Tikus pertama menghadap baginda. Ia kurus, bulu-bulunya pendek dan matanya sedikit sipit, dan ia banyak mondar-mandir seraya bercerita; seolah tak sabar ingin menunjukkan sesuatu. Tikus perempuan ini memulai ceritanya dengan bungkukan sopan. "Utara,"
Ia menyebut, "adalah arah yang saya tuju. Alasan pertamanya adalah karena saya melihat kapal yang berlabuh di pelabuhan. Di dalam sana ada juru masak bagi awak kapal, yang konon, lahir dan besar di laut serta disumpah tak akan menginjak daratan seumur hidupnya. Tapi ia memasak, sementara hidupnya selalu di laut, maka saya pikir ia tentu telah terbiasa mengolah bahan-bahan yang tidak biasa. Meski terus terang saja, saya harus kecewa.
"Di dalam kapal ternyata banyak karung berisi kentang, daging, barel-barel saus serta bumbu. Juru masak itu tidak pernah turun ke darat namun awak-awak lainnya membawakannya. Dan ia punya buku yang telah ditulis manusia lain, yang memuat cara-cara memasak bahan. Tak tertulis mengenai tusuk sosis di buku itu. Sementara saya sudah terlanjur naik dan tak mungkin turun lagi, dan tak mungkin pula bertanya padanya. Juru masak itu sama dungunya dengan saya, saya kira, hanya melakukan yang telah pasti-pasti saja. Kapal itu terombang-ambing di tengah lautan, sama sekali. Sama sekali bukan perjalanan yang menyenangkan."
Tikus perempuan itu memang nampak letih. "Kira-kira satu minggu kapal berlayar, hingga akhirnya jangkar diturunkan dekat suatu pulau. Saya turun, hanya untuk mendapati hamparan pasir putih mengitari hutan yang darinya tercium aroma basah dan pedas–daun-daun bumbu yang tidak saya kenal, membuat hidung saya gatal. Sebagai tikus yang seumur hidupnya hanya melewatkan waktu di pojok perapian, Baginda, harus saya katakan saya sesungguhnya merasa takut. Namun demi cinta saya pada Baginda, saya beranikan diri untuk masuk ke dalam hutan itu; saya percaya cara untuk membuat sup ada di dalam sana.
"Di hutan itu ada danau yang dari jauh nampak berwarna hitam, namun ketika didekati, airnya jernih sekali. Ratusan jenis bebek berkaki jenjang, dan bulunya putih, mandi dengan riang di sana. Dan–dan mereka sanggup terbang! Lain dari itu juga ada sekelompok tikus, seperti saya, namun mereka berbulu legam dan kurus. Mereka tahu banyak hal mengenai pulau itu, namun ketika saya tanyakan cara untuk membuat sup dari tusuk sosis, mereka menggeleng bingung. Mereka bahkan tidak tahu tusuk sosis itu apa. Tapi saat itu Midsummer, kata mereka, malam paling indah di seluruh musim, dan betapa saya datang di saat yang tepat.
"Saat itu senja. Mereka mendirikan sebuah pilar raksasa di tengah perkampungan, yang di atasnya mereka hiasi dengan karangan bunga dan pita-pita. Sangat indah. Makanan-makanan juga disiapkan, lebih banyak dari buah-buahan dan serangga. Agaknya, mereka hendak mengadakan suatu pesta, atau festival. Orang-orang mulai berkumpul, namun saya merasa terasing, maka saya hanya duduk di dekat semak-semak, memeluk tusuk sosis dari Baginda, mulai merasa mengantuk..."
Tikus-tikus lain yang hadis di ruangan itu terbuai oleh caranya bercerita; kali pertama mereka mendengar tentang tradisi pilar yang dihias, kehidupan selain kampung dapur mereka yang permai.
"Dan saat itulah, saya mendengar suara-suara. Lamat sekali. Suara kecil itu berkata 'Itu pas! Itu pas! Bentuknya panjang dan ujungnya runcing, pas sekali!' dan banyak suara lain menyetujui. Keributan itu membuat saya terbangun, dan, alangkah terkejutnya saya, saya telah dikerumuni oleh sekelompok peri! Mereka seperti manusia, hanya saja sangat kecil–hanya setinggi lutut saya–dan jauh lebih elok. Kulit mereka bersih, tubuh mereka ramping. Pakaian mereka tidak terbuat dari kain melainkan semacam kelepak-kelepak bunga yang dijahit dengan benang serangga, dan betapa mereka memiliki sayap yang berpendar keemasan seolah milik capung atau lebah. Yang paling elok di antara mereka adalah raja peri, laki-laki kecil yang tampan dan memiliki senyum seorang bijak.
"Kepada saya ia berkata, ia menginginkan apa yang sedang saya peluk. Tusuk sosis ini, Baginda. Saya hanya berkata padanya bahwa benda ini boleh dipinjam, namun tidak untuk dimiliki. Raja peri setuju, dan mereka pun menggotong tusuk sosis itu. Harus saya akui, cukup lucu melihat bahwa dibutuhkan lima-enam peri membawa benda yang bisa kau bawa dengan mudah..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Feathertales
FantasiCerita-cerita dongeng/fantasi yang saya buat. Beberapa di antaranya adalah karya lama yang pernah saya muat di blog saya. Sebagian merupakan adaptasi dari cerita anak-anak terjemahan yang mungkin sudah kita kenal sangat baik.