6

26 0 0
                                    

Sebulan sudah aku berada di Indonesia, dan aku sudah melanjutkan kuliahku di Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. Dan ternyata aku berada dalam satu fakultas dengan Kiki, sahabat lamaku.

“Ki.. Kiki.” Panggilku lalu berlari menghampirinya yang sedang berjalan menuju tempat parkir.

“Pasti gue mimpi deh, nggak mungkin banget Rendy masih hidup! Diakan ngalamin kecelakaan pesawat.” Kata Kiki.

“Heh.. Rizky Dwi Perwira, gue itu masih hidup. Masalah kecelakaan pesawat dua tahun yang lalu itu bukan pesawat gue. Kalau gue sudah meninggal, mana mungkin gue bisa kuliah disini!” jawabku menanggapi perkataan Kiki.

“Jadi lo beneran Rendy? Tapi kita semua sudah berpendapat kalau lo itu udah meninggal!” jawab Kiki.

“Jadi selama ini kalian sudah berfikir kalau gue itu sudah meninggal! BAGUS.. Ki gue butuh bantuan lo sama anak-anak soalnya gue mau ngelakuin sesuatu sama Dea.” Pintaku pada Kiki.

                Seminggu setelah pertemuanku dengan Kiki. Kiki pun bersedia membantuku, dan malam ini tepat pada tanggal 14 Februari, Kiki menyuruh Dea untuk pergi kesebuah taman yang sudah dirancang seromantis mungkin, menemuiku.

“Hallo, kenapa Ki?” tanya Dea, mengangat telpon dari Kiki.

“Dea, jam tujuh malam ini lo bisa kan ke taman raflesia?” tanya Kiki.

“Malam ini? Okedeh.” Jawab Dea.

“Oke siip.” Kata Kiki.

“Gimana Ki, Dea mau kan?” tanya ku pada Kiki.

“Iya Dea mau!” seru Kiki padaku.

Thank’s ya Ki.” Ucapku pada Kiki.

                Malam pun tiba, dinginnya malam valentine menyelimuti taman raflesia. Dea pun datang ke taman raflesia untuk menemuiku. Dea berjalan menghampiriku yang terduduk di sebuah kursi ditaman tersebut.

“Lo siapa?” tanya Dea.

“Menurut kamu, aku siapa?” kataku kembali bertanya.

“Ih cepetan jujur, lo siapa? Gue nggak punya banyak waktu.” Kata Dea lalu pergi meninggalkanku.

“DEA.. tunggu!” panggilku.

“Kok lo tahu nama gue? Lo siapa sih?” tanya Dea kembali.

“Inget ini nggak?” kataku lalu menunjukkan saputangan putih yang Dea berikan padaku.

“Loh itu kan saputangan, yang gue kasih ke Rendy dulu. Kok ada di elo sih? Sebenernya lo siapa sih?” tanya Dea kembali, kemudian mengeluarkan saputangan putih yang dia miliki.

“Aku Rendy!” kataku lalu berjalan menghampiri Dea.

“Nggak mungkin! Rendy udah meninggal, lo jangan bercanda deh!” kata Dea mulai kesal.

“Aku beneran Rendy!” kataku lalu melepas topi dan kacamata yang ku gunakan.

“Tapi.. tapi gimana mungkin? Rendy kan udah meninggal?” tanya Dea lagi.

“Nggak kamu salah! Aku masih hidup!” kataku pada Dea.

“Tapi bagaimana dengan kecelakaan pesawat itu?” tanya Dea padaku.

“Oh kecelakaan pesawat itu. Itu bukan pesawat aku!” kataku pada Dea.

“Loh tapi gimana mungkin?” tanya Dea lagi.

“Jadi, saat itu memang ada dua pesawat yang menuju Tokyo. Tapi pesawat yang mengalami kecelakaan, itu bukan pesawat aku. Jadi aku masih hidup, sampai sekarang. Lagi pula kalau aku sudah meninggal, nggak mungkin aku bisa kesini!” kataku memberi penjelasan.

“Terus, kenapa lo nggak pernah ngasih kita kabar?” tanya Dea.

Handphone-ku hilang, makanya nggak bisa ngasih kabar!” jawabku singkat.

“Jadi lo beneran Rendy?” tanya Dea memastikan.

“Iya Dea, ini aku Rendy. Ternyata kamu selain jutek juga bawel ya!” seruku pada Dea.

“Ih nyebelin banget sih lo!” ucap Dea kesal sambil memukul lenganku, setelah mendengar perkataanku tadi.

“Aduhh.. sakit tahu! Nggak bisa pelan-pelan apa kalo mukul?” kataku sambil memegang lengan kananku.

“Habisnya elo ngatain gue!” ucap Dea ketus.

“Yaudah, maaf ya cantik!” kataku meminta maaf. “Oh iya, ada yang mau aku bicarain sama kamu. Ikut aku yuk!” sambungku lalu membawanya ke sebuah kolam ikan ditaman tersebut. Di tepi kolam, ditaman raflesia aku akan membuat sebuah sejarah dengan Dea. Kejadian yang tak akan pernah kulupakan.

                Saat ini jam menunjukkan pukul 19:30 WIB, udara di sini pun semakin dingin. Aku melihat Dea mulai kedinginan disebelahku. Aku pun segera melepas jaketku, dan memakaikannya pada Dea. Dea hanya bisa tersenyum tipis saat aku memakaikan jaketku padanya. Kami hanya terdiam menatap langit. Jujur aku tidak kuat dengan suasana sepi seperti ini, tidak ada satu pun dari kami yang memulai pembicaraan. Akhirnya aku memutuskan untuk mengumpulkan semua keberanianku dan memulai pembicaraan. Tapi saat aku ingin bicara …..

“Tadi kamu mau ngomong apa?” tanya Dea memulai pembicaraan.

“Hmm, aku mau cerita! Sebenarnya aku lagi suka sama seseorang, tapi aku bingung orang itu juga suka sama aku atau nggak. Aku takut dia nggak suka sama aku, soalnya dia jutek banget. Menurut kamu, aku harus ngapain?” tanyaku serius pada Dea.

“Kalau menurut gue sih, mending lo bilang ke orangnya kalo lo itu suka sama dia!” kata Dea memberikan pendapatnya.

“Oke deh. Makasih ya De sarannya!” kataku lalu beranjak dari kolam itu.

“Loh, lo mau kemana?” tanya Dea, setelah melihatku berdiri dari tempatku.

“Mau ketemu sama orangnya! Dahh.” Kataku lalu pergi meninggalkan Dea. Aku segera berjalan menuju tempatku bertemu dengan Dea tadi. Aku mengambil gitarku, setangkai mawar dan sepasang kura-kura. Aku pun berjalan menuju kolam tadi dan menemukan Dea sedang berbicara sendirian.

“RENDY… lo tuh nyebelin banget sih. Gue kira tadi lo mau nembak gue, ternyata lo malah pergi ninggalin gue. Lo nggak tau apa, kalo gue itu dari dulu udah suka sama lo. Tapi lo nggak pernah nyadar, dan lo cuma bikin gue melayang didalam khayalan gue. Ternyata bener ya kata temen-temen gue, mau jadi pacar lo itu sama aja kaya mimpi, saingannya banyak. Dan yang berhasil ngedapetin hati lo, itu sama aja kayak lulus audisi Indonesian Idol.” Kata Dea sendirian di pinggir kolam, di taman raflesia.

                Aku hanya bisa tersenyum mendengar ucapan Dea tadi. Senang rasanya, ternyata orang yang aku sayang juga memiliki perasaan yang sama seperti yang kurasakan. Aku pun meletakkan kotak berisi kura-kura itu dipinggir kolam. Dan aku segera berjalan menghampiri Dea sambil memainkan gitarku. Aku pun duduk tepat disebelah Dea, dan Dea hanya terdiam melihatku. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk menghentikan permainanku.

“Lo nggak jadi nembak orang yang lo suka?” tanya Dea jutek.

“Jadi dong! Ini gue baru mau nembak dia!” jawabku bersemangat.

“Terus ngapain lo masih disini? Udah sana samperin orang yang lo suka!” kata Dea tetap jutek.

“Nggak ah, nanti kalo gue pergi dia marah lagi.” Jawabku sambil menatap wajah Dea.

“Maksud lo?” tanya Dea datar.

“Dea, aku mau jujur sama kamu! Sebenarnya sejak kita ketemu di toko buku waktu itu, aku udah suka sama kamu. Sampai akhirnya aku tahu kalau kamu itu teman kecil aku, aku jadi makin sayang sama kamu. Aku cinta sama kamu! Kamu mau nggak jadi pacar aku?” tanyaku pada Dea serius, sambil memberikan setangkai mawar merah.

“Maksud lo?” tanya Dea bingung.

“Aku suka sama kamu Dea! Masa kamu nggak ngerti sih maksud aku.” Kataku mulai bete.

“Hmm.. kok kamu bisa main gitar sih, bukannya kamu nggak pernah lepas dari buku ya?” tanya Dea mengalihkan pembicaraan.

“Kan aku belajar, makanya aku bisa main gitar!” ucapku mulai bete.

“Kamu keren deh main gitarnya!” kata Dea masih mengalihkan pembicaraan.

Saputangan PutihWhere stories live. Discover now