Hujan kali ini benar-benar deras. Bangunan tua di tengah hutan itu menampakkan cahaya redupnya di tengah-tengah guyuran air langit. Angin yang berhembus pelan membuat api dan bayangan beberapa orang yang berada di dalamnya bergoyang.
Di sana, Shimura Tae masih sigap memberikan pertolongan dan pengobatan sederhana pada luka-luka di tubuh polisi keamanan Edo. Hanya ada sekitar 20 orang yang berhasil kabur malam itu. Mereka hanya sebagian kecil dari pasukan polisi khusus Shinsengumi yang mengarungi laut demi terbebas dari pertarungan maut di pulau Kokujo. Hampir semua sisa pasukan yang selamat telah kabur lewat jalur udara.
"Shin-chan, tolong tampungkan air hujan itu ya..!" orang [?] yang dipanggil Shin-chan dengan sigap mengambil baskom dan meletakkannya di luar. Hujan yang begitu deras membuat baskom itu cepat terisi oleh air. Hanya saja ia masih tak mau beranjak dari hadapan baskom itu. Semua orang yang melihatnya akan mendapati bahwa ia hanya menunggu air yang mengisi baskom itu untuk penuh sehingga bisa digunakan untuk membasuh luka para korban. Namun tak ada yang akan melihat hatinya. Ia memang menunggu air di baskom untuk penuh. Di sisi lain, ia juga menunggu menemukan air yang cocok untuk membasuh luka di hatinya. Air mata yang ia keluarkan waktu itu pun hanya membuat luka yang baru terbuka di hatinya semakin pedih. Luka yang seharusnya sedikit menutup malah semakin membuka dan melepuh.
Ia berasumsi bila air mata yang dikeluarkannya saat ini berbeda dengan air mata waktu itu. Mungkin untuk kali ini air mata itu bisa mengobati lukanya yang masih menganga. Dengan begitu, hakama biru-putih yang ia kenakan basah oleh air hujan hangat yang baru saja turun dari hati yang mendung itu. Shinpachi menangis. Di antara sekian banyak air yang diturunkan tuhan ke bumi, ia masih belum puas dan memilih untuk menurunkan hujannya sendiri.
"Shin-chan?, tolong bawa airnya ke sini ya!". Kakaknya tersenyum. Palsu adalah kata yang tepat untuknya. Shimura Tae tidak akan baik-baik saja setelah semua ini terjadi. Dia hanya tidak ingin terlihat lemah di depan adiknya. Meskipun tahu hal itu akan gagal.
"hai' aneue" Shinpachi beranjak. Baskom berisi air hujan itu diangkatnya dan diserahkan kepada kakaknya. Di sana ada orang yang harus ia tolong. Setidaknya dari semua yang terjadi masih banyak orang yang bisa ia lihat senyumnya di saat seperti ini.
Di sisi bangunan itu, hujan telah membawa air merembes hingga mencapai hampir setengah dari teras bangunan. Dinginnya air hujan di tambah malam yang semakin larut serta berada di tengah hutan.
Siapapun akan mencari kehangatan barang sedikit untuk mempertahankan suhu tubuh agar tetap hangat.
Gadis berbaju cina itu justru sebaliknya. Di tengah dinginnya udara di luar. Ia tak berniat sedikitpun untuk berpindah dari posisinya. Air hujan yang membasahi teras itu terserap oleh baju merah yang di kenakannya. Ia duduk di sana dengan posisi bersandar pada pedang kayu bertuliskan "toyako" yang dipenuhi goresan. Masih dengan posisi sama sejak ia memutuskan untuk berada di sana setibanya di bangunan tua itu.
Tatapannya kosong. Di depannya hanya ada hamparan pepohonan hutan yang tertelan oleh kegelapan. Mustahil seorang gadis akan duduk diam seperti itu hanya untuk memandang layar hitam kosong di depannya. Kalaupun iya, pasti gambar yang tercetak di otaknya menunjukkan hal lain. Pikiran Kagura terbang entah kemana. Ia seperti robot yang kehabisan bahan bakar. Kosong.
Tak ada yang bisa mengubah posisi gadis yato di teras bangunan tua itu. Otae yang sudah dianggapnya seperti kakakpun hanya mendapat jawaban serupa satu tetes air mata.
=========
Ditengah kehangatan yang bisa diberikan bangunan itu, semua orang tertidur lelap. Beralaskan lantai kayu dan saling bersentuhan kulit. Sangat rapat. Bertujuan untuk menciptakan kehangatan sendiri. Malam memang sudah cukup larut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Akai no Namida
Fiksi PenggemarLuka yang masih menganga, air mata yang bahkan tak bisa membersihkan bekas yang masih tersisa..