Qila membeku ditempatnya. Dia merasakan sesuatu yang aneh menggelenyar, membius tubuhnya hingga dingin dan merinding yang terasa."Mencariku?"
Sama-samar suara itu semakin terdengar jelas dan dekat. Seperti tak ada jarak antara asal suara dan dentuman nadanya di gendang telinga.
Pelan, Qila memutar pandangannya. Jelas saja!. Dia terbelalak dalam kondisi tubuh membeku. Cowok itu?. Gemingnya penuh ketakutan. Sebelum akhirnya dia pingsan dan terbangun di keesokan paginya dibarengi sinar matahari yang menerebos celah-celah untuk meraih alas paling bawah daratan bumi dari ufuk timur.
- - -
Tawa Deren menyambut kedatangannya pagi itu. Dalam sekali toleh, wajah Deren terpampang jelas tengah duduk dan bercandaan dengan Rey dan yang lainnya. Keliatannya lagi hepy banget gitu.
Ditempatnya, Qila was-was. Kali aja mulut Deren nyablak, ngerusak kedamaian paginya.
"Kak Faldo semalem nelfon aku gaes, katanya lagi pusing!", baru dibatin. Deren uda buka mulut lebar-lebar.
"Pusing kenapa, Der?, gegara skripsi?", sahut Rey gak kalah banternya.
Resek, perasaan aku gak enak nih. Qila menelungkupkan wajahnya ke dalam lipatan tangannya di atas meja. Mau pura-pura gak dengar.
"Boro-boro skripsi bisa di bimbing dosen. Nah, masalah hati. Siapa yang mau ngebimbing kalo bukan diri sendiri"
Celetuk Deren barusan sukses!. Sukses membuat semua yang ada dikelas paham dengan maksudnya lantas pada tertawa terpingkal-pingkal. Menduga yakin... Pasti soal pernyataan cinta Qila -yang sebenarnya tidak pernah terjadi.
Cari perkara aja tuh orang!!.
Qila malu banget. Dia tidak mau nunjukin wajah merah lebam malunya sekarang kalo Dosen belum masuk kelas juga. Namun seseorang datang meruntuhkan keteguhannya. "Qil, dicariin Kak Faldo tuh. Ditunggu di lantai tiga. Pojok, deket lab audio. Se-ka-rang!!"
Tawa semuanya mendadak bisu. Mereka menatap curiga Qila. Kira-kira apa yang terjadi berikutnya?. Apa mereka bakal jadian?. Ck ck. Beda lagi kalo Deren, dia cengar-cengir melihat ekspresi Qila yang langsung pucet. Makan tuh cowok bengis!. Desisnya penuh dendam.
Yess.
Qila mah penurut -untuk sesaat ini-.
Dia menemui Kak Faldo, disana, ditempat terhoror karena jarang atau hampir tidak pernah dijamak oleh mahasiswa. Bermodal nekad dia membuka mulut."Kak Faldo mencariku?", tanyanya dengan bibir bergetar. Kak Faldo yang saat itu memunggunginya hanya berdeham.
Apa'an cobak maksudnya!??. Qila membatin gusar.
"Nanti kuliah sampek jam berapa?"
Celeguk~~
Qila nelen ludah, mendadak tenggorokan serik. Pikirannya mulai berterbangan menduga-duga ada apa gerangan kira-kira. "Jam.. jam... sa-tu, kak", kemudian jawabnya gagap."Yaudah nanti temui aku disini lagi. Awas telat!", perintahnya seperti ancaman. Lalu dia berpaling pergi tanpa melirik Qila yang terbujur kaku pada tempatnya berpijak.
Dan sesuai yang telah direncanakan. Seusai perkuliahan dia berdiri di dekat pintu kelas. Berniat menemui Kak Faldo namun pikirannya masih berkecambuk. Ini gegara Deren, kalo aja mulutnya gak nyablak kemaren, gak mungkin sekarang dia terjebak di situasi horor begini.
"Qil, gak pulang?", Esti menghampirinya. Dia melirik Deren yang masih mengotak-atik ponsel lalu kembali menatap wajah Qila yang pucet!.
"Kamu baik-baik aja?, pucet banget sih!", tanya Esti yang tidak tau mengenai sahabatnya menemui Kak Faldo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlight
Teen FictionDeren mematung menatap cahaya bulan di tengah jalanan lengah yang terbentang lurus seolah tak berujung. Memikirkan takdir gila tentang dirinya yang hanya mampu bertahan hidup bila membuat Qila tersiksa. Ini bukan lelucon, tapi kutukan!.