Chapter 2 Whooo?

18 1 0
                                    

Kamarku saat ini sudah tidak menggambarkan ruangan seorang gadis. Baju berserakan di atas lantai dan di atas kasur, segala macam aksesoris berserakan di atas meja rias, sepatu-sepatu keluar dari lemari kecil.

Terkadang aku menggerutu ketika dilahirkan sebagai seorang perempuan. Baju harus cocok dengan potongan tubuh, aksesoris harus senada, tatanan rambut harus serasi dengan penampilan. Sepatu harus memilih yang memperlihatkan kaki menjadi jenjang. Seandainya acara ke mall atau ke rumah teman, aku tidak jadi masalah. Tapi nanti malam adalah hari ulang tahunku yang ke-17. Perlu ku tekankan TUJUH BELAS. Konon jika telah menginjak usia 17 tahun maka akan ada kejutan indah untukmu. Entahlah, aku sebenarnya ragu-ragu juga. Tapi bisa kita buktikan malam nanti.

Aku beralih untuk mengambil ponselku. Mencoba melihat beberapa notifikasi dari sosial media. Ucapan ulang tahun sudah banyak ku terima sejak jam 00:00. Tapi pacarku yang sama sekali tidak romantis itu justru tidak mengucapkan ku selamat. Dia kira, aku akan sedih karna tingkahnya tapi ini cara basi. Dia mencoba tidak peduli padaku di hari yang spesial? Tidak mungkin. Sudah ku katakan dia tidak romantis, sehingga sama sekali tidak tau menciptakan rencana baru untuk membuatku terkagum. Tapi biarlah aku mengikuti permainannya.

"Ya ampun. Kenapa kamarnya kayak kapal pecah gini?"

Aku tersentak. Bunda berjalan masuk dengan hati-hati untuk mencapai diriku yang sedang berdiri di samping kasur. Beliau membawa sebuah kotak persegi panjang yang bisa ku taksir berukuran 30x20 cm dan berwarna merah.

"Aku pusing cari baju Bun. Nggak ada yang cocok." Aku menggerutu lalu menghempaskan tubuh pada kasur yang mampu membuat tubuh ku terpental ke atas beberapa kali.

"Kalau baju yang ini gimana?"

Aku menoleh ke samping, terlihat bentangan gaun berwarna merah hati yang di desain sederhana, dengan tilet mutiara kecil disepanjang bentangan leher. Pendek di bagian depan dan memanjang dengan uluran kain terlipat pada belakangnya. Manis sekali.

Aku segera bangun untuk mengambil gaun itu dari tangan Bunda. Sepertinya sangat cocok untukku. Semoga. Aku berlari kecil ke kamar mandi untuk mencoba itu.

Luar biasa, gaun ini dengan mudah meluncur di tubuhku. Cantik sekali. Aku segera keluar kamar mandi untuk memperlihatkan pada Bunda.

Senyum Bunda terukir pada bibirnya. Aku tau pasti terlihat pas sekali pada tubuhku.

"How?"

"You look so beautiful honey."

Aku mengambil kedua ujung gaun lalu membungkuk sedikit layaknya seperti putri raja. Masalah baju selesai. Selanjutnya aku harus bergegas mandi dan siap untuk didandani habis-habisan oleh sepupuku yang akan tiba sejam lagi.

"Thanks mom. Love you." Aku mengecup pipi mama sekilas lalu berlari ke arah kamar mandi.

***

Baru kali ini seumur hidup aku sampai terkagum-kagum dengan penampilanku. Sangat berbeda dari dandanan sehari-hari yang hanya terbalut oleh baju sekolah dan kaos longgar.

Gaun mama sangat cocok dengan rambutku yang disanggul sampai ke atas seperti rambutnya Thumbelina, leherku yang dibiarkan terekspos diberikan sentuhan kalung silver yang agak besar.

Aku melihat sekeliling, sudah sangat ramai. Tapi sosok yang ku cari belum kunjung terlihat. Padahal sudah pukul 9 malam. Kadoku juga sudah menumpuk tinggi dalam sebuah troli namun sama sekali tidak menggugah minatku untuk tetap menatap satu persatu tamu yang datang lewat gerbang samping menuju taman yang menjadi perayaan ulang tahunku diadakan. Sepertinya lilin angka 17 juga sudah lelah bertengger di atas kue empuk berwarna coklat menggoda.

AlzheimerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang