Satu keinginan Arya; membawa tim basketnya menang di kejuaraan basket di tingkat SMA se-Provinsi. Sebenarnya itu hal yang mudah, mengingat Arya adalah kapten basket sekaligus playmaker ulung di sekolahnya.
Hanya saja, mendadak ada satu masalah yang...
Di atas meja makan telah siap berbagai hidangan masakan yang lezat. Mama meminta Sophia untuk memanggil Arya di kamarnya. Sementara Niken kembali ke dapur, membereskan alat-alat yang tadi dipakai untuk memasak.
"Kak Arya!" panggil Sophia, suaranya nyaring.
Di dalam kamar, Arya berhenti memantulkan bola basketnya ke dinding. Ia menoleh ke arah pintu kamarnya. "Apaan sih, Soph?"
"Makan malem. Disuruh turun sama Mama, buruan!"
"Iya, iya."
Arya turun dari tempat tidurnya.Dan saat membuka pintu kamarnya,ternyata Sophia sudah tak lagi kelihatan. Ia lalu turun dengan rasa malas dan perut yang lapar.
Seperti biasa, suasana makan malam di keluarga mereka memang selalu ramai. Apalagi, ditambah kehadiran Niken yang memberi suasana baru.
Papa yang baru saja pulang kerja, segera ikut berkumpul. Ia duduk di kursi paling ujung di bagian tengah. Arya yang baru turun langsung salim pada Papanya. Ia duduk di samping Sophia, berhadap-hadapan dengan Mama dan Niken.
"Ayo dimakan, dong," ucap Mama pada anak-anak seraya menaruh nasi di piring Papa.
Suasana terasa hangat karena celotehan Sophia dan juga candaan Arya. Selain itu, semua anggota keluarga saling menceritakan kesehariannya seperti biasa. Papa dengan proyeknya yang hampir selesai, Mama yang berhasil membuat resep baru lagi—tapi baik Arya, Sophia, maupun Papa meragukan hasilnya.
"Tumben, masakan malam ini enak banget. Iya nggak, sih, Pa?" tanya Arya.
Papa mengangguk-angguk setuju. "Iya, nih, bumbunya lebih terasa. Padahal, kemarin-kemarin masakan Mama sering kurangnya. Yang paling enak cuma sayur sop doang."
Sophia dan Niken berusaha untuk menahan tawa mereka sekuat mungkin. Sementara Mama, mendengar hal itu, langsung melototi Arya dan Papa. "Oh, gitu? Oke... besok-besok, Mama nggak bakal mau masak lagi. Makan aja, gih, di luar. Cari sendiri yang enak," gerutu Mama.
"Yah, kok, Arya jadi ikutan kena, sih?"
"Eh, tapi, betul kata Arya lho. Ini semua Mama yang masak?" ucap Papa.
Masih dengan wajah kesalnya, Mama mengangguk. "Iya, tapi... dibantuin dikit sama Niken buat pilih bahan-bahannya, nguleg, numis masakannya—"
Arya bengong, begitupun Papa. Sementara Sophia tak bisa menahan tawanya lagi.Ia sendiri melihat saat mereka memasak tadi. Kenyataanya, Niken lebih dominan dibanding Mama.
"Itu namanya bukan Mama yang masak, tapi Niken," protes Arya.
Mama lagi-lagi melotot, pipinya memerah. "Ya udah, Papa sama Arya lebih milih mana, masakan Mama apa masakan Niken?!"
"Aku pilih Niken lah,"ucap Arya lantang, lalu mereguk minumannya.
Sesaat, semuanya terdiam, lalu tersenyum. Sementara wajah Niken tampak bersemu merah.
Sadar salah bicara, Arya langsung mengelak. "E—eh, maksudnya, aku pilih Niken yang memasak."
Untuk menghindari kecanggungan, Mama mengalihkan topik. Ia menoleh pada Niken, lalu menanyakan bagimana hari pertamanya di sekolah.
Arya memilih untuk makan dengan tenang. Ia memilih untuk tidak ikut campur setelah kejadian tadi. Tapi, matanya terus mengamati Niken yang menceritakan hari pertamanya di sekolah. Wajahnya terlihat sangat lugu, namun terkesan manis saat itu. Diam-diam, Arya puntersenyum.
Tanpa sengaja, Arya melihat Mama yang memerhatikan Sophia. Arya langsung menyenggol adiknya begitu tahu kalau ternyata sedang sibuk dengan ponselnya. Sophia mendongak pada Arya, menatap kakaknya dengan kesal. Namun Arya memberi gestur agar Sophia melihat Mama.
"Sini hape kamu," ucap Mama.
"Yah, Ma—"
Papa memotong, "Soph, kamu kan, tau aturannya. Ayo, cepet kasih hape kamu ke Mama."
Dalam keluarga mereka, memang ada aturan saat makan bersama: tidak boleh ada yang menggunakan ponsel kecuali keadaan darurat.
Wajah Sophia terlihat merah padam. Dengan setengah hati, Sophia memberikan ponselnya pada Mama. Berharap Mama tidak mengecek isinya.
"Jangan gini lagi, oke." Mama berkata dengan tegas setelah memasukkan ponsel Sophia ke dalam saku celananya. "Hape kamu bakal Mama balikin nanti, setelah makan."
Sophia mengangguk lemah, sementara Niken maupun Arya hanya bisa diam. Makan malam tetap berlanjut, hanya saja tidak seriang tadi. Khususnya bagi Sophia.
***
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Baca kelanjutan kisah Arya dan Niken dalam buku Brothermaker terbitan Bukune. Kamu bisa pre-order bukunya dengan bonus tanda tanganku dan bloknot Bukune. Pesan sekarang dengan klik bit.ly/pobrothermakerwulanfadi