Okay, aku mulai jengkel dengan lelaki yang mengajakku mengobrol di sosial media ini. Alih-alih santai dan mendengarkan lagu yang baru saja ku-download, dia malah terus saja memborbardirku dengan segala pesannya yang sungguh sangat mengganggu-ku.
Oh, aku lupa memperkenalkan diri. Namaku Disty, Fiorian Radhisty. Sebagian memanggilku Fio, sebagian lagi memanggiku Disty. Untung saja tidak ada yang memanggilku Rian. Uggh, sekali lagi untung saja belum ada yang kepikiran untuk memanggilku dengan panggilan macam itu.
Status? Jangan ditanya, aku seratus persen single. Jangan panggil aku jomblo, karena jomblo adalah nasib, sedangkan single adalah pilihan. Oke, cukup chit chat cuss-ku yang tidak penting ini.
Ngomong-ngomong soal jomblo--eh single maksudku, aku ini sudah terhitung hampir satu tahun menjalani status ini, dan aku tahan. Jangan kira selama setahun ini aku menjalani kehidupan jomblo ku, tidak ada lelaki yang mendekat. Ada, tapi aku saja yang merasa tidak serasi dengan mereka. Aku bukan perempuan sembarangan yang gampang bergaul dengan lelaki, menatap orang yang baru kukenal saja aku sudah menunduk dalam seolah sedang berduka. Jangan kira aku ini tidak cantik, aku cantik. Itupun kata salah satu orang yang berbaik hati mau mengatakannya. Oke, aku terlalu merendah ya?
Teman-temanku, rata-rata dari mereka sudah mempunyai masing-masing satu-kecuali beberapa yang serakah dan punya dua atau tiga-pendamping di masa-masa remajanya. Iri? Tentu saja, aku ini gadis normal yang butuh obat pelangsing badan-oke tidak ada hubungannya-yang ingin menikmati masa remaja dengan seseorang lelaki yang aku sayangi dan aku sebut sebagai pacar. Belum lagi panggilan-panggilan biadab yang keluar dari mulut teman-temanku yang memanggil ku 'jomblo karatan' gatau aja mereka kalau aku ini gadis manis yang punya banyak kenalan.
Bukan tidak pernah pacaran aku ini, pernah aku berpacaran dengan seorang lelaki bernama Dani. Laki-laki itu baik sekali, tampan dan juga pengertian. Tapi, aku mengutuk diriku sendiri karena kelamaan menyandang status jomblo dan akhirnya tidak betah saat berpacaran. Diatur-atur, diberi panggilan 'sayang' yang membuatku jijik, dan diajak jalan-jalan berdua yang membuat penyakit parno-ku kambuh.
Kadang juga aku selalu berpikir, siapa sebenarnya jodohku ini? Menginjak usiaku yang sudah mulai beranjak dewasa, rasa penasaran akan siapa yang akan mendampingiku dimasa-masa akhir hidupku itu mulai timbul. Kadang juga aku mulai iri dengan keromantisan lelaki di novel-novel teenfiction yang benar-benar lelaki idaman bagiku.
Oke, aku mulai berlebihan lagi dengan berkhayal jauh kesana. Pembaca, tahu tidak kalau aku ini masih kelas 2 SMA dan sungguh jauh sekali pemikiranku saat membayangkan ini.
"Ty, kamu ditungguin Anggi tuh didepan, ciee."
GUBRAK! Aku langsung kelimpungan, mencak-mencak sendiri dan tidak sengaja tersenggol kakiku sendiri lalu berakhir jidat mulusku yang terpentok ujung tempat tidur. Belum sampai disitu, semesta ingin menghukum aku yang adalah seorang gadis manis ini, karena saat aku bangun dan baru berapa langkah ingin melanjutkan jalanku, keseimbanganku kacau dan jatuh kembali dengan posisi terduduk.
"Maamaaa!" Pekikku sambil mengelus bokongku kesakitan.
Aku benci Anggi! Lelaki itu selalu berhasil membuatku salah tingkah walaupun tidak saling bertatap muka. Hanya dengan mendengar nama Anggi pun aku bisa se-ceroboh tadi. Temanku, teman satu kampung halamanku.
Kenapa aku bisa salah tingkah? Karena sifatnya. Sifat menyebalkannya yang selalu membuatku blushing.
Pernah sekali saat sedang ada layar tancap di kampungku, dan seluruh orang dikampungku berbondong-bondong datang. Kebanyakan dari mereka pergi dengan motor karena letaknya yang lumayan jauh. Aku tidak tau ingin pergi dengan siapa, dan Anggi menawarkan tumpangan walaupun harus bertiga dengan adik kecilnya yang duduk di depan.
Saat itu hanya ada suara motor, dan jangkrik karena perkampunganku yang masih asri. Tidak ada pembicaraan diantara kami saat malam itu berlangsung. Aku tidak mengenal siapapun kecuali saudara-saudaraku. Dan Anggi bukan saudaraku, kau tahu.
Eh, jangan pikir Anggi ini perempuan, ya. Dia ini laki-laki sekali. Jangan pikir juga kalau aku ini penyuka sesama jenis.
"Ty? Kenapa?" Tanyanya masuk kedalam kamarku. Eh? Siapa dia main masuk-masuk? Mana aku sedang jelek begini lagi.
"Nggi keluar, Nggi. Gue maluu!" Ringisku sambil menutup mukaku sekaligus luka benjolan dikeningku karena terbentur tempat tidur tadi.
Anggi diam saja, kupikir dia sudah pergi, makanya aku menyingkirkan tanganku dari wajah dan membuka mata. Lalu terbelalak kaget saat si menyebalkan ini sudah berada dekat didepan wajahku. Memasang tampang polosnya yang kebingungan dan memencet luka benjolku.
Bangsat banget sih ni orang? Gimana kalau saudaraku melihat? Atau ibu dan ayahku melihat? Bisa mampus aku malam ini diguling-guling di atas bara api. Pesta barbeque mereka.
"Anjirr!" Pekikku, kembali ke dunia nyata.
Anggi hanya tertawa. Jahanam banget nih orang? Dia kemudian berjalan kedapur meninggalkanku dengan segala keterkejutan biadab yang menyerang otakku.
Liat tuh punggung tegapnya, minta digaruk banget. Kenapa sih cowok itu punggungable banget?
Anggi kembali lagi dengan membawa satu baskom air dan handuk kecil. Dikompresnya benjolan dikeningku itu.
"Makanya cari pacar, biar ada yang ngurusin, lo." Katanya.
"Eh kurang ajar banget lo? Gatau apa kalau jodoh gue ini Cameron Dallas?" Cibirku. Anggi cuma tertawa.
"Cameron Dallas, ya?" Tanyanya retoris. Aku memandangnya aneh, sedangkan dia masih terus mengompres benjolan dikeningku.
"Gue suka sama lo, Ty." Katanya. Tidak lagi tangannya itu mengompres benjolan dikeningku. Matanya sudah sepenuhnya menatap ke bola mata hitamku.
"Hah? Yaelah kalau suka doang sih, gue juga kok, Nggi. Kita kan temen." Ucapku salah tingkah. Aku bangkit, tidak ingin berlama-lama bertatapan dengannya. Bisa gila aku.
"Ty, jadi pacar gue, ya?"
Eh? Gak romantis banget sih ni orang? Oke, aku emang suka sama dia, tapi gak se-mendadak ini juga. Aku belum siap mental.
Aku mengangguk.
Saat itu aku mengangguk.
Aku mengangguk saat itu.Oke, aku mengangguk tanpa kusadari. Mungkin ini yang disebut 'jika lelaki dan perempuan berduaan ditempat sepi, maka yang ketiganya adalah setan'
Aku yakin yang membuat kepalaku mengangguk saat itu adalah setan. Terkutuk kau setan!
Tapi, aku benci mengakuinya, sebenarnya aku juga bersyukur karena doaku yang meminta pada Tuhan Yang Maha Esa agar cepat diakhiri masa single-ku dan mendapat lelaki baik hati macam Anggi yang kukenal, dan itu jadi alasan aku tidak parno saat berjalan-jalan berdua dengannya. Kami tidak memakai panggilan sayang macam 'beby', 'cinta', bla bla yang membuatku jijik sendiri. HAHA! Aku tertawa jahanam dalam hati, tunggu saja teman-teman tercintaku yang sering mengataiku tidak laku. Saat masuk sekolah, akan kupamer pacar tampanku.
____________
A/N :
Maafkan aku karena terlalu garing. Sejujurnya ini adalah pemuasan diri akan keinginan menulis yang amat membuncah, juga karena kasihan pada tokoh utama cerita. Sebenarnya saya ingin menyiksanya lebih lagi daripada sekedar terbentur tempat tidur atau jatuh terduduk. Mungkin di tokoh jomblo selanjutnya saja yang saya siksa HAHA.Oke, masalah judul chapter itu terlalu ftv sekali ya? Itu karena, I have no idea.
Part pertama ini saya dedikasikan untuk Flo_Gsy yang sudah memberi saya inspirasi hanya dengan melihat wajahnya yang bagai rembulan tertutup awan di musim penghujan
Btw, saya pinjam namanya ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jomblo
Teen FictionSebagian cewek yang status 'katepe'nya lajang pasti benci kata laknat itu. Untung saja kartu pelajar anak sekolah tidak mewajibkan pemiliknya menyertakan status hubungan di sana. Kehidupan seorang jomblo memang menyenangkan, terlebih lagi jomblo yan...