Gelisah.Naruto tak dapat memejamkan matanya meskipun jarum jam menunjukkan waktu tengah malam. Pikirannya masih dipenuhi banyak hal tentang kejadian hari itu. Oleh Mei Terumi, wanita cantik yang dikenalnya dalam gerbong kereta.
Naruto sama sekali tidak mengenal wanita itu selain orang yang telah meminjam ponselnya. Saat Itachi berkata bahwa wanita itu terlibat dalam kasus kebakaran panti asuhan tak ada apapun yang terlintas dalam benaknya melainkan terkejut juga tak percaya.
Baik Itachi maupun Kabuto dan Orochimaru, mereka mengatakan hal yang sama. Jauhi dan jangan pernah berurusan lagi.
Seolah menyembunyikan sesuatu dan menginginkan Naruto untuk tak mengusik hal itu. Sekeras apapun Naruto bertanya hanya ada kata "tunggu." atau "belum saatnya."
Jujur saja membuat dirinya kesal!Berguling diatas futon pun tak akan membuat pikirannya tenang. Lalu teringat kembali persyaratan yang diberikan Itachi menggerakkan gadis itu untuk menyalakan laptop tipe lama yang telah menemaninya sejak masa kuliah. Untuk setengah jam kedepan gadis itu akan terjaga. Esok pagi dia akan meminjam printer kantor untuk mencetaknya.
Naruto meregangkan tubuhnya yang terasa kaku. Banyaknya kejadian tak terduga cukup menggempur mental dan staminanya. Sebelum kembali merebahkan diri tumpukan barang dalam dus disudut ruangan menarik perhatiannya.
Ah, itu pemberian Itachi. Lagi lagi pria itu membelanjakan macam macam barang untuk anak anak panti setelah 'menculik' Naruto sebelumnya. Naruto gelap mata saat diminta Itachi memilihkan baju baju nan manis dan lucu di pusat perbelanjaan. Namun tak lantas membuat Itachi menggelengkan kepalanya menyaksikan kehebohan Naruto, justru sebaliknya. Pria itu banyak menebar senyum dan ikut turun tangan memilih pakaian untuk anak anak selain menebar uang cuma cuma demi mereka. Beberapa kali Naruto menangkap lengkungan manis bibir pria itu hingga membuat dadanya bergemuruh. Dan saat pramuniaga salah mengira mereka adalah pasangan Naruto menjadi salah tingkah, sedang Itachi malah memasang ekspresi tak terbaca.
Lalu barang barang itu berakhir di apartemen kecil Naruto sebelum diantar ke panti yang baru, sukses membuat kamar yang tak seberapa luasnya itu makin menyempit saja.Namun kenyataan adanya sisi baik dibalik sikap dingin Itachi tak dapat ia tepis. Naruto akan bangun pagi pagi sekali dan membuatkan sesuatu untuk Itachi sebagai ucapan terimakasih.
Esok paginya saat hendak berangkat kerja Naruto menemukan Kiba menunggu dirinya dibawah apartemen. Jika Naruto tidak salah menduga ini pasti permintaan dari ibu dan ayah asuhnya. Sesaat membuat gadis itu merasa tidak nyaman.
"Maaf merportkanmu pagi pagi begini." Naruto mengulurkan satu cup kopi hangat untuk Kiba yang dibelinya di mesin otomatis. Lelaki sebaya pecinta anjing itu menerimanya tanpa sungkan dan menepuk bangku panjang yang ia duduki memberi tempat untuk si gadis blonde. Kereta yang akan mereka tumpangi akan datang tiga puluh menit lagi.
"Bukan masalah, memang sudah niatku sejak hari itu. Aku merasa kau belum aman." balasnya setelah menyesap sedikit kafein ditangan.
Helaan napas berat yang terdengar dari Naruto menarik atensi Kiba untuk meliriknya. Yang terlihat wajah muram dan safir yang menatap kosong."Kau akan baik baik saja." hibur Kiba.
"Terimakasih sebelumnya, tapi aku masih belum mengerti mengapa hanya aku yang tidak boleh mengetahui apa yang terjadi saat ini? Aku merasa terlibat dan dilindungi tetapi aku tak tahu untuk apa dan mengapa aku diperlakukan seperti ini? Aku bukan anak anak lagi." keluh gadis bermata biru itu tanpa mengalihkan pandangannya dari permukaan pekat kopi digenggamannya yang masih mengeluarkan uap tipis.
"Artinya kau itu sangat berharga sampai sampai mereka melindungimu seperti ini. Harusnya kau bersyukur." ditepuknya puncak kepala Naruto se0lah gadis itu adalah piaraannya yang patuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Crow
Fanfiction"Dari semua wanita didunia ini mengapa harus aku yang menjadi pengantinmu?..." "Karena kau punya hutang denganku." An ItafemNaru fanfiction Rating M (may be) without lemon *author masih polos//plakk Yo! Ini ff crack pair reader sama, saya tulis hany...