Takdir begitu indah??
Nih cowok sok puitis banget gak sadar sama style misteriusnya."Qila, sudah selesai belom?"
"Eh Pitta," sahut Qila melihat kedatangan Pitta. Pas banget momentumnya.
"Haii, kau temannya Qila ya. Oh.. Deren bukan sih?," tanya Pitta mendekati keduanya. Dia sedikit terpukau oleh ketampanan lelaki yang baru mengakui namanya Alan itu. Disampingnya Qila menggigit bibir geram. Bisa-bisanya Pitta nyablak sok akrab gitu.
"Namaku Alan, yaa bisa dibilang aku temannya Qila."
Sumpah demi apa....
Ini memang bukan pertemuan pertama kita, tapi apa fix status kita teman bukan kenalan."Waa nice to meet you Alan. Aku Pitta saudaranya Qila. Sori ya aku kira kau Deren." Mereka nampak asyik mengobrol. Bahkan Alan nampak santai mengingat Pitta mengira dirinya Deren. Oh Deren, kenapa namamu muncul lagi dibenakku.
"Oh ya Qil, tadi kau mau makan bakso kan. Yuk!."
Bagus Pitt, yuk pergi. Alan mendadak bikin aku takut. Pasalnya tuh cowok sok asik.
"Alan mau gabung?, sekalian aja. Ya kan, Qil?.
Heh!?
Gabung sekalian? Dikira nitip barang. Makin lama makin gak bener nih Pitta. Semoga aja Alan tidak mau. Amin.."Boleh boleh, aku tahu lho bakso paling enak di deket sini."
Great! Daebak! Cool!
Jadilah mereka bertiga makan bakso di depot yang Alan bilang baksonya enak poll, harganya murah euy, dan para waitersnya ramah tamah. Katanya gak bakal rugi andok disini.Pitta mah oke-oke aja. Dia orangnya bukan pemilih. Bahkan dia menghargai usaha Alan menyarikan tempat duduk karena kebetulan saat itu depot sangat ramai pengunjung. Ditambah mereka para cewek membawa banyak belanjaan, Alan yang kelihatannya memang orang baik juga suka rela membawakan semua belanjaan.
Pitta mengedipkan sebelah matanya, mengkode Qila bahwa Alan sangat baik dan keren, cocok sekalee untuk masa depan Qila.
Ini mah apa atuh?.
Qila melengos.
Mereka akhirnya mendapat tempat duduk."Mas, bakso tiga mangkok. Sama es teh nya tiga. Gak pake lama yaa."
Alan yang bagian pesan. Qila dan Pitta udah kayak putri raja. Diem nurut, diajeni pula."Lan, kamar mandi sebelah mana ya. Kebelet nih," ujar Pitta tanpa sungkan. Alan menunjuk arah kiri tanpa suara. Membiarkan Pitta berlalu pergi mengikuti petunjuknya. Menyisakan saudaranya dengan Alan.
"Qil, dari tadi diem aja. Kau takut ya sama aku?, aku bukan hantu loh."
eh? emang tampangku keliatan banget ya kalo takut?
Qila menggeleng lemah, "Eng- enggak kok, cuma kepikiran aja kok tadi kau tau namaku. Seingatku kan....."
"Oh itu," Alan menyahut enteng. "Aku dengar ketika teman lelakimu memanggil namamu, kemarin. Di dekat toko baju," jelasnya membuat Qila mengangguk memahami.
Tapi... temanku!!???, siapa? Deren?
Qila terdiam, teringat mimpinya ketika Deren merangkulnya dan membawanya pergi ke suatu tempat yang entah dimana itu. Bukankah itu mimpi?, tapi kenapa terasa nyata?. Dan jika benar itu hanya mimpi. Kenapa Qila lupa dengan kejadian setelah dirinya meninggalkan toko dan bertemu Deren.
Qila termangu, ditatapnya Alan seketika. Membuat lelaki berwajah maskulin dan berhidung mancung itu menggerutkan kening, bertanya-tanya dalam hati ada apa dengan tatapan Qila untuknya. Apa cewek ini menyadari sesuatu?. Pikirnya penasaran.
"Kemarin kau tau tidak apa yang kulakukan setelah bertemu temanku?," tanya Qila ragu.
"Pergi," jawab Alan enteng.
Ini cowok selow banget, gak ada kaget-kagetnya, padahal her answer itu ngejedok hati aku!!
"Pergi?, kemana?"
"Mana aku tahu, yang jelas aku melihat temanmu membawamu paksa pergi. Tapi lelaki kemarin kelihatannya baik, apa dia kekasihmu?"
"Tidak mungkin!!!"
Alan membisu. Teriakan Qila kenceng sekali.
"Dia bukan kekasihku!. Dia bukan orang baik!. Penilaianmu salah," jelas Qila penuh kejujuran. Dimatanya Deren memang jahat. Sekali jahat tetaplah jahat. Lihat saja besok dikampus, Qila bersiap menginterogasi Deren. Penasaran kemana mereka berdua kemarin pergi. Dia takut ada hal buruk yang Deren lakukan padanya dan hal itu telah Qila lupakan.
Dia juga penasaran kenapa akhir-akhir ini dia sering lupa dengan hal yang telah dilakukannya. Pasti ada yang tidak beres.
"Hai, apa terjadi sesuatu?,"
Pitta datang memeca keheningan yang sempat tercipta antara Qila dan Alan. Setelahnya pesanan mereka datang. Dan benar apa yang dikatakan Alan, baksonya bener-bener enak, mantep, maknyus, pecaah pokoknya. Mereka menikmati bakso sembari mengobrol santai. Semua mengalir nyaman dan bahagia seiring waktu yang dihabiskan.
- - -
Hari ini hari kedua Deren tidak masuk kelas lagi.
Berikutnya ada kelas Prof.Gun, Qila sudah mewanti-wanti kedatangan Deren. Namun hingga tiga jam pelajaran dan waktu pulang tiba Deren tidak menunjukan batang hidungnya. Qila semakin penasaran tuh cowok apa sih maunya. Jangan-jangan dia sudah tahu kalau bakal Qila interogasi.
"Nunggu yayank Deren ya?,"
Sett dah Reyyyyy. Sejak kapan sih hobi ngagetin orang. Pasti kena turunan Deren nih.
"Ngaku... ngaku.... nungguin embebeb Deren, kan Qila???," goda Rey semakin menjadi-jadi. Membuat teman-teman yang berjalan di dekat mereka menahan tawa.
"Ngaco' ya, ngimpi kali aku nungguin sahabat peyangmu itu. Lagian ngapain sih usil banget sama hidup orang," jawab Qila.
"Enggak usah ngeles!. Denger ya, aku mau ngasih info penting ting ting banget. Pastikan kuping ente udah terpasang."
Rey masih waras gak sih?. Helloooooow. Kok alaynya tingkat dewa. Kasihan tuh muka ganteng kalo peraenannya alay.
Qila pun diem nurut mendengarkan Rey yang katanya mau ngasih info penting yang entah sepenting apakah itu.
"Jadi, kau Qila Aswenda tidak perlu menunggu kedatangan Deren Yaseon lagi. Sebab dia telah mengundurkan diri dari kampus tercinta ini karena alasan yang tidak bisa dijelaskan secara umum. Maka telah dipastikan mulai sekarang kehidupan kampus Qila amaan!!," jelas Rey. "Sekian info dari informan paling akurat ini. Terakhir, bye!!."
Great!
Deren pindah. Itu tandanya hidupku bebas, aman, dan bahagia!!!!. Tapi kan, Qila mau menanyakan satu hal penting. Satu, cuma satu tapi dia keburu pindah. Iya, pindah.. apa??
Deren pindah?
Apa ini mimpi?
---
guys, need vomment ini untuk krisar.
jangan lupa ya jejaknya... ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlight
أدب المراهقينDeren mematung menatap cahaya bulan di tengah jalanan lengah yang terbentang lurus seolah tak berujung. Memikirkan takdir gila tentang dirinya yang hanya mampu bertahan hidup bila membuat Qila tersiksa. Ini bukan lelucon, tapi kutukan!.