Sebuah ambulans bergerak cepat meninggalkan area parkiran sekolah. Tivania menatap kepergian ambulans itu dalam diam. Disebelahnya Daffa melirik Tivania sejenak sebelum akhirnya ikut menatap ambulans yang sudah hilang dari pandangan mata mereka.Suara helaan nafas berat terdengar di telinga Daffa. Membuat Daffa kembali memiringkan wajahnya memandang sisi wajah gadis itu.
"Tenang aja, Gavin laki-laki yang kuat. Dia pasti baik-baik aja," ujar Daffa meyakinkan Tivania. Karena saat ini yang terlihat tidak baik-baik saja adalah gadis itu.
Tanpa diduga tubuh gadis itu berbalik meninggalkan Daffa yang terlihat bingung dengan tidakan gadis itu tapi dengan segera ia menyusul Tivania. Entah ke mana gadis itu melangkah, tapi rasa khawatir Daffa membuat dirinya mengikuti Tivania.
Seorang gadis cantik sedang bergelayut manja di lengan Frans. Tapi Frans langsung menepis tangan gadis itu dengan kasar.
"Frans!" serunya.
"Ben, tolong lo urusi cewek ini. Gue males urusan sama cewek macam dia." Kikan menghentakkan kakinya dengan kesal. Lalu membalikkan tubuhnya meninggalkan tempat itu.
"Gila lo Frans! Cewek cantik dan sexy gitu lo tolak. Emangnya lo nggak tau dia siapa?" ujar Kevin.
"Nggak. Emang dia sepenting Presiden gitu? Yang muka dan namanya mesti gue inget?" balas Frans acuh.
"Lo emang nggak waras! Cewek itu namanya Kikan siswi kelas tiga. Cewek terseksi di sekolah ini. Gue nggak yakin lo cowok tulen Frans. Kalau lo baru dilihat dan dipegang sama Kikan aja lo nggak mau," ledek Jose.
Yang lain tergelak mendengar perkataan Jose. Anak itu memang tidak banyak bicara tapi sekali bicara mulutnya lebih-lebih kaya cewek.
"Sial lo! Tuh mulut belom pernah di sekolahin ya?" semprot Frans.
Baru saja ia hendak melangkah meninggalkan kantin, tapi sesosok bertubuh mungil berjalan menghampirinya. Langkahnya berhenti tepat di hadapan tubuh tegap Frans.
Tivania dengan berani menatap wajah Frans. Tidak memedulikan sekitarnya yang sedang menatap ke arah mereka berdua.
Seketika suasana menjadi hening. Menebak-nebak dalam hati apakah yang akan terjadi diantara lelaki pembuat onar dengan gadis polos yang suka menolong orang lain?
"Lo lagi? Bosen gue lihat muka lo! Belom juga kelas mulai gue udah harus ngeli...." Belum selesai Frans menyelesaikan kalimatnya. Tivania lebih dahulu sukses mengayunkan sepatunya mengenai tulang kering milik Frans. Laki-laki sukses dibuat meringis. Hal yang paling jarang dilakukan oleh seorang Frans Perdana. Sedangkan beberapa pasang mata menatapnya dengan kikikan kecil yang keluar dari bibir mereka. Dalam hati Frans mengumpat segala macam kata-kata kasar yang diketahuinya.
"Ini balasan buat lo!" seru Tivania. "Karena lo udah nyakitin Gavin. Dan gara-gara kaki lo itu Gavin cedera dan harus masuk rumah sakit!"
Frans menatap gadis bertubuh mungil di hadapannya dengan tajam. Lalu memajukan tubuhnya, menghiraukan rasa nyeri di tulang keringnya. "Thanks, udah kasih info tentang si pengecut Gavin. Sayangnya gue nggak butuh info tentang dia!" balas Frans sinis.
Kedua mata Tivania membesar. Tidak percaya bahwa ada laki-laki sebrengsek ini di sekolahnya. Mami! Mami telah salah memilihkan aku sekolah! Batinnya berteriak.
Baru saja Frans melangkahkan kakinya, laki-laki itu berbalik ke posisi semula.
"Tapi, gue pikir-pikir. Info dari lo tadi itu adalah kabar baik buat gue," ucapnya sinis. "Oh, iya! Jangan sekali-sekali lo tampilin muka lo lagi di depan gue. Atau lain kali lo yang bakalan berakhir di rumah sakit." Frans berjalan melewati Tivania yang termangu di tempatnya. Disusul beberapa teman laki-laki itu yang mengikutinya di belakang.
Daffa yang sejak tadi melihat semuanya, akhirnya memutuskan untuk menghampiri Tivania dan mengajak gadis itu duduk disalah satu meja kantin. Memesankan es jeruk untuk gadis itu. Ternyata dugaannya benar. Gadis itu mencari sosok Frans. Namun Daffa tahu jika Frans bukanlah lawan yang tepat.
"Kamu nggak apa-apa?" Ada nada khawatir dari suara Daffa. Ia tidak mau gadis polos ini terluka. Karena Daffa dapat menebak jika semua ini dilanjutkan, Tivanialah yang akan berakhir sebagai korban diantara pertikaian Frans dan Gavin. Karena Daffa lebih mengenal keduanya sejak lama.
"Eh.." sahut Tivania. Seakan baru kembali ke dunia nyata setelah pikirannya entah melayang kemana. "Aku baik-baik aja, kak." Tivania memberikan sebuah senyuman tipis. Mencoba meyakinkan laki-laki di hadapannya.
Perlahan Daffa mengangkat tangannya lalu menepuk lembut kedua jemari milik Tivania. Membuat Tivania menggerakan matanya menatap Daffa. "Jangan sok kuat. Kamu boleh mengandalkan aku," ucapnya lembut.
Sehingga membuat Tivania menatapnya dengan pandangan penuh kebingungan. Apa yang baru saja di katakan Daffa? Ia tidak sedang salah dengar bukan?
***
Bab selanjutnya bisa di baca di link ini :
https://m.dreame.com/novel/tOIJ7xZHJohkM8tXB0UlLw%3D%3D.html