02. My First Love

24 1 0
                                    

Aku tidak pernah tahu jika perasaan aneh semacam ini bisa mengganggu ritme hidupku. Ya, sangat mengganggu! Aku pun tidak tahu awalnya kenapa. Nalar di otakku seakan tidak berfungsi. Tubuhku bergerak sendiri, seakan ada sesuatu yang tak kasat mata mengarahkannya begitu. Aku mulai melakukan hal-hal konyol yang normalnya tidak akan pernah dilakukan oleh seorang aku. Ah, kau mungkin tidak tahu siapa aku. Dan kau memang tidak perlu tahu. Sebut saja aku seorang gadis biasa dengan kehidupan biasa. Ups! Terlalu umum ya. Baiklah sebut saja aku Mary, meski nama samaran sih. Yang pasti, singkatnya aku ini orangnya teratur. Semua aktivitasku terencana dengan baik dan sempurna, dimulai dari bangun pagi hingga malam menjelang tidur. Aku bahkan termasuk ke dalam jajaran manusia membosankan yang hampir tidak pernah melakukan aktivitas di luar rutinitasku. Jadi, bisa disimpulkan bahwa aku adalah suatu makhluk yang 100% dijamin tidak pernah melakukan secuil pun keanehan. Hingga suatu hari, aku mendapati diriku tengah membuntuti seseorang!!! Seseorang yang bahkan aku tidak tahu jelas siapa!!!

Hari itu, hujan membasahi kotaku. Tidak deras sih, tapi cukup untuk membuatmu kedinginan jika pakaian yang kau kenakan basah seluruhnya. Sama seperti yang lain, dengan terpaksa aku membenamkan pantatku lekat-lekat di kursi meski sekolah telah usai tiga puluh menit yang lalu. Dan itu merupakan tiga puluh menit yang paling membosankan dalam hidupku. Aku menggeser-geser layar smartphoneku tanpa minat. Teman-temanku terlihat bergerombol membentuk kelompok-kelompok kecil yang sudah pasti tidak ada aku di dalamnya. Karena aku memang tidak bisa bersosialisasi, tepatnya tidak minat bersosialisasi. Aku tidak pernah nyaman dengan apa yang mereka bicarakan. Movie terbaru, tempat nongkrong yang asyik, make-up, fashion, aku tidak tahu hal-hal semacam itu. Karena duniaku tidak pernah jauh dari novel dan buku-buku pelajaran sekolah. Yup, aku memang kutu buku. Jangan membayangkan sosokku sebagai cewek berkacamata tebal, apalagi dengan rambut di kepang dua! Percayalah, aku tidak begitu. Dan, dengan aku yang seperti ini, kalian pun pasti langsung bisa menebak kalau aku adalah kandidat terakhir di muka bumi yang akan mereka ajak bersenda gurau. Bagi mereka, aku tidak asyik.

Aku memutuskan pulang meski hujan terlihat masih belum mau reda. Aku mengangkat ranselku tinggi-tinggi di atas kepala, lalu mulai berlari dengan langkah panjang-panjang menuju halte bis yang jaraknya lima menit dari gerbang sekolahku. Sialnya, halte yang kupikir akan menjanjikan sedikit kenyamanan karena akan mengamankanku dari hujan terlihat sangat mengerikan. Dia terlihat seperti kapal yang akan pecah karena sarat dengan penumpang. Maklumlah, sudah naluri setiap orang untuk berteduh di tempat mana pun saat hujan, begitu pun aku. Aku tak peduli meski halte penuh manusia berdesakan. Dengan sedikit keberanian dan tampang tak tahu malu, aku menjejalkan tubuh kecilku di halte itu. Baru saja aku mendaratkan tubuhku, tiba-tiba sesuatu mendorongku hingga hampir terjerembab. Sekejap, aku menutup mataku, pasrah dengan nasibku yang mungkin harus merelakan ciuman pertamaku diembat sang trotoar.

Satu detik.

Dua detik.

Tidak ada yang terjadi.

Aku tidak merasakan sakit. Dengan pelan, aku membuka mataku. Dan apa yang kulihat, sungguh membuat mataku terbeliak. Aku melihat mata yang paling indah dan paling teduh dalam hidupku!

"Kau baik-baik saja?" tanyanya padaku. Oh Tuhan, dia mulai tersenyum, dengan senyuman paling manis yang bisa membuat es di antartika meleleh seketika. "Hey miss, are you ok?" ucapnya lagi. Aku tersentak menyadari lengannya masih melingkar manis di pingganggku. Aku melepas pelukannya dengan cepat dan canggung. Lalu menggerakan kepalaku mengiyakan. Laki-laki itu tersenyum lagi. "Thanks", ucapku pelan. Tak lama kemudian sebuah bis berhenti di depan kami. Aku yang masih agak sedikit syok dengan insiden kecil tadi hanya diam, hingga suara merdu itu menyadarkanku.

"Kau tidak naik?" tanya laki-laki di sampingku. "Ah i-iya naik," jawabku sedikit tergagap sambil menjajari langkahnya. Tanpa sungkan-sungkan laki-laki itu merentangkan jaketnya menaungi kepala dan tubuh kami bersamaan. "Ayo!" ucapnya sambil membimbingku naik ke dalam bis. Aku berdoa di dalam hati, semoga ia tidak melihat wajahku yang mulai panas dan merona. Sesaat, ada perasaan aneh menelusup ke dalam hatiku, antara senang, terharu, kecewa dan 'sedikit ga rela' saat dia tidak duduk di sampingku.

Love Is Mind (Cerpen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang