3

3.6K 277 1
                                    

Prilly merutuki dirinya yang tidak mengisi baterai ponselnya penuh. Di saat ia tersesat seperti ini, google map akan sangat membantunya. Ia juga merutuki dirinya sendiri yang tak pernah bisa mengingat jalan dengan baik. Ia sudah pergi ke 2 tempat hari ini. Dari hotel pun ia naik taksi hanya 2 kali untuk menuju 2 tempat itu. Ia hendak kembali ke hotel lagi, dengan naik taksi yang sama. Tapi kenapa jalanan ketika ia pergi dan pulang terasa berbeda?

Akhirnya ia memutuskan untuk kembali lagi ke tempat wisata terakhir yang ia tuju. Setidaknya ia tidak semakin tersesat.

“Prilly?”

Baru saja ia akan menghubungi nomor sepupunya, Mitha, ada yang menyapanya. Ia menatap lelaki yang berada di sampingnya.

“Lo ngikutin gue?” Tanya Prilly agak takut.

Pikiran buruk bahwa Ali ini adalah penculik dan orang jahat pun mulai berkelabat di dalam
otaknya. Ali yang mendengar pertanyaan Prilly pun mengerutkan keningnya tak mengerti.

“Gue sama sekali nggak ngikutin lo. Gue emang ada kerjaan disini.”

“Bohong lo!” Ucap Prilly membuat Ali semakin tak mengerti apa yang ada di otak Prilly.

“Pak Ali, maaf, ini dokumen-dokumennya ketinggalan. Sekali lagi terima kasih atas kerja samanya dengan hotel kami.” Ucap seorang yang nampaknya lebih tua dibandingkan Ali yang memberikan beberapa map pada Ali.

“Terimakasih Pak.” Balas Ali.

Prilly yang tak sengaja mendengar percakapan itu membuat wajahnya memerah. Ini pertama kalinya ia
benar-benar malu di depan seorang lelaki. Ia sudah menuduh Ali yang bukan-bukan.

“Mau balik ke hotel?” Tanya Ali kepada Prilly seolah lupa dengan percakapan mereka sebelumnya.

“Mau bareng gue aja nggak?”

“Emang nggak ngerepotin?” Tanya Prilly membuat Ali tersenyum manis padanya.

“Nggak kok. Yuk.” Ajak Ali kemudian berjalan ke mobil yang terparkir tak jauh dari mereka.

“Maaf.” Ucap Prilly akhirnya memecah keheningan di antara mereka berdua.

“Untuk?”

“Hmm... Itu...” Prilly mulai memainkan jari-jari tangannya. Inilah yang biasa ia lakukan jika sedang gugup.

“Tadi gue mikir kalo lo penjahat yang mau nyulik gadis kayak gue buat dijual.” Ucap Prilly dengan wajah yang memerah.

Tawa Ali pun terdengar sedetik setelah Prilly yang mengucapkan hal itu.

“Emang muka gue kayak penjahat?”

“Nggak. Tapi bisa aja kan.” Ujar Prilly membuat Ali lagi-lagi tertawa.

“Jangan-jangan, lo tadi nolak gue anterin juga karena berpikir hal yang sama?” Tanya Ali, tapi
sama sekali tak dijawab Prilly.

Diamnya Prilly sudah cukup sebagai jawaban untuk Ali.

“Oke, gue rasa gue harus mengenalkan diri lebih lengkap biar nggak disangka penjahat.” Ujar Ali sambil terkekeh melirik wajah Prilly yang semakin
menunduk dan memerah.

"Nama gue Ali, lengkapnya. Aliando Syarief. Gue dulu kuliah di UI, ngambil jurusan Manajemen khususnya untuk manajemen hotel. Gue lulus tahun lalu, dan gue balik lagi ke sini.”

“Lo bercita-cita jadi pemilik hotel ya?”

“Sayangnya itu bukan cita-cita gue. Tapi itu takdir gue. Seolah itu udah digariskan dalam
hidup gue.” Ujar Ali membuat Prilly semakin bingung.

“Sebenarnya cita-cita gue pengen dokter. Lo sendiri bercita-cita jadi dokterkan?”

“Iya. Gue senang belajar tentang tubuh manusia, gue senang berinteraksi dengan orang lain.” Ujar Prilly dengan mata berbinar-binar. Ali kemudian tersenyum dan mengangguk.

“Ayo turun udah sampai.” Ucap Ali kemudian memberikan kunci mobilnya pada salah satu petugas hotel.

“Makasih ya Li. Eh, atau harus gue panggil kakak, abang, bapak atau om?”

“Ali aja. ” Ucap Ali membuat Prilly mengangguk lagi. Prilly berjalan menuju resepsionis.

“Prilly.” Prilly menoleh lagi pada Ali yang memanggilnya.

“Nice to meet you. Good night.”

“Good night too.” Ucap Prilly sambil tersenyum.

“Mbak, pacarnya Pak Ali?” Tanya resepsionis.

“Eh, saya bukan pacarnya kok mbak.”

“Oh, soalnya mbak gadis pertama yang kelihatan dekat dengan Pak Ali.” Akhirnya Prilly menemukan jawaban, mengapa Ali tidak menculik gadis, karena ia menyukai sesama jenis. OMG HELLOW!!!

“Mbak boleh nanya sesuatu nggak?” Tanya Prilly.
“kenapa semua orang memanggil dia Pak Ali?" Lanjutnya.

“Karena Pak Ali lah yang memiliki hotel ini dan beberapa hotel lainnya. Bukan hanya di
Paris, tapi juga hampir ada di seluruh Indonesia dan di
luar negeri. Pak Syarief memercayakan semua ini pada anak tunggalnya yaitu Pak Ali.” Ujar resepsionis itu panjang lebar membuat Prilly menganga.

Ia jadi teringat percakapannya
dengan Ali di mobil tadi. Jadi itu penyebabnya sampai Ali tak bisa mencapai cita-citanya sendiri.

”Ada lagi mbak?”

“Eh enggak. Terimakasih mbak.” Ucap Prilly kemudian memasuki kamarnya.

Ia punya tiga hipotesis saat ini.

Pertama, Ali sepertinya memang bukan penjahat.

Kedua, Ali bisa menjadi teman yang baik selama ia di Paris.

Ketiga, entah bagaimana ia yakin hidupnya tidak akan pernah sama lagi.

Vote dan Coment yah! Hihi.

Love In Paris (5/5 END COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang