Start

121 12 4
                                    

Gadis itu tak sadarkan diri, membuat khawatir sang Pangeran TImur. Louis Calisto Patterson, pangeran tunggal daerah timur, satu-satunya kandidat raja berikutnya. Tak ada yang bisa membuatnya berhenti khawatir akan keadaan Lilyca.

Alih-alih ingin menggenggam tangannya, dia justru hanya duduk di sampingnya. Menjaga martabatnya melupakan keinginan hatinya, dan tetap berpegang teguh pada keinginan Lilyca untuk tidak disentuhnya. Mendekatinya, ... semua alasan untuk tidak melakukannya tertelan habis.

Sesekali dia berdiri dan mondar-mandir di depan ranjang Lilyca. Berdiri menatap infus berisi nutrisi yang dibutuhkan Lilyca, berharap tetesannya bertambah cepat. Menelusurinya mulai dari infus hingga menuju tangan pucat Lilyca. Matanya berhenti pada tangan itu, "Akankah tangan itu bergerak?

Dia terus menatapnya. Muak dengan kecemasannya yang tak berujung dia berbalik dan berjalan menuju pintu keluar. Sangat pelan tapi benar-benar terjadi. Diapun juga merasakannya. Memastikan hal itu benar, dia berhenti melangkah. Dia merasakannya lagi dan segera menoleh.

Gerakan tangannya terlihat mulai lebih bertenaga. Seiring waktu berjalan matanya juga mulai menunjukkan suatu gerakan. Hingga pada akhirnya dia melihat kembali dunia yang semula meyeramkan baginya.

Louis yang melihat Lilyca mulai sadar, hanya diam terpaku. Dia menelan ludahnya dengan bersusah payah. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Entah apa yang dia pikirkan hingga akhirnya dia memutuskan untuk tersenyum. Dia ingin mengungkapkan segalanya. Kebahagiannya, rasa syukurnya, kelegaannya, dan rasa takutnya.

*Lilyca

Tidur panjang mana yang menurutmu paling nyaman? Dengan mimpi atau tanpa mimpi? Atau dengan perjuangan untuk bisa membuaka mata agar tetap hidup? Mana yang kau pilih Tapi, kenyataannya kita tidak dapat dan tidak diperkenankan untuk memilih.

Aku? Tidurku tanpa mimpi. Aku tidur karena kekurangan makanan, salah satu faktor manusia biasa bisa hidup. Aku ini manusia biasa yang hidup berada diantara vampir. Aku membenci mereka, mereka selalu saja terlibat dengan hidupku, semua dimulai sejak 6 tahun yang lalu.

Ya, aku benci vampir. Tapi, saat raga ini mengijinkanku terbangun dari tidur panjangku, apa yang kulihat? Dia berdiri tepat di depanku. Hal pertama yang kulihat tentu saja langit-langit ruangan ini. Tapi instingku sadar ada keberadaan seseorang dan menyuruhku untuk menatapnya. Sangat menyebalkan dia juga mnatapku. Aku tahu dia sudah melakukannya jauh sebelum aku membuka mataku.

Aku benci diriku karena menatapnya membuatku tenang. Dia berdiri canggung di depan ranjang tempatku berbaring. Hingga akhirnya, dia tersenyum. Senyuman yang entah mengapa membuatku merasa nyaman. Satu hal yang membuatku semakin terlihat bodoh di depan diriku sendiri. Aku membalas senyumannya, dengan tulus.

"Apa aku boleh mendekat? Kau bisa berkedipkan? Kedipkan matamu, kalau aku boleh 2 kali dan kalau tidak 1 kali," katanya panjang lebar.

Dia menatapku dengan tatapan berharap. Apa aku menginginkannya? Aku tidak berpikir panjang, aku mengedipkan mataku sekali. Aku bisa berubah pikiran dan menghentikan ini sekarang. Tapi, aku tidak melakukannya. Dia masih berdiri disana. Tatapannya mulai berubah. Dia kecewa, dia mungkin ingin berpaling untuk tidak menatapku. Dia masih berharap dan tetap menatapku.

Aku mengedipkan mataku lagi. "Kau mengatakan tidak dua kali, atau ya? Tidak apa-apa aku mendekat?" tanyanya lagi. Apa dia begitu bodoh? Aku kembali mengedipkan mataku dua kali. Dia benar-benar tidak peka. Kalau aku menolaknya, aku tidak perlu melakukannya berulang kali kan?

Dia mendekatiku dan duduk di kursi yang sepertinya sudah disediakan. Aku tidak perlu menggerakkan kepalaku yang memang belum bisa kugerakkan, aku bisa melihatnya, karena kursinya tidak begitu dekat dengan kepalaku. Kursinya ditempatkan di dekat tanganku. Dia terlihat bahagia. Mengapa seperti itu? Aku tidak perlu memikirkannya.

"Aku tidak tahu apa yang harus kukatan. Tapi aku ingin tetap disini," katanya. Dia merajuk seperti anak kecil. Sekarang dia terlihat seperti sedang berpikir.

"Kau ingin tahu berapa hari kau tidak sadarkan diri?" tanyanya. Berapa lama tidur panjangku? Ya, aku ingin tahu. Aku mengedipkan mataku dua kali. "Kau tidaksadarkan diri selama lima hari. Kau sudah disini selama setengah bulan. Cukup lama, sayangnya kau bahkan belum sempat melihat-lihat."

Aku sudah berada disini selama itu? Aku mengalihkan pandanganku ke langit-langit. Kuharap ayah baik-baik saja. Setidaknya dengan begitu lebih baik karena kami berdua hidup. Kesempatan bertemu masih ada.

Dia tidak melanjutkan kata-katanya. Suasana kembali hening. Rasa kantung mulai menyerangku lagi. Kekuatanku untuk berbicara belum kembali. Aku bahkan bekum bisa menggerakkan kepalaku. Tanganku yang semula bisa kugerakkan lemas kembali. Aku tidak bisa lagi meliriknya. Samapai akhirnya, pandanganku mulai memudar.

Akhirnya aku kembali tidak sadarkan diri. Aku harap aku bisa bangun lagi. Tetap hidup.

#TBC

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 21, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I Don't Want To Be AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang