One

78 12 11
                                    

Aku berjalan di koridor sekolah, sangat ramai. Terkadang kalau berada di situasi seperti ini, aku akan mengingat kejadian itu lagi. Ya, kejadian dimana aku pingsan hanya karena keramaian. Sungguh memalukan.

Sampai sekarang, aku belum tahu siapa yang menolongku kala itu. Tapi, aku rasa aku mengenal suara itu. Dan aku bisa mencari orang itu. Namun, seminggu setelah kejadian itupun, aku masih belum menemukan orang itu.

"Kau tak akan bisa mendapatkan rotimu ini, Ay." ejek Averu. Gadis itu berlari dan mengangkat tinggi-tinggi roti milik temannya.

"Averu! Cepat kembalikan rotiku!" teriak gadis berambut sebahu yang kutahu bernama Aya.

Tunggu.

Suara itu.

"Averu, aku benar-benar sedang lapar. Kumohon, hilangkan pikiran jahilmu dulu." kulihat kini Aya melipat kedua tangannya didepan dada. Pipinya menggembung menandakan gadis itu benar-benar kesal. Matanya menatap Averu tajam.

Sungguh, aku mengenal suara ini.

"Oh ayolah, Ay. Masa gitu saja kau marah sih. Aku hanya bosan tau." ujar Averu sambil mengembalikan roti milik Aya. Dengan cepat, Aya merampasnya.

Mereka berdua terlihat sangat akrab. Terkadang aku iri, namun aku bisa apa? Bahkan di kelas, semuanya enggan untuk berteman denganku. Mereka pikir aku aneh.

Averu dan Aya lewat di depanku. Aku hanya menunduk karena takut. Tiba-tiba pundakku dipegang seseorang. Dengan cepat, aku mengangkat kepalaku. Dan itu mereka. Iya, mereka. Dua gadis yang sedari tadi kuperhatikan.

"Halo, kau Sasqia kan?" tanya Averu. Ia tersenyum padaku, baru pertama kali kulihat ada orang yang berani tersenyum kepadaku. "Kenapa kau sendiri?" tanyanya lagi.

"Aver, jangan banyak tanya seperti itu, kau membuatnya takut tahu." Aya mendorong bahu Averu. Averu mendengus kesal dan menggelengkan kepalanya. "Apakah aku menakutkanmu?" tanya Aver, lagi. Aku hanya diam.

Aya menghela nafas lelah. "Susah ya memberitahumu, Ver." ujar Aya.

Averu memutar kedua bola matanya malas. Pandangannya beralih kembali padaku yang hanya diam saja. Jujur, aku takut. Namun, perlahan kubuka mulutku untuk menjawabnya. "Y-ya, a-a-ku Sasqia. Aku memang selalu sendiri, dan sejujurnya k-kau m-memang menakutkanku." aku kembali menundukkan kepalaku.

Kudengar kini Aya sudah tertawa terbahak. Ia memukul punggung Averu. Yang dipukul justru diam saja memasang wajah kesalnya. "Kau tak pernah mempercayaiku, Ver." ujarnya sambil tertawa.

Averu menghela nafas kesal. Namun, lagi lagi ia kembali menatapku. "Baiklah, maafkan aku ya, Sas. Ya, aku tahu aku sangatlah bawel." ujarnya.

"Ikut kami yuk ke taman belakang?" ajak Aya.

Entah mengapa aku begitu senang. Baru pertama kalinya aku mendapat ajakan seperti ini. Aku sungguh beruntung dapat bertemu dengan mereka. Dengan cepat, aku mengangguk. Averu dan Aya langsung menarikku menuju taman belakang.

Aku yang memang jarang keluar kelas, tak pernah melihat tempat ini dengan baik. Karena keramaiannya, setiap lewat taman ini, aku selalu berlari karena aku merasa pusing. Namun, kurasa kali ini aku baik-baik saja. Tanganku digenggam oleh kedua gadis yang berada di depanku, aku rasa mereka mentransfer energi mereka padaku. Ya, maafkan aku, aku terlalu berlebihan.

Di lapangan kecil dekat pohon besar, terdapat 4 laki-laki yang sedang asyik bermain basket. Mereka tertawa sambil melempar-lempar bolanya. Aku kenal satu diantara mereka. Yang tinggi itu, dia mantan ketua OSIS di sekolahku, dia bernama Ran.

Lalu, ada 3 cewek yang sedang duduk di atas saung. Satu diantara mereka sedang tertawa sembari menunjuk komiknya. Kurasa, ia sedang memberitahu temannya letak lucu dari cerita yang ia baca. Dan, aku kenal dua diantaranya, mereka adik kelasku dan mereka adik kandung Ran, Ram dan Haifa. Mereka sungguh cantik, jika dilihat, sedikit mirip.

Oh, yang di kiri sana. Aku kenal mereka. Anak paling populer di sekolah ini. Mereka adalah Jessy, Bella, Lintang dan Nita. Ah ya, Lintang itu perempuan dan yang kutahu dia sangat amat humoris. Aku begitu menggemari mereka, mereka begitu jenius.

"Hai Averu, Ay!" seru dua kakak kelas yang lewat di hadapanku. Mereka menatapku penuh tanya, namun masih tetap dengan senyumnya. Dengan cepat, Aya dan Averu menarik keduanya dan memperkenalkan mereka padaku. Gadis dengan kacamata itu bernama kak Daddy dan yang satu lagi kak Ervina. Mereka terlihat seperti Aya dan Averu. Mereka tak lama, setelahnya mereka pergi kembali.

Di bawah pohon tempat aku pingsan terdapat 3 gadis yang sedang membaca bukunya. Mereka tampak serius. Kalau yang ini, aku benar-benar kenal mereka. Mereka teman sekelasku, Rifdah, Anna dan Meity. Aku tak pernah bicara dengan mereka karena mereka sibuk dengan bukunya masing-masing.

"Hai Fay!" seru Averu sambil melambaikan tangannya.

Aku menyipitkan mata untuk melihat siapa Fay itu. Ah ya, dia manusia terdingin di sekolah ini. Kulihat, dia hanya mengangkat sebelah tangannya dan langsung fokus pada ponselnya lagi.

"Ah, dia memang selalu dingin seperti itu." bisik Aver padaku.

"Ah iya, apa kau mengenal mereka semua?" tanya Aya. Aku menggeleng.

"Terlalu banyak untuk kukenal." jawabku.

Aya menggeleng dan merangkul bahuku. "Kau tahu maksudku bukan? Anak-anak AHAW, bukan seluruh murid yang ada disini. Kau hanya perlu mengenal 17 anak itu dan kuyakin, kau tak akan pernah merasa sendiri lagi." Aya tersenyum dengan mengangkat kedua alisnya.

Ahaw? Nama apa itu? Bahkan aku baru mendengarnya.

"Biar kutebak, kau tak tahu AHAW ya?" tanya Averu sambil menyipitkan matanya. Perlahan aku menggeleng. Averu menepuk dahinya.

"Baik, biar kuperkenalkan mereka padamu." ujar Averu.

"Mereka adalah orang-orang yang tak pernah suka mengurus urusan orang lain. Mereka campuran tiga angkatan! Memang sih tidak terkenal, tapi memang itu tujuan kita. Kita disini itu, sebagai tempat bercerita. Dan kita sering mengajak anak yang sedang sendirian, seperti kau. Dulu kami semua juga pendiam dan penakut, tentunya aku juga. Tapi kau lihat aku sekarang? Aku lebih berwarna." jelasnya sambil tersenyum lebar. Aku mengernyit bingung.

"Hei, AHAW!!" panggil Aya. Semua menoleh pada Aya. "Cepat kemari." teriaknya sambil melambaikan tangannya.

Anak-anak yang tadi kusebutkan semua berjalan mendekat. Mungkinkah mereka bagian dari Ahaw-ahaw ini juga?

Mereka berdiri di hadapanku. Apakah ini sungguhan? Si populer, si jenius itu ada di depanku?

Aver merangkulku, begitupun Aya. "Baik, teman-teman. Aku akan merekrut member baru. Mungkin Sasqia sudah tak asing di mata Meity, Rifdah, dan Ann bukan? Oke, dengan ini aku resmikan Sasqia menjadi bagian dari AHAW. Kau mau kan Sas?" ujar Aver begitu antusias.

Sungguh, aku tak percaya. Adakah komunitas seperti ini? Padahal, kukira anak-anak populer itu memiliki kelompok sendiri, begitupun dengan si jenius, pemain basket, dan anak-anak komik itu. Namun, perlahan aku mengangguk. Mereka semua terlihat gembira. Baru pertama kali aku melihat mereka seperti ini.

"Yes, kita jadi pas 20! Eh tapi fay, kemana dia?" tanya Lintang.

Semua melihat kesekitar. "Tuh, dia lagi sama ponselnya, lagi." ujar Ran. Semua langsung melihat ke arah yang Ran tunjuk. Di kursi panjang itu ada Fay sedang tiduran sambil memainkan ponselnya.

"Jangan khawatir, dia memang seperti itu. Oh iya, malam minggu nanti kau ikut kami berkumpul ya, di rumah Afi." ujar Haifa.

Aku lagi-lagi bingung. Afi itu siapa dan yang mana? Ya ampun apa aku terlihat seperti orang bodoh sekarang? Pasti iya. "Af-"

"Aku." ujar laki-laki tinggi dengan wajah datar itu.

"Baiklah, sekarang waktunya perkenalan." ujar Averu.

Bersama [AHAWFest]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang