Part 1

21 0 0
                                    

NGUUUNGG....!!! Ku putar habis gagang motorku pada versneling 4. Nampak jarum speedometerku mengarah ke angka 90 dan bahkan kini mendekati angka 100. Ku tak peduli lagi bahwa jalanan yang kulalui adalah jalanan padat karya alias penuh sesak. Hatiku sudah terlanjur terbakar api amarah yang seakan mendidih hingga ke ubun-ubun kepala. Teriakan umpatan pemakai jalan lain kepadaku yang seakan bersahutan tiada henti sepanjang jalan yang ku lalui juga tak kupedulikan lagi.

“brengsek kau Ita !!! brengsek kau Dandy !!” umpat ku dalam hati. Lamunku menyeruak saat teringat kembali kejadian beberapa menit yang lalu.

Lamunku terus saja menyeruak hingga menembus masa dua tahun silam saat ku mulai dekat dengan seorang gadis manis bernama Ita. Kala itu aku masih duduk di bangku SMA kelas 3 dan Ita adalah adik kelas tepat dibawahku yaitu kelas 2. Aku adalah seorang gitaris grup band di SMA tersebut. Aku dan bahkan seluruh crew di band ku mulai dekat dengan Ita saat Dandy vokalis kami membutuhkan partner duet, dan saat itulah pilihan vokalis cewek jatuh pada nama Ita.

Ita tak membutuhkan waktu lama untuk bisa beradaptasi dengan kami. Dalam waktu singkat kami sudah menjadi akrab karena memang Ita adalah seorang cewek yang supel, riang, dan renyah. Terlebih lagi aku, kedekatanku menjadi ekstra dekat dibanding yang lain karena secara kebetulan ternyata rumah ku dan rumah Ita cukup dekat jaraknya. Satu jalan raya namun berbeda gang, sehingga otomatis kami menjadi sering berangkat bareng baik itu saat berangkat sekolah maupun sore hari ketika latihan band.

Benih bunga kian hari kian tumbuh subur di pekarangan jiwaku yang sebelumnya tandus. Apakah begitu juga yang terjadi pada hati Ita? Ku tak tahu pasti. Akhirnya, 30 menit yang lalu adalah jawaban dari semua pertanyaanku terhadap isi hati Ita. Aku super sangat kaget sekali ketika aku datang ke rumah Ita. Disana sudah duduk manis diatas sofa seorang Dandy vokalis band ku dengan merangkul pundak Ita. Dengan riang mereka melambaikan tangan kepadaku dan dengan tanpa ada perasaan bersalah mengatakan bahwa mereka baru jadian seminggu ini.

Berita menggelegar itu kuterima dengan rasa duka yang mendalam include sakit hati yang meledak-ledak. Bagaimana tidak, Dandy yang seoarang sahabat baik bagiku dan merangkap tempat curhatku termasuk saat aku jatuh cinta pada Ita ternyata bermanuver begitu sigap dengan mengambil celah kekosongan status Ita yang belum memiliki pacar. Aku pun juga tak habis pikir dengan apa yang diperbuat Ita. Secara naluri aku tahu bahwa sorot mata dan gerak tubuh Ita saat kami dekat menunjukkan bahwa Ita sebenarnya ada 'rasa' padaku. Tapi..ahh aku tak tahu kenapa semua ini terjadi.

BRAAKKK!!
Lamunan pada kisah dan kejadian sedihku sontak buyar saat kuketahui bahwa motor yang kukebut dengan brutal telah memakan korban. Seorang cewek pengendara motor yang ku salip tiba-tiba oleng dan jatuh. Ia sepertinya kaget saat aku menyalip dengan posisi terlalu mepet motornya. Aduhh...bertambah lagi penderitaanku hari ini.

Namun aku bukan cowok pengecut yang tega meninggalkan korbanku dengan begitu saja. Segera ku hentikan laju motorku dan segera berbalik arah untuk melihat apa yang terjadi.

“rasain lo, makanya jangan sok jadi pembalap di jalanan !!!”,”ahh lo..gila ya ??? baru belajar naek motor ya ???” berbagai teriakan menghina, mengumpat, mencibir terlontar dari khalayak ramai yang secara live menyaksikan kejadian itu. Aku hanya bisa diam.

Kulihat seorang cewek duduk meringis menahan sakit disamping sebuah motor yang terguling di sisi luar trotoar. Ku taksir dia masih seumuran anak kuliah seperti aku. Nampak bagian lututnya berdarah namun tidak terlalu parah sepertinya. Dan...aduhh..kacamata yang nangkring di wajahnya retak, wah...lumayan juga nih harganya.

“Mbak...maaf ya, mbak jatuh gara-gara aku” ucapku sambil berjongkok didekat si cewek.

“Aduh mas..gimana ini...motor pinjeman lagi...” sahut si cewek sambil menahan tangisnya yang sudah siap-siap meledak.

“Udah...gini aja, kita masukin motornya ke bengkel depan situ, trus mbak ikut saya ya...kita cari rumah sakit atau klinik buat ngobatin lutut mbak itu....abis itu kita ke optik, saya ganti juga tuh kacamata mbak yang pecah...tenang saja mbak, semua aku yang tanggung biayanya” jawabku sambil berlagak seperti anak orang gedongan meski tampang dan dandananku sudah menyiratkan bahwa sudah pasti aku bukan anak orang kaya.

Si cewek yang mendengar ucapanku spontan terkejut dan melepas kacamatanya untuk melihat kondisi kacamata tersebut. Sepertinya ia begitu syok dengan kejadian itu sehingga saat kacamatanya pecah pun ia tak menyadarinya.

Berbeda dengan kekagetan si cewek, sebaliknya aku malah melotot takjub saat kulihat wajah tanpa kacamata itu ternyata begitu cantik. Memang kadangkala pemilihan bentuk kacamata yang tidak tepat akan berpengaruh pada penampilan juga.

Wajah yang cantik ayu dihiasi sepasang bola mata yang belok bulat besar seperti punya nikita willy, hidungnya juga mancung, dan bibirnya...aduh...bikin gemes. Sekejab kemudian aku kembali dibuat terperangah saat kulihat roknya tersingkap sehingga menampakkan sepasang paha yang padat putih.

“Wah...ini musibah atau berkah nih...??” sesaat kuterlupa pada Ita dan serangkaian kisah bersamanya.

Twilight ShadowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang