Chapter 6 - Home

415 42 8
                                    

songs :

Greyson Chance - More than me

Shawn Mendes - Crazy

Passenger - When we were young

Passenger - Hard to say i'm sorry

Taylor Swift - Safe&sound

[...]

Stormy

"Why do you love me, Harry?"

"Do I need a reason?"

"Why me?"

"Because you're special."

"But I am not.."

Harry mengambil bantal yang membatasiku dengannya, Ia bergerak mendekatiku dan mengelus pipiku. Sudah hampir dua bulan kami tinggal di dorm ini, yang paling kubenci ialah mimpi buruk yang kerap kali menghantuiku.

Aku menghela nafasku dan mengalihkan pandanganku darinya, melihat kekaca. Bahkan pemandangan kota New York yang biasanya membuatku terkagum-kagum, kini semuanya terasa tidak ada istimewanya. Perasaan itu kembali lagi.

"Babe-" Biasanya aku akan malu saat dia memanggilku seperti itu, namun sekarang tidak. Apakah itu salah?

"- Kamu adalah orang yang spesial. Tanpamu mungkin aku akan menjadi depresi dan tidak tau kemana arah yang harus kutuju, aku tidak tau apa yang terjadi denganmu belakangan ini. Aku hanya ingin kamu tau bahwa, kamu tidak sendirian. Kamu sama sekali tidak sendirian, aku akan terus mencoba untuk selalu berada didekatmu, kapanpun kamu butuh. I love you." Harry menutup jarak diantara kami dengan mencium lembut bibirku.

Aku menundukkan kepalaku dan membiarkan Harry memelukku sembari tangannya memainkan rambutku. "Terima kasih, Harry. Maaf membangunkanmu." Ucapku lemas, aku tau bukan cuman aku yang lelah. Dan sampai sekarang aku merasa sangat berdosa karena telah merepotkan Harry ditengah malam begini.

Harry menyuruhku untuk tidur, namun kami tau bahwa itu adalah hal yang tidak mungkin. Sekalinya aku sudah bangun, aku tidak bisa kembali tidur. Sekarang pukul 3 pagi. Kami cuman tidur selama 2 jam karena harus berburu shadows. It sucks. Well, life sucks dude.

Orang-orang bilang, everythings will be okay. Oh tentu, maksudku mereka tidak tau apa yang kurasakan, bukannya aku tidak percaya dengan pepatah itu. Tapi, ini benar-benar sulit, mereka kira dengan mengucapkan hal itu dalam sekejap semuanya berubah. Dan mereka sebenarnya juga tidak salah, karena mereka tidak mengerti. Namun yang kubutuhkan bukan perkataan, hanya seseorang. Cuman seseorang, siapapun itu, yang mau mendengarkan tentang perasaan abstrakku ini, yang sabar untuk menghadapiku.

Tapi kembali lagi, sebenarnya musuh terbesar kita mungkin kita sendiri, semua pikiran negatif dan yang membisikkan kata-kata kejam itu mungkin diri kita. Namun saat kita diselimuti oleh kesendirian, yang kita miliki cuman monster yang ada didalam tubuh kita ini, tanpa kusadari akhirnya aku menerima keberadaan kegelapan didalam tubuhku ini.

"Harry..?"

Aku menoleh dan melihat Harry yang kini sudah tidur, Dia terlihat lucu saat tidur dan itu sudah cukup membuatku bahagia. Tanpa kusadari senyuman mulai menghiasi wajahku. Aku mengecup pipinya dan mendekapkan wajahku ke dadanya.

Aku tau aku mempunyai depresi. Atau tidak, mungkin salah satu penyakit mental lainnya, namun aku yakin tentang depresi ini. Sebulan berjalan semenjak aku mengingat semuanya, dan itu terasa sangat cepat. Beberapa orang menganggap bahwa kesedihan adalah sama halnya dengan depresi, tanpa mereka ketahui, depresi lebih dari itu. Aku lebih memilih untuk menjadi sedih dan bisa menangis daripada merasakan depresi dan kosong setiap harinya. Rasa lelah yang terus ada walaupun aku tidur satu hari penuh, merasa bahwa diriku tidak berguna, dan kehilangan harapan.

Death Arcana [ Harry Styles ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang