4

46.6K 2.8K 11
                                    


Perjalanan menuju UKS dengan memapah seseorang yang terluka benar-benar membutuhkan tenaga ekstra. Beberapa butir peluh sudah mengalir di kening Tivania. Ia harus segera tiba di UKS secepatnya. Karena sudah beberapa kali Gavin merintih kesakitan pada bagian perutnya. Bukan karena melilit, namun sepertinya tadi Frans menendangnya dengan sangat kencang.

"Tivania?" Sebuah suara dari belakang membuat Tivania kesulitan memutar kepalanya karena ia sedang kewalahan memapah Gavin.

Daffa berjalan mendahului Tivania, lalu menatap gadis itu yang sedang membantu seorang laki-laki dengan wajah babak belur. Dengan segera Daffa mengambil alih lengan laki-laki itu sehingga pundak Tivania bebas dari beban Gavin.

"Apa yang terjadi?" Daffa memandang Tivania dengan wajah kebingungan.

"Nanti aku jelasin ke Kakak. Sekarang tolong bawa dia ke ruang UKS, Kak. Sepertinya ada masalah dengan perutnya," ucap Tivania.

Daffa menyetujui perkataan gadis itu dan langsung melangkah cepat menuju ruang UKS.

Karena masih pagi, ruangan UKS masih belum ada guru yang menjaga ruangan tersebut. Daffa membantu Gavin membaringkan tubuh laki-laki itu sedangkan Tivania sedang sibuk mencari beberapa obat di dalam kotak p3k.

Setelah mendapatkan obat yang dicari, Tivania datang menghampiri Gavin yang sedang meringis kesakitan. "Kak coba buka seragam Gavin! Kita harus melihat luka di bagian perutnya."

Daffa menatap wajah Tivania yang memasang ekspresi serius lalu melaksanakan perintah gadis itu. Tivania tidak berani membuka seragam Gavin. Apa kata mami kalau melihat puterinya sedang membuka seragam anak laki-laki? Alamat digantung di pohon toge dia!

Pandangan mata Tivania tertuju pada memar di perut Gavin dengan ngeri. Warna biru tercetak jelas pada kulit perutnya. Sangat tidak punya perasaan sekali berandal itu. Lihatlah akibat ulahnya!

"Vania," panggil Daffa. "Lebih baik kita menghubungi rumah sakit. Aku takut ada luka dalam."

Tivania menganggukkan kepalanya beberapa kali dengan arti jika ia setuju akan usul Daffa. Kakak kelasnya itu akan keluar mencari bantuan untuk membawa Gavin ke rumah sakit. Sedangkan ia memerintah Tivania untuk membersihkan dan mengobati luka luar pada tubuh dan wajah Gavin.

Dalam hati Tivania berjanji akan membantu Gavin membuat perhitungan dengan berandal itu!

***

Jam istirahat berbunyi, Frans dan kawan-kawannya berjalan menuju toilet laki-laki. Tempat di mana ia dan kawan-kawannya dapat merokok. Namun ketika ia hendak masuk ke dalam toilet sebuah tangan yang lembut menahan lengannya.

Frans menatap tangan yang berkulit putih itu lalu berpindah ke wajah pemiliknya.

"Kamu harus minta maaf sama Gavin!" seru Tivania.

Beberapa murid yang lalu lalang mulai memperhatikan mereka. Frans menatap wajah gadis di hadapannya dengan jengkel. "Lo lagi?"

"Frans..." panggil Ben mengingatkan. Ben adalah salah satu kawannya yang paling dipercaya oleh Frans. Well, Frans percaya dengan yang lain. Tapi ia sudah kenal dengan Ben lebih dahulu dari pada dengan yang lain. Menurut ingatan Frans yang tidak terbatas, mereka sudah menjadi teman sejak ia dan Ben sama-sama masih mengenakan popok sambil memperebutkan mobil-mobilan.

Frans mengangkat sebelah tangannya. Meminta Ben untuk diam. Serangga kecil seperti ini akan sangat dengan mudah ia tangani. Yang ia butuhkan hanya menentukan waktunya saja, setelah itu ia akan menginjak serangga itu sampai mati.

***

...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang