Saat aku benar-benar kehilangan dia duniaku terasa suram. Lebih menyakitkan rasanya ketika kau harus merelakannya pergi dengan sebuah alasan. Dia meninggalkanku karna dia lupa. Lupa siapa aku. Lupa kenangan kami. Otaknya tersapu bersih dari memori-memori indah yang ku cipta untuknya.
***
Di depanku sudah berjejer boneka dengan berbagau ukuran. Memang aneh ketika melihat seorang pria seorang diri pergi ke toko boneka seorang diri. Tapi ini demi Adelaku apapun akan ku lakukan demi melihat dia tersenyum.
Besok ulang tahun Adela yang ke-17. Tentu ini akan menjadi ulang tahun terindahnya. Setelah membeli hadiah, aku harus pergi rapat anggota yang mendadak terbentuk dari chat grup line semalam untuk merancang kejutan ulang tahun untuk Adela.
"Mau boneka yang kayak gimana mas?" Aku menoleh. Seorang gadis cantik, tinggi,berkulit putih sedang berdiri tepat di sampingku dengan senyum khasnya. Melihat penampilannya aku yakin dia salah satu karyawan di sini.
"Yang buat cewek."
Dia tertawa kecil. Aku menautkan alisku menatapnya heran. Apakah ada yang lucu dari ucapanku barusan?
"Boneka emang buat cewek mas." Gadis itu bernada seperti mengejekku. Yah mana aku tau Adela menyukai boneka apa. Dan bahkan aku tidak tau dia suka boneka atau tidak karna selama aku pacaran dengannya dia hanya senang membeli aksesoris perempuan seperti gelang,bando, dan hal-hal lain yang tidak ku tau apa namanya.
Gadis itu meninggalkan ku lalu berjalan ke arah sebuah rak besar yang berasa di sudut ruangan. Mataku terus mengekor langkahnya.
"Kalau boneka yang itu gimana mas? Cocok buat dikasih ke pacar." Dia menunjuk pada sebuah boneka berukuran cukup besar dan ku yakin lebih besar dari Adela. Tapi itu lucu sekali. Boneka beruang yang didesain dengan nuansa bulu putih tulang, pita merah besar di bagian lehernya dan bulu mata yang melentik panjang.
"Ya udah. Yang itu aja mbak."
***
Di halaman rumah Nola sudah terparkir beberapa motor. Segera ke parkirkan mobilku di luar pagar rumah Nola karna parkiran tidak cukup lagi jika mobilku harus ikut masuk juga. Boneka tadi sudah ku letakkan di jok belakang dengan bukusan putih bening bercorakan kecil warna merah.
Dari depan pintu aku sudah dapat mendengar hiruk piruk dari dalam. Suara Ryan paling jelas terdengar. Ketawanya itu terdengar mengerikan sekali.
"Woiii Iqbaal. Lo lama banget sih. Semua boneka lo borong?"
Saat aku baru memunculkan badanku di balik pintu. Ucapan itu sudah datang mengejekku. Sial. Si mata sipit itu selalu saja mengejekku. Heran juga kenapa si Nola betah pacaran sama dia.
Aku berjalan ke arah sofa lalu melemparkan bantalan sofa ke arah Ryan. Lalu merebahkan badanku. Mereka-Nola, Ryan,Bastian,Wini sedang duduk melantai menghadap ke arah telivisi.
"Jadi kalian udah punya ide nggak?" Aku mengambil kentang goreng yang tersedia di sebuah piring kaca tepat di depanku.
"Besok kan Dela adain party tuh. Jadi rencananya kakak datang telat aja. Terus kasih kejutan dengan main biola. Dela suka alunan biola."
Aku tersenyum kecut ke arah Nola Mana aku tau main biola. Menyentuhnya pun tidak pernah.
"Dia nggak tau main biola. Gue kan udah bilang tadi." Cerocos Bastian lalu menyuapi mulutnya dengan sepotong kentang goreng.
Nola menatapku seolah memberikan tatapan tidak percaya. Aku mengangguk. Memang aku tidak tau. Ada yang aneh memang? Banyak juga orang di luar sana yang tidak tau main biola tapi kenapa seolah aku diberikan tatapan wajib menguasai biola.
"Piano?"
Aku kembali menggeleng. Bastian dan Ryan ketawa bersamaan. Karna aku tau mereka sedang meremehkan kemampuanku dalam memainkan alat musik. Aku akui, dalam hal ini memang aku payah.
"Gini deh kak. Alat yang paling sederhana aja. Gitar gimana?" Kali ini Wini yang angkat bicara.
Ryan dan Bastian ketawa semakin keras. Aku melemparkan mereka kentang-kentang yang masih tersisa di depanku. Sialan hari ini kelemahanku terbongkar semua. Di hadapan adik kelas pula. Bisa-bisa kalau ini tersebar, aku kehilangan banyak penggemar.
"Jadi kak Iqbaal nggak tau main gitar juga?" Wini berdecak kaget lalu saling melempar pandangan dengan Nola.
"Sulit dipercaya. Seorang idola sekolah tidak tau main alat musik apapun. Gimana mau romantisnya?" Sambung Nola.
Aku menghempaskan punggungku pada sandaran sofa. Mereka ini sama sekali tidak membantu. Malah menertawakan saja. Akukan bukan tipe lelaki yang sangat romantis jadi wajar saja aku tidak tau cara lain untuk membahagiakan Adela selain memberi coklat dan bunga.
"Bukannya ngebantu malah ngeledek. Kalo nggak ada yang mau bantuin gue pulang aja." Aku segera bangkit dari posisi duduk lalu mulai melangkah.
Kedua lenganku ditahan dari belakang. Suara riuh dari Bastian dan Ryan membuatkan meronta. Sampai akhirnya mereka memukuli kepalaku dan membawaku kembali duduk di sofa untuk mendengar kelanjutan cerita mereka.
***
Sebuah jas dengan dalaman kemeja berwarna putih sudah aku kenakan. Lengan jaz ku gulung hingga ke siku untuk memadukan kesan santai namun kasual dengan celana kain hitam yang sebatas lutut. Sebuah dasi berwarna coklat juga sudah melekat pada bagian kerah kemejaku. Ini semua ide gila 4 anak itu. Padahal aku hanya ingin mengenakan celana jeans dan kaos kebangsaanku yang lebih sesuai untuk dipakai berjalan-jalan di pusat perbelanjaan.
"Wah...wah anak mama tampan sekali."
Aku langsung gegabah mengambil handuk untuk menutupi baju yang ku kenakan. Tapi sia-sia saja ketika aku berpikir sejenak. Sunguh malu sekali ketika Mama memerhatikan ku dengan tatapan kagum. Mama ini seperti tidak pernah menyadari anaknya memiliki wajah yang tampan.
Mama berjalan ke kasurku lalu duduk di atasnya. Beliau tersenyum-senyum melihatku. Jadi salah tingkah rasanya.
"Ini ulang tahun Dela yang ke-17 kan?"
Aku hanya menimpali dengan anggukan lalu berjalan untuk menggantung handukku pada jemuran kecil di sudut kamar.
"Karna mama mau pergi lagi bentar jadi nggak bisa datang ke acaranya Dela. Jadi mama mau kamu kasih dia ini."
Mama mengeluarkan sebuah kotak kecil merah berbentuk hati dari kantong baju dasternya.
"Kamu kasih ini ke Dela ya. Ini cincin mama waktu muda dulu tapi sekarang udah nggak muat. Karna mama percaya Dela itu baik dan kelihatannya kamu juga bahagia sama dia, semoga cincin ini yang bisa bikin dia ingat sama kamu terus."
Aku menerima kotak cincin itu lalu membukanya. Sebuah cincin kecil berwarna silver dengan manik berukuran kecil di tengahnya. Cincin emas putih yang menjadi cincin kesayangan Mama.
Aku tersenyum pada Mama. Sebelum ini dia tidak pernah menyanyangi pacarku seperti Dela. Tapi aku juga mengakui, Dela adalah perempuan yang berbeda. Itu sebabnya aku menjalin hubungan selama ini dengannya. Hampir 2 tahun. Aku tertarik semenjak dia menjadi adek kelas yang harus ku mos. Rambut pendek di atas bahu membuat dia terlihat imut sekali. Tingginya yang standar dan badannya yang sedikit berisi membuat ku tidak bosan memandangnya. Dia juga gadis yang sopan, lemah lembut, pintar, mandiri. Masih banyak teman seangkatan bahkan temannya yang lebih cantik. Tapi hatiku sangat tertarik padanya sampai akhirnya aku menyatakan cintaku di sebuah Kopitiam.
"Makasih ya Ma. Aku pamit dulu." Aku menyalami mamaku lalu beranjak pergi keluar kamar.
Semoga di ulang tahun Dela aku bisa membahagiakannya dengan cara yang sederhana dan berkesan.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Alzheimer
Teen FictionSaat aku benar-benar kehilangan dia duniaku terasa suram. Lebih menyakitkan rasanya ketika kau harus merelakannya pergi dengan sebuah alasan. Dia meninggalkanku karna dia lupa. Lupa siapa aku. Lupa kenangan kami. Otaknya tersapu bersih dari memori-m...