Chapter 4 Leave me alone

12 1 0
                                    

"Aldi ganteng banget tau nggak. Gue tadi sampe lupa kalo udah punya Ryan."

Aku hanya memberikan seringaian hambar kepada Nola. Wini juga turut menahan tawanya melihat wajah Nola yang berbinar sejak tadi.

Cowok jutek yang kutemui di koridor tadi ternyata murid baru dan sangat kebetulan satu kelas denganku. Namanya Alvaro Maldini. Panggil Aldi saja katanya. Dia ganteng, senyumnya manis aku suka tapi ya dia sedikit cuek. Wajar saja menurutku.

"Ia Nola. Menurut gue juga cakep kok. Ternyata dia juga pintar banget. Perfect deh jadi cowok." Sambung Wini lalu menyeruput jus sirsak miliknya. Aku fikir Wini pikirannya santai saja menanggapi cowok itu.

Aku setuju dengan ucapan Nola dan Wini, jarang-jarang ada cowok ganteng dengan otak yang encer. Bukannya aku ingin membandingkan dengan Iqbaal, pacar aku itu pintar hanya saja sedikit lemot juga. Hari ini aku tidak makan bersama dengan Iqbaal. Dia sedang membersihkan lab kimia. Aku tiba-tiba saja merindukannya lagi. Sebaiknya setelah aku menghabiskan semangkuk bakso ini, aku menamuinya. Lagian pula sudah jarang aku tidak mengunjunginya duluan, rasanya tidak adil jika dia terus yang mengunjungiku di kelas.

"Eh Del. Denger-denger di kelasnya kak Iqbaal ada anak baru loh. Model majalah Gladies lagi. Cantik banget dia." Wini langsung menyenggol sikuku, mungkin karna sedari tadi aku hanya diam dan tersenyum saja mendengar mereka.

Aku tersenyum hambar lalu memberikan tatapan seolah bertanya apa hubungannya denganku.

"Ya kali aja kak Ryan sama kak Iqbaal kecantol." Wini tertawa mengejek setelah itu. Aku dan Nola saling melempar pandang, seolah mengumpat Wini yang saat ini sedang tertawa puas mengejek kami berdua.

"Sialan lo." Nola melempar kentang goreng miliknya sehingga mengenai kepala Wini tapi nampaknya hal itu tidak menyurutkan tawa kemenangan gadis itu.

Aku memasukkan satu biji bakso ke dal mulut lalu mengunyahnya dengan rasa sedikit kesal dengan ucapan Wini. Model majalah Gladies? Ya namanya model sudah tentu cantik. Memang aku hampir 2 tahun bersama Iqbaal tapi tidak menutup kemungkinan jika dia menyukai gadis yang lebih cantik dariku. Aku cantik? Ya tentu. Kalau tidak cantik, tidak mungkin Iqbaal memilihku dari berpuluh-puluh cewek yang jelas-jelas lebih cantik dariku.

Posisi Iqbaal di sekolah adalah sebagai salah satu cowok yang paling banyak penggemarnya. Setiap pagi ada saja amplop pink dan bingkisan di dalam lokernya, sampai-sampai aku pernah mengamuk dan bertengkar dengan Iqbaal. Itu sebabnya sampai saat ini aku sudah tidak mau tau kode loker Iqbaal, jika aku mengetahui kode lalu membukanya lagi pasti ini akan membuat hubungan kami berkonflik lagi.

"Apaan sih Nol. Bukannya tadi lo bilang, liat Aldi bisa bikin lo lupa sama kak Ryan. Nah makanya terima aja kalau kak Ryan sampe jalalatan matanya."

Aku langsung ikut tertawa mendengar ejekan Wini. Nola melirik ke arahku. Aku hanya menumpang tertawa saja, kenapa Nola melirikku seolah dia akan menerkam ku sekarang.

"Lo jangan ketawa Del. Cewek itu kan cantik, gue yakin dia lebih kecantol sama kak Iqbaal daripada Ryan."

Sialan si Nola, kali ini malah aku yang dipojokkan.

"Secarakan kak Iqbaal itu ganteng banget, idola sekolah ya jelas aja yang dipilih Iqbaal. Jadi Ryan gue masih aman." Aku menatap Nola tajam dia menyambut tatapanku dengan cengengesan.

"Nggak bakal. Iqbaal nggak bakal lirik cewek lain." Aku mengajukan pembelaan.

"Lo yakin? Kali ini ceweknya gak main-main lo. Cantik banget, jauh lebih cantik dari kak Cici." Kali ini Wini menimpali.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 08, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AlzheimerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang