Chapter 2

2.8K 143 0
                                    

***

"Well, Justin. Kurasa aku tidak bisa pulang karena aku telah bilang pada ayahku bahwa aku menginap di rumah temanku," jelasku terduduk di kursi ruang keluarga di lantai dua. Dari tadi aku menatapi foto-fotonya yang begitu indah. Dan sialnya, aku melihat salah satu fotonya yang tidak memakai pakaian atas sehingga tattoo mahkota yang berada di sebelah kiri dadanya terlihat. Itu benar-benar seksi. Well, mengapa Justin tidak memiliki ..mungkin setidaknya adik atau kakak? Orang tua? Tidak mungkin ia tidak memiliki orang tua. Justin bahkan hanya memiliki salah satu foto bersama dengan anjing Golden-nya yang besar itu. Itu sangat menarik, tapi yang ingin kulihat sekarang adalah foto dirinya bersama dengan orang lain. Apa dia anti-sosial? Tapi tidak mungkin. Ia adalah pengusaha. Pengusaha berarti ia memiliki banyak rekan kerja. Setidaknya satu atau dua teman. Baiklah, aku terlalu banyak berpikir. Justin muncul dari kamarnya dan membawakanku dua gelas air di tangannya.

"Minumlah," katanya sambil memberikan satu gelas padaku. Tentu saja aku langsung meraihnya, aku kehausan karena tenggorokanku baru saja terbakar oleh kebingungan. Kau mengerti maksudku bukan? Banyak pertanyaan, banyak bicara, banyak suara yang kukeluarkan hanya untuk berteriak-teriak padanya. Kuteguk satu gelas air ini hingga tinggal setengahnya. Mmmh, ini adalah air minum terlezat yang pernah kuminum. Kupejamkan mataku sejenak. Well, terlebih lagi air ini adalah air dingin. "Jadi, apa yang kaubilang pada ayahmu? Sebenarnya aku ingin membawamu pulang kembali, tapi kau bilang kau telah memberitahu ayahmu kalau kau menginap di rumah temanmu,"

"Mhmm," gumamku, "sebenarnya, itu hanya kebohongan kecil di antara banyak kebohonganku pada ayahku. Oke, baiklah. Aku hanya berbohong kali ini pada orang tuaku karena suatu hal yang mendesak. Ini benar-benar aneh, tapi demi Tuhan aku ingin bertemu dengan Max malam ini! Namun yang kutemukan adalah Justin Drew Bieber! Apa kau kembaran dari Max? Apa Max ada di sini?"

Aku tak dapat menahan rasa keingintahuanku terhadap lelaki ini. Justin terkekeh. "Tidak, aku tidak memiliki kembaran. Kau ingin tahu mengapa aku mengaku bahwa diriku adalah Max?"

"Oh well, tentu saja. Tapi apa aku boleh menginap di rumahmu? Ini demi kebaikanku, kumohon?" aku bersungut padanya. Ia tertawa pelan, mendongak kepalanya ke belakang lalu kembali menatapku. Dibawanya air minum itu pada mulutnya lalu ia menyuarakan satu tegukan di tenggorokannya. Ia mulai terduduk di sebelahku, di sofanya yang empuk ini. Disandarkannya siku-siku pada sandaran sofa lalu ia menumpukan salah satu kakinya ke ujung lutut yang lain. Tangannya yang lain, yang tidak memegang air minum itu mengambil remote televisi. Ia menyalakan televisi yang ada di hadapan kami. Well ..baiklah. Apa yang sedang terjadi sekarang? Karena aku merasaawkward. Kulihat dirinya sedang memerhatikan televisi yang tidak bersuara! Sekali lagi, televisi yang tidak bersuara! Apa-apaan? Apa dia gila? Aku menatapnya yang tertawa pelan sambil memerhatikan televisi itu. Bulu matanya, hidungnya yang mancung, bibirnya yang berwarna merah muda ..basah ..yang kemarin kukecup. Lidahnya ia keluarkan sedikit sehingga sekarang darah yang berada di bawah kulit tubuhku mendidih.

"Kau ingin tahu mengapa aku seperti itu?" tanya Justin yang ..auranya terlihat berubah. Oke, baiklah. Setelah terjadi keheningan beberapa menit, mengapa Justin keadaan Justin sekarang berubah? Maksudku, tidak, ini seperti aku melihat Max. Justin menolehkan kepalanya padaku lalu tersenyum miring, menggoda padaku. Apa-apaan? Apa dia Justin atau Max? Seseorang tolong jelaskan padaku mengapa lelaki ini sangat aneh! Apa dia kerasukan setan yang bernama Justin atau ia kerasukan setan Max? Aku tidak tahu. Ini sangat menyeramkan, benar-benar menyeramkan. Atau dia memiliki kepribadian ganda? Well, aku tidak tahu menahu tentang itu, namun jika ya, kemungkinan terbesar sekarang adalah Justin atau Max adalah psikopat!

"Justin?"

"Yeah?" ia menjawabku, nada suaranya berbeda. Nafasnya memburu. Oke, dia masih Justin. Dia masih Justin. Dia masih Justin! Dia adalah Justin! Aku terus mengingatkan kata-kata itu di otakku. Justin mematikan televisinya lalu ia menegakan tubuhnya, menimun air minumnya terlebih dahulu dan ia menaruh gelas itu ke atas meja yang berada di ujung sofa sebelahnya. "Aku Justin. Percayalah, aku Justin. Kau ingin tahu mengapa aku seperti itu?"

Criminal Crime | Herren JerkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang