samping sekolah. Ketika ia hendak berbelok di tikungan, tubuhnya terpental ke belakang. Untung tubuhnya kekar, walaupun tidak seperti tubuh para atlet. Kalau tidak bokongnya sudah mendarat di atas lantai yang keras.
Gila! Siapa nih yang jalan nggak pake mata?
"Aww..." Erangan suara seorang gadis membuat Frans melirik ke arah di mana gadis itu terjatuh.
"Lo?" seru Frans. Matanya membelalak melihat wajah gadis di hadapannya.
Tivania mendongakkan wajahnya dan bertemu dengan manik cokelat milik Frans. Perlahan ia bangkit dan tentu saja tanpa uluran tangan Frans. Lagipula mana mungkin Frans akan mengulurkan tangannya. Bisa hujan besar ditambah petir jika itu terjadi.
Tivania memincingkan matanya. "Oh!"
"Sudah baikan tuan putri?" ledeknya.
Frans merasa salut karena gadis ini pintar melarikan diri. Ia sebal setengah mati dengan perempuan satu ini. Kejadian pada siang tadi benar-benar ingin membuatnya meninju wajah siapa pun itu. Bagaimana bisa dirinya dipermalukan dengan cara disuruh menari bebek nungging yang entah seperti apa bentuknya dan bernyanyi sambalado! Lagu macam apa itu? Rasanya dia tak pernah mendengarnya. Atau dirinya saja yang tidak pernah mengikuti perkembangan lagu di tanah airnya?
"Bukan urusanmu. Minggir!"
"Hey! Seharusnya lo yang minggir!" seru Frans tidak mau kalah oleh perempuan yang sukses membuatnya menahan geram hari ini.
Tivania berdecak kesal. Kenapa ia harus pakai acara bertubrukan dengan lelaki seperti ini sih? Tahu gitu tadi seharusnya ia meminta Daffa mengantar ke kelasnya saja. Laki-laki ini benar-benar berbeda seratus delapan puluh derajat dengan Daffa yang begitu lembut dan baik hati. Lihat saja tatapan matanya yang seperti serigala. Tampan sih tampan tapi lihat! Sebelah telinganya memakai anting, ciri khas anak berandal. Rambutnya melebihi batas telinga alias gondrong, mungkin. Bajunya tidak rapi. Sepatunya merah menyala. Bukan hitam seperti peraturan sekolah ini. Mami bisa pingsan jika melihat ada murid seperti ini di sekolah yang selalu ia banggakan! Jerit Tivania dalam hati.
"Woi!" Sebuah jentikan jari berada di depan mata Tivania. "Udah beres ngelamunnya?"
"Eh..?" Tivania menengadahkan kepalanya menatap berandal di depannya yang memiliki tubuh lebih tinggi darinya.
"Nih cewek, disuruh minggir malahan ngelamun."
"Aku nggak ngelamun!" elaknya.
"Whatever! Gue nggak mau buang waktu buat ngadepin cewek yang nggak menarik kaya lo!" Frans menabrakan bahunya pada bahu Tivania sehingga membuat gadis itu sedikit melangkah mundur ke belakang. Lalu terus melangkah tanpa mempedulikan teriakan Tivania.
"Dasar cowok edan!" geramnya saat Frans sudah berjalan agak jauh.
Tivania berjanji pada dirinya sendiri akan menjauhi lelaki itu selama dia menuntut ilmu di sekolah ini. Lelaki yang anehnya bisa diterima di sekokah terkenal iniNamun, bagaimana jika takdir berkata lain?
***